Selasa, 09 April 2013

Hakikat Rombongan "Jin" yang Bertemu Nabi Muhammad Saw. & Itikad Sesat "Laa Nabiyya Ba'dahu" (Tidak Ada Lagi Nabi Sesudahnya)





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 94


  Hakikat Rombongan “Jin” yang Bertemu   Nabi Besar Muhammad Saw. & Itikad Sesat Lā Nabiyya Ba’dahu (Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya) 

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  bagian akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  ucapan Ummul Mukminin Sitti ‘Aisyah r.a. mengenai ayat  Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41) dan kemungkinan umat Islam   keliru  memahami sabda khusus Nabi Besar Muhammad saw. terhadap Ali bin Abi Thalib r.a. tersebut, maka  Ummul Mukminin Siti ’Aisyah r.a. telah menjelaskan:
“Katakan bahwa Rasulullah saw. adalah “Khātaman-Nabiyyīn tetapi jangan kamu mengatakan  Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya).
     Penjelasan Siti ‘Aisyah r.a. tersebut sesuai dengan pernyataan Allah Swt.,  dalam Al-Quran bahwa  orang yang mengatakan Lā nabiyya ba’dahu  adalah orang yang sesat, sebab faham sesat seperti itu merupakan faham sesat warisan kaum-kaum purbakala  yang mendustakan para rasul Allah sejak Nabi Nuh a.s. sampai di Akhir Zaman ini (QS.10:72-75; QS.40:35) -- padahal Allah Swt. dengan tegas  dalam Al-Quran telah mewasiyatkan mengenai kesinambungan pengutusan para rasul Allah  kepada Bani Adam, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya (Al-A’rāf [7]:35-37).

Lā nabiyya ba’dahu  (Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya)
Itikad Sesat dari Zaman ke Zaman

   Berikut firman Allah Swt. mengenai dialog antara seseorang yang beriman kepada Nabi Musa a.s. di kalangan keluarga Fir’aun mengenai itikad sesat  Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  sehubungan wafatnya  Nabi Yusuf a.s.   di Mesir, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ  شَکٍّ  مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ  رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿﴾  الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati  kamu berkata: “Allah  tidak akan pernah mengutus seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang bertengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewenang-senang. (Al-Mu’mīn [40]:35-36). 
    Nabi-nabi   senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang nabi baru, mereka menolak serta menentangnya, dan ketika ia wafat orang-orang yang kemudian beriman kepada nabi itu berkata bahwa tidak ada nabi akan datang lagi sesudahnya dan pintu wahyu telah tertutup untuk selama-lamanya.
    Jadi, itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  tersebut senantiasa muncul di setiap zaman bersamaan dengan penolakan terhadap rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada Bani Adam (QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ اِذۡ صَرَفۡنَاۤ  اِلَیۡکَ نَفَرًا مِّنَ الۡجِنِّ یَسۡتَمِعُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ ۚ فَلَمَّا حَضَرُوۡہُ قَالُوۡۤا  اَنۡصِتُوۡا ۚ فَلَمَّا قُضِیَ وَلَّوۡا اِلٰی قَوۡمِہِمۡ  مُّنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰقَوۡمَنَاۤ  اِنَّا سَمِعۡنَا کِتٰبًا  اُنۡزِلَ مِنۡۢ  بَعۡدِ مُوۡسٰی مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ یَہۡدِیۡۤ  اِلَی الۡحَقِّ وَ اِلٰی طَرِیۡقٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ ٰقَوۡمَنَاۤ  اَجِیۡبُوۡا دَاعِیَ اللّٰہِ  وَ اٰمِنُوۡا بِہٖ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ  مِّنۡ ذُنُوۡبِکُمۡ وَ یُجِرۡکُمۡ مِّنۡ عَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾  وَ مَنۡ  لَّا یُجِبۡ دَاعِیَ اللّٰہِ  فَلَیۡسَ بِمُعۡجِزٍ فِی  الۡاَرۡضِ وَ لَیۡسَ لَہٗ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اَوۡلِیَآءُ ؕ اُولٰٓئِکَ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾

Dan ingatlah ketika  Kami hadapkan kepada engkau segolongan dari jin  yang ingin mendengarkan Al-Quran, maka tatkala mereka hadir kepadanya mereka berkata: "Diamlah dan dengarkanlah!" Maka tatkala telah selesai mereka kembali kepada kaum mereka untuk memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya  kami telah mendengar suatu Kitab yang telah diturun-kan sesudah Musa menggenapi apa yang ada sebelumnya dan  memimpin kepada kebenaran serta kepada jalan yang lurus. Hai  kaum kami, sambutlah penyeru kepada Allah dan berimanlah kepadanya, Dia akan mengampuni dosa-dosa kamu, dan Dia akan melindungi kamu dari azab yang pedih. Dan barangsiapa tidak menyambut penyeru kepada Allah, maka ia tidak dapat melemahkannya di bumi dan tidak ada baginya pelindung-pelindung selain Dia,  mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (Al-Ahqāf [46]:31-33).
Firman-Nya lagi:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾  قُلۡ  اُوۡحِیَ  اِلَیَّ  اَنَّہُ  اسۡتَمَعَ  نَفَرٌ مِّنَ الۡجِنِّ فَقَالُوۡۤا  اِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡاٰنًا عَجَبًا  ۙ﴿﴾   یَّہۡدِیۡۤ  اِلَی الرُّشۡدِ فَاٰمَنَّا بِہٖ ؕ وَ لَنۡ نُّشۡرِکَ بِرَبِّنَاۤ   اَحَدًا ۙ﴿﴾   وَّ اَنَّہٗ  تَعٰلٰی جَدُّ  رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَۃً وَّ لَا وَلَدًا ۙ﴿﴾  وَّ اَنَّہٗ  کَانَ یَقُوۡلُ سَفِیۡہُنَا عَلَی اللّٰہِ شَطَطًا ۙ﴿﴾   وَّ اَنَّا ظَنَنَّاۤ  اَنۡ  لَّنۡ تَقُوۡلَ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا ۙ﴿﴾  وَّ  اَنَّہٗ کَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ  مِّنَ  الۡجِنِّ فَزَادُوۡہُمۡ  رَہَقًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Katakanlah: “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya serombongan jin mendengarkan Al-Quran, lalu mereka berkata: “Sesungguhnya  kami telah mendengar Al-Quran yang  menakjubkan. Al-Quran itu memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kami telah beriman kepadanya. Dan kami  tidak akan pernah menyekutukan seseorang dengan Tuhan kami. Dan sesungguhnya Maha Luhur Keagungan Tuhan kami,  Dia sekali-kali tidak beristri dan tidak pula beranak, dan sesungguhnya orang-orang bodoh di antara kami berkata dusta berlebihan terhadap Allah,   dan sesungguhnya  kami menyangka ins (manusia) dan jin   tidak akan pernah mengatakan perkataan  dusta terhadap Allah, dan sesungguhnya ada beberapa orang dari ins (manusia) yang me-minta perlindungan kepada beberapa orang dari jin maka  menambah ke-sombongan mereka, Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul,   (Al-Jin [72]:1-8).

Rombongan Jin Bukan Golongan “Makhluk Halus
Melainkan Segolongan Ahli Kitab

   Karena kata rijāl hanya dipakai mengenai manusia, ayat ini menunjukkan bahwa “serombongan jin” yang tersebut dalam ayat ini dan dalam Surah Al-Ahqāf ayat 31 itu adalah manusia dan bukan suatu jenis makhluk lain mana pun yang disebut jin. 
   Kata Arab jin di sini, dapat berarti “orang-orang besar dan berpengaruh”, dan ins adalah “orang-orang rendah dan hina” -- atau "golongan  kapitalisme  dan penganut sosialisme (golongan proletar);  "pemimpin kaum dan para pengikutnya"; "pemimpin  politik dan para pendukungnya" dll -- yang dengan mengikuti golongan jin dan mencari lindungan mereka itu, meningkatkan kesombongan dan keangkuhan mereka (golongan jin).
Rombongan Ahli Kitab tersebut di dalam  QS.46:31 dan QS.72:2 disebut jin  karena mereka  bertemu dan berdialog dengan Nabi Besar Muhammad saw. secara sembunyi-sembunyi pada malam hari di luar kota Makkah karena  mereka takut mendapat penentangan dari para pemuka kaum Quraisy.
   Bukti bahwa mereka itu adalah golongan Ahli Kitab, karena mereka telah menyebut Al-Quran sebagai  Kitab yang diturunkan setelah Musa” (QS.46:31), sedangkan dalam QS.71:2-6 mereka mencela kaumnya yang telah mempertuhankan seseorang manusia dan mempersekutukannya dengan Allah Swt.. Jadi, rombongan "jin" tersebut adalah adalah orang-orang Yahudi atau orang-orang Kristen yang berpegang teguh pada Tauhid Ilahi. 
   Kalimat وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ -- dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul“ (QS.72:8), menjelaskan bahwa semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau (QS.40:35), namun dalam kenyataannya Allah Swt. mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. kepada mereka dan juga mengutus Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:88-89), tetapi semua rasul Allah Swt. selalu mendapat penentangan dari mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ  ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ﴿﴾
Dan  sungguh Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya, Kami  berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh? Dan mereka berkata: Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allāh telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani.   Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni  Al-Quran dari Allah  menggenapi apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir, tetapi tatkala  datang kepada mereka apa yang mereka  kenali itu lalu mereka kafir kepadanya  maka laknat Allah atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah [2]:88-90).
   Jadi, betapa  buruknya faham sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  yang “diwariskan” dari zaman ke zaman  oleh kaum-kaum purbakala  yang menjadi   penentang  para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman ini terhadap Rasul Akhir Zaman atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.61:10; QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..

Seakan-akan Telah Saling Mewasiyatkan

   Itulah sebabnya dari zaman ke zaman itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  dan  cara-cara penentangan terhadap para rasul Allah pun memiliki persamaan, seakan-akan para penentang rasul Allah tersebut telah saling mewasiatkan perbuatan buruk dan itikad sesat  tersebut itu, firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾   اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata, “Dia tukang sihir atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiyatkan mengenai hal itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:54-55).
   Begitu mencoloknya persamaan tuduhan-tuduhan keji yang dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani lainnya (para rasul Allah) oleh  para penentang mereka sepanjang masa, sehingga seakan-akan orang-orang kafir di setiap abad dan zaman mewasiyatkan tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada generasi selanjutnya supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, termasuk di Akhir Zaman ini  (QS.7:35-37).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10  April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar