بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Ash-Shāffāt
Bab 95
Saling Mewasiyatkan Itikad Sesat Lā
Nabiyya Ba’dahu (Tidak Ada lagi nabi
Sesudahnya) dan Cara-cara Penentangan Terhadap
Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu (tidak aka nada lagi
nabi sesudahnya) di kalangan golongan Ahli
Kitab, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ قُلۡ اُوۡحِیَ
اِلَیَّ اَنَّہُ اسۡتَمَعَ
نَفَرٌ مِّنَ الۡجِنِّ فَقَالُوۡۤا
اِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡاٰنًا عَجَبًا
ۙ﴿﴾ یَّہۡدِیۡۤ اِلَی لرُّشۡدِ فَاٰمَنَّا بِہٖ ؕ وَ لَنۡ
نُّشۡرِکَ بِرَبِّنَاۤ اَحَدًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ تَعٰلٰی جَدُّ
رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَۃً وَّ لَا وَلَدًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ
کَانَ یَقُوۡلُ سَفِیۡہُنَا عَلَی اللّٰہِ شَطَطًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّا ظَنَنَّاۤ اَنۡ
لَّنۡ تَقُوۡلَ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہٗ
کَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الۡجِنِّ
فَزَادُوۡہُمۡ رَہَقًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ
لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا
ۙ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Katakanlah: “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya serombongan
jin mendengarkan Al-Quran,
lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengar Al-Quran yang menakjubkan. Al-Quran itu memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kami telah beriman kepadanya. Dan kami tidak akan pernah
menyekutukan sese-orang dengan Tuhan kami. Dan sesungguhnya Maha Luhur Keagungan Tuhan kami, Dia
sekali-kali tidak beristri dan tidak pula beranak, dan sesungguhnya orang-orang bodoh di antara kami berkata
dusta berlebihan terhadap Allah, dan
sesungguhnya kami menyangka ins (manusia) dan jin tidak akan pernah mengatakan perkataan dusta terhadap Allah, dan sesungguhnya ada beberapa orang dari ins (manusia) yang meminta perlindungan kepada beberapa
orang dari jin maka menambah kesombongan mereka, Dan
sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana
kamu juga menyangka bahwa Allah tidak akan pernah membangkitkan
seorang rasul, (Al-Jin [72]:1-8).
Kalimat وَّ
اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ
لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا ۙ
-- “dan sesungguhnya
mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa Allah
tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul“ (QS.72:8) menjelaskan
bahwa semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang
Yahudi tidak mempercayai kedatangan
rasul mana pun sesudah beliau, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ شَکٍّ
مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی
اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ
ہُوَ مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ
کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ
یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf
sebelum ini dengan bukti-bukti yang
nyata, tetapi kamu selalu dalam
keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati kamu berkata: “Allah tidak akan pernah mengutus
seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan barangsiapa yang melampaui batas, yang
ragu-ragu. Yaitu orang-orang
yang bertengkar mengenai Tanda-tanda Allah
tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di
sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap hati orang
sombong lagi sewenang-senang. (Al-Mu’mīn
[40]:35-36).
Namun dalam kenyataannya setelah Nabi Yusuf a.s. wafat lalu Allah Swt. di Mesir mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun
a.s. kepada mereka, dan setelah Bani Israil keluar dari Mesir dan memasuki
“Kanaan” – “negeri yang dijanjikan” kepada mereka” Allah Swt. terus
menerus mengutus para rasul Allah
di kalangan Bani Israil dan juga mengutus Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s., namun demikian semua rasul
Allah tersebut selalu mendapat penentangan dari mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا
مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا
عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ
اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ
اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ فَفَرِیۡقًا
کَذَّبۡتُمۡ ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ
لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ
فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا
مَعَہُمۡ ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا
عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di
belakangnya, Kami
berikan kepada Isa Ibnu Maryam
Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu kamu berlaku
takabur, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian
lainnya kamu bunuh? Dan mereka berkata: ”Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan
Allāh telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka maka sedikit
sekali apa yang mereka imani. Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni Al-Quran dari Allah menggenapi
apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum
itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir,
tetapi tatkala datang kepada mereka apa
yang mereka kenali itu lalu mereka kafir kepadanya
maka laknat Allah atas
orang-orang kafir. (Al-Baqarah [2]:88-90).
Jadi, betapa buruknya
faham sesat Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya) yang “diwariskan” dari zaman ke zaman oleh kaum-kaum
purbakala yang menjadi penentang
para rasul Allah yang
dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman ini terhadap Rasul
Akhir Zaman atau misal Isa Ibnu
Maryam a.s. (QS.61:10; QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Seakan-akan Telah Saling
Mewasiyatkan
Itulah
sebabnya dari zaman ke zaman itikad sesat Lā
nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi
sesudahnya) dan cara-cara penentangan
terhadap para rasul Allah pun
memiliki persamaan, seakan-akan para
penentang rasul Allah tersebut telah
saling mewasiatkan perbuatan buruk dan itikad sesat tersebut itu,
firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾
اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata, “Dia tukang sihir atau orang
gila!” Adakah mereka saling
mewasiyatkan mengenai hal itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:54-55).
Begitu mencoloknya persamaan tuduhan-tuduhan keji yang dilancarkan
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih
rabbani lainnya (para rasul Allah) oleh
para penentang mereka
sepanjang masa, sehingga seakan-akan orang-orang
kafir di setiap abad dan zaman mewasiyatkan
tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada generasi selanjutnya supaya terus
melancarkan lagi tuduhan-tuduhan keji
tersebut kepada rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada mereka, termasuk di Akhir Zaman ini
(QS.7:35-37).
Kenyataan tersebut merupakan
salah satu bukti benarnya firman Allah Swt. berikut ini mengenai misal orang-orang kafir dan dua misal
orang-orang yang beriman, firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka
mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu berdua
ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai misal bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga,
dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang zalim, Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami
meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia
menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(At-Tahrīm
[66]:11-13).
“Darah Kotor”
dan “Bayi” Keluar dari Rahim yang Sama
Dalam salah satu Bab sebelum ini telah
dijelaskan salah satu hikmah mengapa orang-orang yang kafir kepada rasul Allah dimisalkan dengan “istri-istri durhaka” Nabi Nuh a.s.
dan Nabi Luth a.s., yaitu
sebagaimana halnya rahim jasmani perempuan yang
tidak dibuahi hanya akan melahirkan (mengeluarkan) “darah kotor (darah haid).
Demikian pula rahim hati orang-orang kafir
yang mendustakan rasul Allah pun tidak akan
pernah mengalami “kehamilan dan kelahiran” akhlak
dan ruhani yang baik -- seperti
orang-orang beriman kepada rasul Allah yang dimisalnya “istri Fir’aun” dan “Maryam binti ‘Imran” yang mengalami kehamilan dan melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – melainkan mereka akan mengalami kehamilan dan kelahiran berbagai macam akhlak buruk seperti “darah kotor” (darah haid) yang dikeluarkan rahim-rahim perempuan yang tidak pernah
mengalami pembuahan oleh suaminya.
Benarlah firman Allah Swt. berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai keburukan akhlak para penentang beliau saw., khususnya Walid bin Mughirah dan Abu Jahal cs, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ نٓ وَ الۡقَلَمِ وَ مَا یَسۡطُرُوۡنَ ۙ﴿﴾ مَاۤ اَنۡتَ
بِنِعۡمَۃِ رَبِّکَ بِمَجۡنُوۡنٍ ۚ﴿﴾ وَ
اِنَّ لَکَ لَاَجۡرًا غَیۡرَ مَمۡنُوۡنٍ ۚ﴿﴾ وَ
اِنَّکَ لَعَلٰی خُلُقٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ فَسَتُبۡصِرُ وَ یُبۡصِرُوۡنَ ۙ﴿﴾ بِاَىیِّکُمُ الۡمَفۡتُوۡنُ ﴿﴾ اِنَّ
رَبَّکَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ۪ وَ ہُوَ
اَعۡلَمُ بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾ فَلَا تُطِعِ الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ وَدُّوۡا
لَوۡ تُدۡہِنُ فَیُدۡہِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا
تُطِعۡ کُلَّ حَلَّافٍ مَّہِیۡنٍ
﴿ۙ﴾ ہَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ مَّنَّاعٍ لِّلۡخَیۡرِ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عُتُلٍّۭ
بَعۡدَ ذٰلِکَ زَنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اَنۡ
کَانَ ذَا مَالٍ وَّ بَنِیۡنَ ﴿ؕ﴾ اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ
اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ سَنَسِمُہٗ
عَلَی الۡخُرۡطُوۡمِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi tempat
tinta dan pena dan apa yang mereka tulis. Dengan nikmat
Tuhan engkau, engkau sekali-kali bukanlah orang
gila. Dan sesungguhnya bagi engkau benar-benar ada ganjaran tanpa
putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak yang agung. Maka engkau
akan segera melihat, dan mereka pun
akan melihat, siapa
di antara kamu yang sesat. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia-lah Yang mengetahui siapa
yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Yang
mengetahui mereka yang mendapat
petunjuk. Maka janganlah engkau mengikuti mereka yang mendustakan. Mereka menginginkan engkau bersikap lunak, supaya mereka
pun bersikap lunak. Janganlah
engkau ikuti setiap orang yang banyak
bersumpah lagi hina. Pengumpat
yang kian kemari menyebar fitnah, Penghalang bagi kebaikan, pelampau batas, bergelimang dosa, berbudi
kasar dan selain dari itu terkenal
kejahatannya, karena ia memiliki
harta dan anak-anak.
Apabila dibacakan kepada-nya Ayat-ayat
Kami, ia berkata: “Al-Quran dongeng-dongeng
orang-orang dahulu!” Kami segera menandainya
pada belalainya (Al-Qalam [68]:1-16).
Kesempurnaan
Akhlak dan Ruhani
Nabi Besar
Muhammad Saw.
Dalam ayat 2 tempat tinta dan pena
serta semua sarana tulis-menulis
disebutkan sebagai bukti guna mendukung serta membenarkan pernyataan yang
dibuat pada tiga ayat berikutnya mengenai kesempurnaan
akhlak dan ruhani Nabi Besar
Muhammad saw. serta putra-putra ruhani
beliau beliau saw. yang bersama beliau saw. serta yang akan lahir setelah beliau saw. di setiap
abad dan juga di Akhir Zaman ini
(QS.62:3-5).
Ayat tiga berarti bahwa
dengan ujian pengetahuan dan penalaran apa pun dakwa Nabi Besar Muhammad saw. diselidiki
maka beliau saw. akan terbukti bukan
orang yang dihinggapi penyakit gila
seperti dituduhkan oleh orang-orang kafir, melainkan beliau
saw. benar-benar orang
yang berakal sangat sehat dan
sangat bijaksana. Ayat berikutnya
memberikan alasan-alasan mengapa tuduhan
itu bukan saja tanpa dasar apa pun
tetapi juga amat bodoh dan khayali.
Ayat 4 bersama ayat berikutnya, dengan ampuh sekali
membukakan serta menampakkan kejanggalan tuduhan
bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah menjadi gila. Ayat ini bermaksud mengatakan bahwa perbuatan orang gila tidak membuahkan hasil kekal abadi lagi berguna,
tetapi beliau saw. sangat
berhasil menyempurnakan tujuan dan tugas Ilahi dan dalam menciptakan suatu revolusi yang menakjubkan dalam
kehidupan kaum beliau saw.yang sudah merosot dan rendah derajatnya.
Bahkan, revolusi akhlak dan
ruhani tersebut tidak berakhir
dengan wafat beliau saw., karena
apabila pengikut-pengikut beliau saw.
menyimpang dari jalan lurus di masa yang akan datang, maka Allah Swt. akan membangkitkan di antara mereka putra-putra
ruhani terbaik beliau saw. yaitu mujaddid-mujaddid yang akan memperbaharui mereka dan akan meresapkan
ke dalam diri mereka kehidupan baru.
Dan peristiwa ini akan berlangsung terus hingga Akhir Zaman berupa pengutusan misal
Isa Ibnu Maryam a.s. atau Rasul Akhir
Zaman (QS.43:58; QS.61:10;
QS.62:3-5).
Ayat 5 merupakan ulasan lebih lanjut mengenai kejanggalan yang dituduhkan kepada Nabi
Besar Muhammad saw. seakan-akan beliau saw. gila.
Menurut ayat ini Nabi Besar Muhammad
saw. bukan saja tidak sakit
jiwa bahkan beliau saw. adalah yang paling mulia dan paling
sempurna di antara umat manusia dan yang memiliki segala kesempurnaan akhlak dalam ukuran
sepenuhnya, kesemua sifat itu
bersama-sama membuat sang pemiliknya
itu jadi gambaran sempurna Khāliqnya:
وَ
اِنَّکَ لَعَلٰی خُلُقٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾
“Dan sesungguhnya engkau
benar-benar memiliki akhlak yang agung.“
Nabi Besar Muhammad saw. adalah perwujudan segala nilai akhlak baik yang bisa dimiliki manusia. Segala nilai akhlak
tinggi berpadu pada pribadi beliau saw. dalam suatu keseluruhan yang
sempurna lagi serasi. Siti ‘Aisyah r.a., istri beliau saw. yang sangat
berbakat, ketika pada sekali peristiwa diminta menerangkan peri keadaan akhlak
beliau saw. berkata:
“Beliau
memiliki segala keagungan akhlak
yang disebut dalam Al-Quran sebagai
ciri-ciri istimewa seorang hamba Allah
yang sejati” (Bukhari).
Kelahiran Akhlak yang Sangat
Buruk
Ayat 6-7
mengembalikan tuduhan itu ke alamat penuduh-penuduh Nabi Besar Muhammad saw. dan mengatakan kepada
mereka dengan kata-kata bernadakan tantangan,
bahwa waktu akan membuktikan nanti, apakah beliau saw. ataukah mereka sendiri
yang menderita sakit ingatan atau sesat,
atau apakah pengakuan beliau saw. jadi
Rasul Allah itu merupakan igauan otak yang panas, ataukah mereka
sendirilah yang berotak miring
sehingga tidak dapat mengenali pertanda
zaman dan dengan demikian menolak
beriman kepada beliau:
فَسَتُبۡصِرُ
وَ یُبۡصِرُوۡنَ ۙ﴿﴾ بِاَىیِّکُمُ الۡمَفۡتُوۡنُ ﴿﴾ اِنَّ رَبَّکَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ
سَبِیۡلِہٖ ۪ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ
بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾
“Maka engkau akan segera melihat, dan mereka pun akan melihat, siapa di antara kamu yang sesat. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia-lah Yang mengetahui siapa
yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Yang
mengetahui mereka yang mendapat
petunjuk.“ (QS.68:6-8).
Ayat 10 وَدُّوۡا لَوۡ تُدۡہِنُ
فَیُدۡہِنُوۡنَ -- “Mereka
menginginkan engkau bersikap lunak, supaya mereka pun bersikap lunak” -- mungkin
mempunyai kaitan istimewa dengan tawaran-tawaran
yang diajukan para pemuka kaum Quraisy
Mekkah kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk memalingkan beliau saw. dari maksud dan tujuan beliau saw. yang terarah itu, atau mungkin ayat ini mempunyai penerapan umum sebab kebenaran itu kokoh-kuat laksana batu
karang, sedang kepalsuan itu tidak
punya tempat berpijak dan rebah oleh tekanan serta godaan dan mudah mengadakan
kompromi-kompromi:
Isyarat dalam ayat 9-16 mungkin secara khusus tertuju kepada Khalid bin Mughirah atau Abu Jahal, atau kepada setiap tokoh kepalsuan di setiap zaman kedatangan para rasul Allah yang keburukan akhlaknya dijelaskan dalam ayat-ayat selanjutnya:
فَلَا تُطِعِ
الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ وَدُّوۡا لَوۡ
تُدۡہِنُ فَیُدۡہِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا
تُطِعۡ کُلَّ حَلَّافٍ مَّہِیۡنٍ
﴿ۙ﴾ ہَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ مَّنَّاعٍ لِّلۡخَیۡرِ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عُتُلٍّۭ
بَعۡدَ ذٰلِکَ زَنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اَنۡ
کَانَ ذَا مَالٍ وَّ بَنِیۡنَ ﴿ؕ﴾ اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ
اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ سَنَسِمُہٗ
عَلَی الۡخُرۡطُوۡمِ ﴿﴾
Maka
janganlah engkau mengikuti mereka yang
mendustakan. Mereka menginginkan engkau
bersikap lunak, supaya mereka pun bersikap lunak. Janganlah engkau ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Pengumpat
yang kian kemari menyebar fitnah, Penghalang bagi kebaikan, pelampau batas, bergelimang dosa, berbudi
kasar dan selain dari itu terkenal
kejahatannya, karena ia memiliki
harta dan anak-anak.
Apabila dibacakan kepada-nya Ayat-ayat Kami, ia berkata: “Al-Quran
dongeng-dongeng orang-orang dahulu!”
Kami segera menandainya pada belalainya.
(Al-Qalam [68]:8-16).
Semua dosa, kejahatan, dan
perlawanan terhadap kebenaran yang
dibawa rasul Allah timbul dari kecongkakan atau kebanggaan semu dan
merupakan penyakit akhlak orang yang
berusaha mengeruk harta kekayaan besar dengan cara-cara tidak jujur, dan menggunakan kekuasaan serta pengaruh
yang besar. Atau, ayat 15 ini dapat juga
berarti bahwa orang rendah budi dan keji, jangan dihargai dan dihormati hanya
karena kebetulan memiliki harta dan pengaruh. Ayat “Menandainya pada
belalai” itu suatu pemeo untuk menghinakan orang.
Kehamilan dan Kelahiran Akhlak dan Ruhani Terpuji
Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. mengenai pentingnya mengikuti sepenuhnya suri
teladan terbaik Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22) agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dianugerahi nikmat-nikmat keruhanian oleh Allah Swt., firman-Nya:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ
تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah
maka ikutilah aku, Allah
pun akan mencintai kamu dan akan
mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Katakanlah: ”Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika
mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Āli
‘Imran [3]:32-33).
Firman
Allah Swt. tersebut dengan tegas menyatakan bahwa tujuan memperoleh kecintaan Ilahi sekarang tidak mungkin
terlaksana kecuali dengan mengikuti Nabi
Besar Muhammad saw., ada pun bentuk-bentuk kecintaan Allah Swt.
tersebut adalah berupa dianugerahkannya empat macam (tingkatan) nikmat ruhani, yaitu nabi, shiddiq, syahid dan
shalih,firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang Allah
memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka
itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Tidak ada nabi
lain menyamai Nabi Besar Muhammad saw. dalam
perolehan nikmat-nikmat keruhanian
ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan:
“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah
orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan
mereka” (QS.57: 20).
Jadi, itulah makna “kelahiran ruhani” dari tingkat ruhani Maryam binti ‘Imran yang
kemudian mengandung (hamil) dan melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa
melalui “pembuahan ruhani” seorang laki-laki (guru jsmani), melainkan semata-mata melalui “tiupan Ruh” dari Allah Swt., yakni penganugerahan wahyu
Ilahi, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ
الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami
meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia
menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(At-Tahrīm
[66]:11-13).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar