بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 94
Hakikat Rombongan “Jin” yang Bertemu Nabi Besar Muhammad Saw. & Itikad
Sesat Lā Nabiyya Ba’dahu (Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan ucapan Ummul Mukminin
Sitti ‘Aisyah r.a. mengenai ayat “Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41) dan kemungkinan
umat Islam keliru memahami sabda khusus Nabi Besar Muhammad
saw. terhadap Ali bin Abi Thalib r.a. tersebut, maka Ummul Mukminin Siti ’Aisyah r.a. telah
menjelaskan:
“Katakan
bahwa Rasulullah saw. adalah “Khātaman-Nabiyyīn
tetapi jangan kamu mengatakan Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya).
Penjelasan Siti ‘Aisyah r.a.
tersebut sesuai dengan pernyataan
Allah Swt., dalam Al-Quran bahwa orang yang mengatakan Lā nabiyya ba’dahu adalah orang yang sesat, sebab faham sesat seperti itu merupakan faham sesat warisan kaum-kaum purbakala
yang mendustakan para rasul Allah sejak Nabi Nuh a.s. sampai
di Akhir Zaman ini (QS.10:72-75;
QS.40:35) -- padahal Allah Swt. dengan tegas
dalam Al-Quran telah mewasiyatkan
mengenai kesinambungan pengutusan
para rasul Allah kepada Bani
Adam, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ
اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ فَاِذَا جَآءَ
اَجَلُہُمۡ لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ
سَاعَۃً وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ
اٰدَمَ اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ
رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ
فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan
bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas waktunya,
mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula
dapat memajukannya.Wahai Bani Adam, jika
datang kepada kamu rasul-rasul
dari antara kamu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa
bertakwa dan memperbaiki diri, tidak
akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. Dan orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya (Al-A’rāf
[7]:35-37).
Lā nabiyya ba’dahu (Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya)
Itikad Sesat dari Zaman ke Zaman
Berikut firman Allah Swt.
mengenai dialog antara seseorang yang
beriman kepada Nabi Musa a.s. di
kalangan keluarga Fir’aun mengenai itikad sesat
Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya) sehubungan wafatnya Nabi Yusuf
a.s. di Mesir, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ شَکٍّ
مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی
اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ
ہُوَ مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ
کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ
یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf
sebelum ini dengan bukti-bukti yang
nyata, tetapi kamu selalu dalam
keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati kamu berkata: “Allah tidak akan pernah
mengutus seorang rasul pun sesudahnya.”
Demikianlah Allah menyesatkan barangsiapa yang melampaui batas, yang
ragu-ragu. Yaitu orang-orang
yang bertengkar mengenai Tanda-tanda Allah
tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di
sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap hati orang
sombong lagi sewenang-senang. (Al-Mu’mīn
[40]:35-36).
Nabi-nabi senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang nabi baru, mereka menolak serta menentangnya, dan ketika ia wafat orang-orang yang kemudian beriman kepada nabi itu berkata bahwa tidak ada nabi akan datang lagi sesudahnya dan pintu wahyu telah tertutup untuk selama-lamanya.
Nabi-nabi senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang nabi baru, mereka menolak serta menentangnya, dan ketika ia wafat orang-orang yang kemudian beriman kepada nabi itu berkata bahwa tidak ada nabi akan datang lagi sesudahnya dan pintu wahyu telah tertutup untuk selama-lamanya.
Jadi, itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu (tidak
ada lagi nabi sesudahnya) tersebut senantiasa muncul di setiap zaman bersamaan
dengan penolakan terhadap rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan kepada Bani Adam
(QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
وَ اِذۡ
صَرَفۡنَاۤ اِلَیۡکَ نَفَرًا مِّنَ
الۡجِنِّ یَسۡتَمِعُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ ۚ فَلَمَّا حَضَرُوۡہُ قَالُوۡۤا اَنۡصِتُوۡا ۚ فَلَمَّا قُضِیَ وَلَّوۡا اِلٰی
قَوۡمِہِمۡ مُّنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا
یٰقَوۡمَنَاۤ اِنَّا سَمِعۡنَا
کِتٰبًا اُنۡزِلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ
یَدَیۡہِ یَہۡدِیۡۤ اِلَی الۡحَقِّ وَ
اِلٰی طَرِیۡقٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ ٰقَوۡمَنَاۤ اَجِیۡبُوۡا دَاعِیَ اللّٰہِ وَ اٰمِنُوۡا بِہٖ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ مِّنۡ ذُنُوۡبِکُمۡ وَ یُجِرۡکُمۡ مِّنۡ
عَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾ وَ مَنۡ لَّا یُجِبۡ دَاعِیَ اللّٰہِ فَلَیۡسَ بِمُعۡجِزٍ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَیۡسَ لَہٗ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ
اَوۡلِیَآءُ ؕ اُولٰٓئِکَ فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Kami hadapkan kepada engkau segolongan dari
jin yang ingin mendengarkan Al-Quran, maka tatkala mereka hadir kepadanya mereka berkata:
"Diamlah dan dengarkanlah!" Maka tatkala telah selesai mereka kembali kepada kaum mereka untuk
memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya
kami telah mendengar
suatu Kitab yang telah diturun-kan sesudah Musa menggenapi apa yang ada sebelumnya dan memimpin
kepada kebenaran serta kepada jalan
yang lurus. Hai kaum kami, sambutlah penyeru kepada Allah dan berimanlah
kepadanya, Dia akan mengampuni
dosa-dosa kamu, dan Dia akan
melindungi kamu dari azab yang pedih. Dan barangsiapa tidak menyambut penyeru kepada Allah, maka ia tidak dapat melemahkannya di bumi
dan tidak ada baginya pelindung-pelindung
selain Dia, mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (Al-Ahqāf [46]:31-33).
Firman-Nya lagi:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ قُلۡ اُوۡحِیَ
اِلَیَّ اَنَّہُ اسۡتَمَعَ
نَفَرٌ مِّنَ الۡجِنِّ فَقَالُوۡۤا
اِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡاٰنًا عَجَبًا
ۙ﴿﴾ یَّہۡدِیۡۤ اِلَی الرُّشۡدِ فَاٰمَنَّا بِہٖ ؕ وَ لَنۡ
نُّشۡرِکَ بِرَبِّنَاۤ اَحَدًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ تَعٰلٰی جَدُّ
رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَۃً وَّ لَا وَلَدًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ
کَانَ یَقُوۡلُ سَفِیۡہُنَا عَلَی اللّٰہِ شَطَطًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّا ظَنَنَّاۤ اَنۡ
لَّنۡ تَقُوۡلَ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ
کَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ مِّنَ
الۡجِنِّ فَزَادُوۡہُمۡ رَہَقًا
ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا
ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا ۙ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Katakanlah: “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya serombongan
jin mendengarkan Al-Quran, lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengar Al-Quran yang menakjubkan. Al-Quran itu memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kami telah beriman kepadanya. Dan kami tidak akan pernah
menyekutukan seseorang dengan Tuhan kami. Dan sesungguhnya Maha Luhur Keagungan Tuhan kami, Dia sekali-kali tidak beristri dan tidak
pula beranak, dan sesungguhnya orang-orang bodoh di antara kami berkata
dusta berlebihan terhadap Allah, dan
sesungguhnya kami menyangka ins (manusia) dan jin tidak akan pernah mengatakan perkataan
dusta terhadap Allah, dan sesungguhnya ada beberapa orang dari ins (manusia) yang me-minta perlindungan kepada beberapa
orang dari jin maka menambah
ke-sombongan mereka, Dan sesungguhnya mereka
menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa Allah
tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul, (Al-Jin
[72]:1-8).
Rombongan Jin Bukan Golongan “Makhluk Halus”
Melainkan
Segolongan Ahli Kitab
Karena kata rijāl hanya dipakai
mengenai manusia, ayat ini
menunjukkan bahwa “serombongan jin”
yang tersebut dalam ayat ini dan dalam Surah Al-Ahqāf ayat 31 itu adalah manusia
dan bukan suatu jenis makhluk lain
mana pun yang disebut jin.
Kata Arab jin di sini, dapat berarti “orang-orang besar dan berpengaruh”, dan ins adalah “orang-orang rendah dan hina” -- atau "golongan kapitalisme dan penganut sosialisme (golongan proletar); "pemimpin kaum dan para pengikutnya"; "pemimpin politik dan para pendukungnya" dll -- yang dengan mengikuti golongan jin dan mencari lindungan mereka itu, meningkatkan kesombongan dan keangkuhan mereka (golongan jin).
Kata Arab jin di sini, dapat berarti “orang-orang besar dan berpengaruh”, dan ins adalah “orang-orang rendah dan hina” -- atau "golongan kapitalisme dan penganut sosialisme (golongan proletar); "pemimpin kaum dan para pengikutnya"; "pemimpin politik dan para pendukungnya" dll -- yang dengan mengikuti golongan jin dan mencari lindungan mereka itu, meningkatkan kesombongan dan keangkuhan mereka (golongan jin).
Rombongan Ahli Kitab tersebut di dalam QS.46:31 dan QS.72:2 disebut jin
karena mereka bertemu dan
berdialog dengan Nabi Besar Muhammad saw. secara sembunyi-sembunyi pada malam
hari di luar kota Makkah karena
mereka takut mendapat penentangan
dari para pemuka kaum Quraisy.
Bukti bahwa mereka itu adalah golongan Ahli Kitab, karena mereka telah menyebut
Al-Quran sebagai “Kitab yang diturunkan setelah Musa” (QS.46:31), sedangkan dalam
QS.71:2-6 mereka mencela kaumnya yang
telah mempertuhankan seseorang manusia dan mempersekutukannya dengan Allah Swt.. Jadi, rombongan "jin" tersebut adalah adalah orang-orang Yahudi atau orang-orang
Kristen yang berpegang teguh pada Tauhid
Ilahi.
Kalimat وَّ اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا
ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا ۙ -- dan sesungguhnya mereka
menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa Allah
tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul“ (QS.72:8), menjelaskan bahwa semenjak zaman Nabi
Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak
mempercayai lagi kedatangan rasul
mana pun sesudah beliau (QS.40:35), namun dalam kenyataannya Allah Swt.
mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. kepada mereka dan juga
mengutus Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:88-89), tetapi semua rasul Allah Swt.
selalu mendapat penentangan dari mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا
مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا
عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ
اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ
اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ فَفَرِیۡقًا
کَذَّبۡتُمۡ ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ
لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ
فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا
مَعَہُمۡ ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا
عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya, Kami
berikan kepada Isa Ibnu Maryam
Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu kamu berlaku
takabur, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian
lainnya kamu bunuh? Dan mereka berkata: ”Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan
Allāh telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka maka sedikit
sekali apa yang mereka imani. Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni Al-Quran dari Allah menggenapi
apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum
itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir,
tetapi tatkala datang kepada mereka apa
yang mereka kenali itu lalu mereka kafir kepadanya
maka laknat Allah atas
orang-orang kafir. (Al-Baqarah [2]:88-90).
Jadi,
betapa buruknya faham sesat Lā
nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi
sesudahnya) yang “diwariskan” dari zaman
ke zaman oleh kaum-kaum purbakala yang
menjadi penentang para rasul
Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman ini terhadap Rasul Akhir Zaman atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.61:10;
QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Seakan-akan Telah Saling
Mewasiyatkan
Itulah
sebabnya dari zaman ke zaman itikad sesat Lā
nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi
sesudahnya) dan cara-cara penentangan
terhadap para rasul Allah pun
memiliki persamaan, seakan-akan para
penentang rasul Allah tersebut telah
saling mewasiatkan perbuatan buruk dan itikad sesat tersebut itu,
firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾
اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata, “Dia tukang sihir atau orang
gila!” Adakah mereka saling
mewasiyatkan mengenai hal itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:54-55).
Begitu mencoloknya persamaan tuduhan-tuduhan keji yang dilancarkan
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih
rabbani lainnya (para rasul Allah) oleh
para penentang mereka
sepanjang masa, sehingga seakan-akan orang-orang
kafir di setiap abad dan zaman mewasiyatkan
tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada generasi selanjutnya supaya terus
melancarkan lagi tuduhan-tuduhan keji
tersebut kepada rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada mereka, termasuk di Akhir Zaman ini (QS.7:35-37).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar