Senin, 29 April 2013

Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam & Ketakaburan Para Pemuka Agama Yahudi





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 107


 Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam &  Ketakaburan Para Pemuka Agama Yahudi

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam   bagian akhir  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  dialog antara Maryam binti ‘Imran dengan para pemuka agama Yahudi, firman-Nya:
فَاَتَتۡ بِہٖ  قَوۡمَہَا تَحۡمِلُہٗ ؕ قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾  یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا﴿ۖۚ﴾  فَاَشَارَتۡ اِلَیۡہِ ؕ قَالُوۡا کَیۡفَ نُکَلِّمُ مَنۡ  کَانَ فِی  الۡمَہۡدِ  صَبِیًّا ﴿﴾
Maka Maryam membawa dia (Isa Ibnu Maryam), kepada kaumnya dengan menunggangkannya. Mereka ber­kata: "Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji.   Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan  seorang buruk dan  ibu engkau sekali-kali  bukan seorang pezina!"   Maka ia, Maryam,  memberi isyarah kepadanya (Isa Ibnu Maryam).  Mereka berkata: "Bagaimana kami akan bercakap dengan seorang anak masih dalam buaian?"   (Maryam [19]:28-30).

Pengulangan   Dialog Maryam binti ‘Imran
dengan Para Pemuka Agama Yahudi

Dari Injil nampak. bahwa sesudah kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  di Bethlehem, Yusuf telah membawa Siti Maryam ke Mesir untuk memenuhi perintah Ilahi. Di sana mereka berdiam untuk beberapa tahun lamanya dan barusesudah wafat Herodes keluarga itu pulang kembali ke Nazaret dan bermukim di sana (Matius 2:13-23).
Terdapat pula satu nubuatan dalam Bible  bahwa Yesus akan datang kepada kaumnya bersama ibunda beliau dengan menunggang seekor keledai (Matius 21:4-7). Yesus dan Siti Maryam sungguh­-sungguh menunggang keledai tatkala mereka memasuki Yerusalem. Ungkapan tahmiluhū  (menunggangkannya) mungkin pula menunjuk kepada nubuatan Bible tersebut. Ayat ini menunjuk kepada masa sebelum Yesus mencapai tingkat kenabian seperti nampak dari ayat-ayat 31-34 selanjutnya.
 Kata  fariy (sesuatu yang keji) pada kalimat “Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji berarti pula orang yang mengada-adakan dusta (Lexicon Lane). Dengan mempergunakan kata ini para pemuka Yahudi menuduh secara halus  bahwa  Maryam binti ‘Imran seorang perempuan  yang tidak baik dan Isa Al-Masih tukang mengada-adakan dusta dan seorang nabi palsu.
Ada kisah yang menarik mengenai tuduhan para pemuka agama Yahudi kepada Maryam binti ‘Imran dan putranya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang juga terjadi dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:
...قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾  یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا﴿ۖۚ﴾
Mereka ber­kata: "Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji.   Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan  seorang buruk dan  ibu engkau   sekali-kali  bukan seorang pezina!" (Maryam [19]:28-29).
    Yakni  salah seorang ulama Hindustan  di Qadian yang sangat menghormati Mirza Ghulam Murtadha -- ayahanda Mirza Ghulam Ahmad a.s. – ketika ia mendengar pendakwaan   Mirza Ghulam Ahmad a.s., diceritakan  ulama itu berkata sambil menangis: “Mengapa ia melakukan hal yang tidak benar (kedustaan) itu, padahal ayahnya adalah seorang yang sangat baik!”

Arti “Saudara Perempuan Harun

    Masalah  Maryam binti ‘Imran telah disebut  sebagai saudara perempuan Nabi Harun a.s. . dalam Al-Quran, hal tersebut  pernah diajukan ke hadapan Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri, dan beliau saw. bertanya kepada si penanya itu: “Apakah ia tidak mengetahui bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak mereka menurut nama nabi-nabi dan wali-wali mereka?” (Rūh-ul- Bayan, jilid 6, halaman 16; Tafsir Ibnu Jarir, jilid 16. halaman 52).
Maryam binti “imran di sini disebut saudara perempuan Nabi Harun a.s.   dan bukan saudara perempuan Nabi Musa a.s.., meskipun kedua-duanya bersaudara, sebab sementara Nabi Musa a.s. adalah pendiri syariat  Yahudi, sedangkan Nabi Harun a.s.  itu adalah kepala (imam) golongan pendeta agama Yahudi (Encyclopaedia Biblica & Encyclopaedia  Britannica, pada kata "Āron"), dan  Maryam binti ‘Imran pun adalah dari kalangan pendeta juga, karena itu disebut “saudara perempuan Harun.”
Thabari telah menguraikan satu kejadian dalam kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.   yang memberi penjelasan mengenai hikmah arti kata-kata dalam bahasa Arab demikian seperti: ab, 'am, ukht, dan sebagainya. Ketika Shafiyah. istri  Nabi Besar Muhammad saw. dan kebetulan seorang keturunan Yahudi, pada suatu ketika mengadu kepada  Nabi Besar Muhammad saw.   bahwa beberapa istri beliau saw. lainnya dengan sikap benci telah menamakannya seorang perempuan Yahudi,  lalu  Nabi Besar Muhammad saw. mengatakan untuk mengembalikan ejekan itu dengan mengatakan bahwa Nabi Harun a.s. adalah ayahnya,  Nabi Musa a.s. adalah pamannya, dan Muhammad saw. adalah suaminya. Nabi Besar Muhammad saw. tentu mengetahui bahwa Nabi Harun a.s.   bukanlah ayah Shafiyah, begitu pula Nabi Musa a.s.  bukanlah pamannya.

Peringatan Allah Swt.  Kepada Umat Islam

 Isyarat kepada tuduhan ini terdapat pula dalam Al-Quran dalam QS.33:70 berkenaan dengan Nabi Musa a.s.,  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti   orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. (Al-Ahzāb [33]:70).
       Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  Nabi Musa a.s.  telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:   
    (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
     (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s..
       (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis.
       (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
      (5) Adik perempuan beliau (Miriam/Maryam) sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1). 
Pemuka-pemuka kaum Yahudi, dengan menyebut  Maryam binti ‘Imran  "saudara perempuan Harun" mungkin bermaksud mengatakan bahwa sebagaimana Maryam, yaitu saudara perempuan Nabi Harun a.s. yang menuduh Nabi Musa a.s.  menikahi seorang perempuan dengan cara tidak sah, telah melakukan dosa yang keji,   demikian pula  Maryam binti ‘Imran  seperti perempuan yang senama dengan beliau melakukan perbuatan keji dengan melahirkan seorang bayi  dengan jalan tidak sah.
Atas tuduhan-tuduhan keji  para pemuka agama Yahudi tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَاَشَارَتۡ اِلَیۡہِ ؕ قَالُوۡا کَیۡفَ نُکَلِّمُ مَنۡ  کَانَ فِی  الۡمَہۡدِ  صَبِیًّا ﴿﴾
Maka ia, Maryam,  memberi isyarah kepadanya (Isa Ibnu Maryam).  Mereka berkata: "Bagaimana kami akan bercakap dengan seorang anak masih dalam buaian?"  (Maryam [19]:28-30).
Kata-kata "ia memberi isyarah kepadanya" menyatakan bahwa   Maryam binti ‘Imran mengetahui jawaban apa yang akan diberikan oleh putranya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., jika para  pemuka kaum Yahudi mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka kepada beliau. Kata-kata ini mungkin pula menyatakan  bahwa   Maryam binti ‘Imran mengetahui bahwa jika beliau menyatakan diri beliau tidak bersalah maka tidak ada seorang pun akan mempercayai beliau, satu-satunya bukti mengenai kesucian adalah anaknya.

Ketakaburan Para Ulama Yahudi dan
Ulama yang Sejenis dengan Mereka

Jadi maksud Maryam binti ‘Imran adalah,  bahwa anak yang begitu suci dan saleh dan oleh Allah Swt.  telah dianugerahi sifat-sifat yang begitu mulia  tidak mungkin lahir dari akibat hubungan serong (perzinahan),  dan bahwa kebaikan-kebaikan dan sifat-sifat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang utama dengan sendirinya merupakan bukti yang cukup kuat bagi kesucian  Maryam binti ‘Imran karena itu sebagai jawaban tuduhan dusta mereka itu beliau menunjuk kepada anak beliau.
Ayat ini tidak mengemukakan kesulitan apa pun. Ketika Siti Maryam  yang karena diejek para pemuka kaum Yahudi  mengarahkan perhatian mereka kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., mereka tidak sudi berbicara dengan beliau a.s. dan mengatakan dengan sikap benci bagaimana mungkin mereka akan berbicara dengan "anak masih dalam buaian",  maksudnya dengan seorang anak yang telah dilahirkan dan dibesarkan di hadapan mata mereka sendiri.
Orang-orang tua suka berkata demikian bila diajak belajar hikmah dari seorang yang umurnya jauh lebih muda dari mereka sendiri. Kata-kata ini hanya merupakan ungkapan rasa benci dan mengandung hinaan terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., padahal Allah Swt. telah berfirman mengenai beliau a.s.:  
اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکِ بِکَلِمَۃٍ مِّنۡہُ ٭ۖ اسۡمُہُ الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ وَجِیۡہًا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ  وَ مِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ یُکَلِّمُ النَّاسَ فِی الۡمَہۡدِ وَ کَہۡلًا  وَّ مِنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Ingatlah ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya  Allah memberi engkau kabar gembira dengan  satu kalimat  dari-Nya tentang kelahiran seorang anak laki-laki namanya Al-Masih  Isa  Ibnu Maryam,  yang dimuliakan di dunia dan di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Dan ia akan bertutur-kata dengan manusia dalam buaian  dan ketika sudah setengah umur,  dan ia  dari kalangan orang-orang saleh. (Ali ‘Imran [3]:46-47).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ اِنِّیۡ عَبۡدُ اللّٰہِ ۟ؕ اٰتٰنِیَ الۡکِتٰبَ وَ جَعَلَنِیۡ  نَبِیًّا ﴿ۙ﴾  وَّ جَعَلَنِیۡ مُبٰرَکًا اَیۡنَ مَا کُنۡتُ ۪ وَ اَوۡصٰنِیۡ بِالصَّلٰوۃِ  وَ الزَّکٰوۃِ مَا دُمۡتُ  حَیًّا ﴿۪ۖ﴾  وَّ بَرًّۢا بِوَالِدَتِیۡ ۫ وَ لَمۡ  یَجۡعَلۡنِیۡ جَبَّارًا شَقِیًّا﴿﴾  وَ السَّلٰمُ عَلَیَّ یَوۡمَ وُلِدۡتُّ وَ یَوۡمَ اَمُوۡتُ  وَ  یَوۡمَ  اُبۡعَثُ  حَیًّا ﴿﴾
Ia, Ibnu Maryam, berkata: "Sesungguhnya aku seorang hamba Allah, Dia telah menganugerahkan kepadaku Kitab itu dan Dia telah menjadikanku seorang nabi,  Dan Dia telah menjadikan­ku diberkati di mana pun aku ber­ada, dan telah memerintahkanku mendirikan  shalat dan membayar zakat selama aku hidup.    Dan berbakti  kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang   yang sewenang-wenang lagi sial. Dan selamat-sejahtera atasku  pada hari aku dilahirkan, pada hari aku mati, dan pada hari aku akan dibangkitkan hidup kembali."  (Maryam [19]:31-34).

Perkataan-perkataan yang Penuh Hikmah   

   Percakapan yang Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  lakukan dengan para pemuka kaum Yahudi dan tercantum dalam ayat-ayat ini (QS.19:31-34) tidak mungkin percakapan seorang kanak-kanak. Semua pernyataan dari mulut seorang anak kecil dianggap ucapan dusta belaka,  dan siapakah yang akan menyebut ucapan-ucapan dusta sebagai suatu mukjizat?
Ketika itu Isa Ibnu Maryam a.s. bukan (belum menjadi) nabi, begitu pula belum melakukan shalat atau zakat ataupun diberi Kitab. Lagi pula dalam QS.3:47 mukjizat ini diterangkan dengan peristiwa bahwa Nabi Isa Ibu Maryam a.s. telah berbicara kepada orang banyak ketika beliau masih dalam buaian (mahd) dan juga ketika dalam tengah umur (kahl).
 Tetapi percakapan seseorang dalam pertengahan   umur (kahl) sekali-sekali bukan mukjizat lagi, dan dengan mencantumkan kata "dalam buaian" (mahd) bersama kata-kata "sudah pertengahan umur" (kahl), Al-Quran seolah-olah mengemukakan bahwa percakapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dalam buaian  (mahd) maupun ketika beliau telah mencapai pertengahan umur (kahl) tidak merupakan mukjizat dalam artian yang biasa diartikan umum, tetapi memang suatu mukjizat dalam artian bahwa beliau mengucapkan kata-kata yang luar biasa bijaknya di masa kanak-kanak  maupun di pertengahan umur.
Digabungkannya dua pasang kata itu (mahd dan kahl) mengandung pula suatu nubuatan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   tidak akan mati muda tetapi akan hidup lama hingga mencapai usia tua dengan penuh kedewasaan. Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa usia  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. ketika wafat adalah 120 tahun (Ad-Daruqutni). Nubuatan ini sungguh mengandung mukjizat yang sebenar-benarnya.
Tetapi  bila kata mahd diberi arti "masa persiapan" yang juga merupakan salah satu dari arti-arti kata ini, kemudian ayat QS.3:47 akan berarti  bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  akan berbicara kepada orang banyak dengan kata-kata yang penuh dengan hikmah dan ilmu ruhani yang luar biasa, jauh di atas umur dan pengalaman beliau. baik di masa persiapan (mahd), yaitu di masa muda, maupun dalam masa pertengahan umur (kahl).
Dengan demikian jelaslah, mengapa Maryam binti ‘Imran  tidak menjawab langsung menjawab  ejekan (celaan) para pemuka kaum Yahudi,  melainkan sebagai jawabannya beliau mengisyaratkan kepada putra beliau, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. Sebab kalau Maryam binti ‘Imran menjawab berdasarkan pengalaman beliau yang sebenarnya:
“Kehamilan aku, bukan hasil dari melakukan perzinahan dengan seorang laki-laki mana pun, melainkan semata-mata karena kehendak Allah Swt.  melalui tiupan kalimat-Nya. 
pasti mereka tidak akan mempercayainya dan akan menganggapnya sebagai   jawaban yang mengada-ada.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar, 24 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar