Selasa, 02 April 2013

Kehebohan Kalangan Pendeta Akibat Hamilnya Gadis Maryam




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 86


  Kehebohan Kalangan Pendeta
Akibat  Hamilnya  Gadis Maryam  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam  Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  firman Allah Swt. mengenai pengabulan doa istri ‘Imran  untuk  bayi perempuan yang dilahirkannya, dan juga mengenai bangkitnya semangat dan harapan Nabi Zakaria a.s. tentang keberlangsungan silsilah Nabi Ya’qub a.s. atau silsilah kenabian di kalangan Bani Israil,  serta hubungannya dengan misal-misal (perumpamaan-perumpamaan) dalam QS.66:11-13 mengenai  istri-istri durhaka  Nabi Nuh a,s, dan Nabi Luth a.s.; istri Fir’aun; dan Maryam binti ‘Imran, yang kesemuanya itu adalah perempuan, firman-Nya:
  فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ  اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ  کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ  اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿﴾
Maka tatkala ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya bayi yang kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, sedangkan anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya dari syaitan yang terkutuk.”  (Āli ‘Imran [3]:37). 

Kelahiran  Nabi Isa Ibnu  Maryam a.s. Tanpa Ayah
Sebagai As-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat)

   Ada pun yang menarik dari ketiga perempuan  dalam perumpamaan-perumpamaan   tersebut adalah  Maryam binti ‘Imran,  karena kenyataannya ia kemudian hamil sekali pun  ia sedang dalam melaksanakan nazar ibunya yaitu untuk tetap menggadis seumur hidupnya.
       Itulah sebabnya Allah Swt. telah  menyebut kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah dari rahim gadis Maryam binti ‘Imran telah disebut sebagai as-Sā’ah (tanda Saat/tanda Kiamat) bagi Bani Israil, firman-Nya:
اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾  وَ لَوۡ  نَشَآءُ  لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ مَّلٰٓئِکَۃً  فِی الۡاَرۡضِ  یَخۡلُفُوۡنَ ﴿﴾  وَ اِنَّہٗ  لَعِلۡمٌ  لِّلسَّاعَۃِ  فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾   وَ لَا یَصُدَّنَّکُمُ الشَّیۡطٰنُ ۚ اِنَّہٗ  لَکُمۡ عَدُوٌّ  مُّبِیۡنٌ﴿﴾
Ia (Isa) tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan (misal)  bagi Bani Israil.  Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami menjadikan malaikat dari antara kamu  sebagai penerus di bumi.  Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai  Saat, maka janganlah kamu ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus.  Dan janganlah syaitan menghalang-halangi kamu, sesungguhnya ia bagi kamu adalah musuh yang nyata. (Az-Zukhruf [43]:60-63).
      Atas dasar itu pulalah Allah Swt – selain menjadikan istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal orang-orang yang kafir kepada  Rasul Allah; dan istri Fir’aun sebagai misal orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah --  juga telah menjadikan Maryam binti ‘Imran, yang kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam, sebagai misal dari hamba-hamba Allah Swt. yang karena mereka benar-benar menjaga kesucian jiwanya  lalu mengalami “kehamilan dan kelahiran ruhani  melalui “peniupan Ruh  oleh Allah Swt.,    firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).
     Pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai pencabutan dan pemindahan nikmat  (silsilah) kenabian dari kalangan Bani Israil kepada Bani Ismail (umat Islam) tersebut sesuai dengan nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) --  pada bagian akhir Bab sebelumnya --  mengenai   akan dihancurkannya  kota  Yerusalem yang kedua kali:
Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi  dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!  (Matius 23:37-39).
  Kecaman keras serta nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Yesus Kristus mengenai kehancuran “Yerusalem” tersebut mengisyaratkan kepada kehancuran Yerusalem yang kedua kali melalui serbuan dahsyat balatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia (II Raja-raja 25:1-21; QS.2:260; QS.17:5-11), sebagai hukuman Allah Swt. atas orang-orang Yahudi setelah peristiwa penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pada th. 70 M (Matius 24:15-22),   sesuai dengan nubuatan dan juga peringatan  bagi umat Islam dalam  Al-Quran (QS.17:5-11).
   Kenapa demikian? Sebab pernyataan bahwa pengutusan Isa Ibnu Maryam a.s. merupakan as-Sā’ah (tanda Saat/tanda Kiamat) berlaku juga bagi Bani Isma’il ketika Allah Swt. mengutus misal Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman   (QS.43:58) dari kalangan umat Islam, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah (QS.61:10; QS.7:35-37), firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnyadan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  (Az-Zukhruf [43]:58-59).
   Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Kedatangan Al-Masih a.s. yang dilahirkan tanpa ayah merupakan tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya.
     Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw   — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (mitsal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang.
     Namun bukannya bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   untuk kedua kalinya, dalam wujud  Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, sekali gus sebagai perwujudan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani di Akhir Zaman (QS.61:10; QS.63:3-5).

Kehamilan Gadis Maryam binti Imran
Ketika Sedang Melaksanakan Nazar Ibunya

  Ketiga macam misal (perumpamaan) dalam QS.66:11-13  mengenai 3 macam perempuan tersebut,   sangat erat hubungannya dengan masalah  lembaga pernikahan dan “rahim” perempuan -- baik “rahim” secara jasmani mau pun “rahim” secara ruhani yakni hati  (kalbu) manusia --  sebagai bukti bahwa betapa sakralnya lembaga pernikahan dan rahim perempuan dalam pandangan Islam (Al-Quran).
    Dengan demikian jelaslah bahwa dalam kasus kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari rahim gadis Maryam  melalui “peniupan Ruh” oleh Allah Swt. sama sekai tidak ada hubungannya dengan pemahaman keliru bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah “anak Allah” dalam arti harfiah sebagaimana yang dikemukakan Paulus dalam  semua Surat kirimannya, melainkan sebagai as-Sā’ah (tanda Saat/Kiamat) bagi Bani Israil dan juga sebagai “penghinaan” Allah  Swt. kepada kaum laki-laki Bani Israil, bahwa:
“Karena kalian senantiasa mendustakan dan menentang – dan bahkan berusaha membunuh – para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan kalian (QS.2:88-89; Matius 23:37-39), maka sebagai tanda bahwa nikmat kenabian dari kalian akan dicabut dan akan dipindahkan kepada saudara kalian dari kalangan Bani Isma’il (Ulangan 18:15-19), karena itu nabi terakhir yang dijanjikan kepada kalian akan lahir tanpa ayah, sebab  ibunya merangkap sebagai ayahnya  itulah sebabnya ia dinamakan Isa Ibnu Maryam (Isa anak Maryam).”
    Sesuai dengan hal tersebut Allah Swt. telah berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kehamilan gadis   Maryam   dan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  yang sangat menghebohkan kalangan para pendeta Yahudi yang di rumah peribadatan itulah  gadis Maryam melaksanakan nazar ibunya untuk tetap menggadis seumur hidupnya:
وَ اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰکِ وَ طَہَّرَکِ وَ اصۡطَفٰکِ عَلٰی نِسَآءِ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  یٰمَرۡیَمُ اقۡنُتِیۡ لِرَبِّکِ وَ اسۡجُدِیۡ وَ ارۡکَعِیۡ مَعَ  الرّٰکِعِیۡنَ ﴿﴾  ذٰلِکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ  اِذۡ  یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ  اِذۡ  یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih  engkau,  mensucikan engkau, dan telah  memilih engkau di atas perempuan-perempuan di seluruh alam di masa engkau. Hai Maryam, patuhilah Tuhan engkau, sujudlah dan rukuklah yakni sembahlah Allah bersama orang-orang yang rukuk (yang menyembah Allah)  (Āli ‘Imran [3]:43-44).

Makna Terbatas   Istilah “Seluruh Alam
Mengenai Keistimewaan Siti Maryam

   Penggunaan kata “malaikat-malaikat” dalam bentuk jamak mempunyai arti tersendiri. Jika dimaksudkan hanya menyampaikan amanat saja, satu malaikat pun dapat menjalankan tugas sebagai pembawa amanat. Dalam gaya bahasa Al-Quran penggunaan bentuk jamak mengandung arti bahwa oleh karena Allah Swt. berkehendak mendatangkan suatu perubahan besar di dunia mengenai berbagai iklim kehidupan dengan perantaraan putra Siti Maryam, Dia memerintahkan semua malaikat  -- yang mempunyai beragam-ragam tugas di bidang mereka masing-masing -- supaya ikut serta membawa amanat itu, dengan demikian meminta semua malaikat membantunya dalam melaksanakan perubahan yang dikehendaki.
     Dalam ayat 43   kata “memilih” berkenaan dengan Siti Maryam dipakai dua kali. Di tempat yang pertama, kata itu digunakan mengenai Siti Maryam, tanpa menyebut orang lain siapa pun, menunjukkan kedudukan mulia beliau secara mutlak; sedang di tempat kedua, kata itu dipakai pula untuk menyatakan kemuliaan martabat beliau dalam hubungan dengan perempuan-perempuan  lain pada zaman beliau.
   Menurut kebiasaan Al-Quran ungkapan nisāi-il-’alamīn di sini tidak ditujukan kepada perempuan-perempuan  dari segala waktu dan zaman, melainkan khusus hanya kepada golongan perempuan pada zaman Siti Maryam. Dengan demikian jelaslah bahwa firman Allah Swt. tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan anggapan berlebihan mengenai Siti Maryam  yang di kemudian hari akan “dipertuhankan” bersama dengan putra beliau, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:117-119).
    Firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  semata-mata sebagai bantahan   mengenai  berbagai fitnah dan perhinaan yang dilakukan oleh para pemuka agama Yahudi terhadap Siti Maryam dan putra, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s, sebagai pezina dan  anak haram  (QS.4:155-159; QS.19:28-35).

Kehebohan Di Kalangan Pendeta
Akibat Kehamilan Gadis Maryam

      Selain sebagai bantahan terhadap berbagai fitnah dan penghinaan terhadap Sti Maryam dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  firman Allah Swt. tersebut  sekaligus sebagai kabar gaib (nubuatan) yang disampaikan Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. guna membuktikan kebenaran  janji Allah Swt.  mengenai akan dipindahkan-Nya nikmat   kenabian dari Bani Israil kepada Bani Isma’il  setelah pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dilahirkan tanpa ayah sebagai as-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat QS.43:62), firman-Nya:
 ذٰلِکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ  اِذۡ  یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ  اِذۡ  یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Yang demikian itu sebagian dari kabar-kabar gaib yang Kami mewahyukannya kepada engkau. Dan engkau sekali-kali tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan panah-panah mereka untuk mengundi  siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam, dan engkau sekali-kali tidak bersama mereka ketika mereka berbantah. (Āli ‘Imran [3]:45).
      Banyak fakta yang telah dijelaskan oleh Al-Quran mengenai Siti  Maryam, dan tidak terdapat dalam Kitab-kitab Suci sebelumnya. Oleh karena itu fakta-fakta itu dibicarakan di sini sebagai hal-hal yang “gaib.” Seperti dituturkan dalam ayat-ayat berikutnya, Siti Maryam telah menjadi hamil, padahal beliau sedang hidup mewakafkan diri dan tinggal di tempat peribadatan.
   Para pendeta menjadi resah ketika mereka mengetahui kenyataan yang mengejutkan itu. Mereka khawatir jangan-jangan telah terjadi perbuatan tidak senonoh dan perselisihan pun terjadi di antara mereka sendiri, lalu mereka mengadakan undian untuk menentukan siapa harus mengurus Siti Maryam dan mengatur pernikahan beliau dengan seseorang.
     Orang bernama Yusuf, seorang tukang kayu, seperti disebut dalam Injil, dianggap cocok untuk menjadi suaminya. Dibujuklah ia agar menerima keadaan yang kisruh itu. Tentu saja semuanya itu dilakukan secara rahasia dan dengan demikian hal itu merupakan sesuatu yang gaib dan telah disingkapkan oleh Allah Swt. dalam  Al-Quran.
       Dengan demikian kehebohan yang terjadi di kalangan para pendeta Yahudi akibat hamilnya gadis Maryam tersebut  sekali gus sebagai nubuatan (kabar gaib)  untuk membuktikan  bahwa rahbaniyah  sama sekali bukanlah ajaran dari Allah Swt. melainkan suatu bid’ah  yang dibuat-buat di kalangan agama Yahudi – yang akan melahirkan  berbagai bentuk skandal yang berkaitan dengan masalah seks --  firman-Nya: 
وَ لَقَدۡ  اَرۡسَلۡنَا  نُوۡحًا وَّ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ جَعَلۡنَا فِیۡ  ذُرِّیَّتِہِمَا النُّبُوَّۃَ  وَ الۡکِتٰبَ فَمِنۡہُمۡ  مُّہۡتَدٍ ۚ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  ثُمَّ قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ  بِرُسُلِنَا وَ قَفَّیۡنَا بِعِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ  وَ اٰتَیۡنٰہُ الۡاِنۡجِیۡلَ ۬ۙ وَ جَعَلۡنَا فِیۡ  قُلُوۡبِ الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡہُ  رَاۡفَۃً  وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ رَہۡبَانِیَّۃَۨ  ابۡتَدَعُوۡہَا مَا کَتَبۡنٰہَا عَلَیۡہِمۡ  اِلَّا ابۡتِغَآءَ رِضۡوَانِ اللّٰہِ  فَمَا رَعَوۡہَا حَقَّ رِعَایَتِہَا ۚ فَاٰتَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡہُمۡ اَجۡرَہُمۡ ۚ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ  فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mengutus Nuh dan Ibrahim, dan Kami meletakkan di antara benih keturunan mereka berdua kenabian dan  Kitab, maka sebagian mereka mengikuti petunjuk tetapi  kebanyak-an dari mereka itu fasik.  Kemudian  Kami mengikutkan di atas jejak-jejak mereka rasul-rasul Kami, dan Kami mengikutkan pula Isa Ibnu Maryam, dan Kami memberikan kepadanya Injil, dan Kami menjadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan cara hidup merahib yang dibuat-buat mereka Kami sekali-kali tidak mewajibkannya atas mereka, kecuali untuk mencari keridhaan Allah,  tetapi mereka tidak melaksanakannya sebagaimana seharusnya dilaksanakan, maka Kami menganugerahkan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka ganjaran mereka, tetapi kebanyakan dari mereka fasik. (Al-Hadīd [57]:27-28).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 2  April 2013




1 komentar: