Rabu, 10 April 2013

Saling Mewasiyatkan Itikad Sesat "Laa Nabiyya Ba'dahu" (Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya) dan Cara-cara penentangan Trehadap Rasul Allah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 95


  Saling Mewasiyatkan Itikad Sesat  Lā Nabiyya Ba’dahu  (Tidak Ada lagi nabi Sesudahnya) dan Cara-cara Penentangan Terhadap Rasul Allah

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  bagian akhir Bab  sebelumnya  telah dikemukakan  itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu (tidak aka nada lagi nabi sesudahnya) di kalangan golongan Ahli Kitab, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾  قُلۡ  اُوۡحِیَ  اِلَیَّ  اَنَّہُ  اسۡتَمَعَ  نَفَرٌ مِّنَ الۡجِنِّ فَقَالُوۡۤا  اِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡاٰنًا عَجَبًا  ۙ﴿﴾   یَّہۡدِیۡۤ  اِلَی لرُّشۡدِ فَاٰمَنَّا بِہٖ ؕ وَ لَنۡ نُّشۡرِکَ بِرَبِّنَاۤ   اَحَدًا ۙ﴿﴾   وَّ اَنَّہٗ  تَعٰلٰی جَدُّ  رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَۃً وَّ لَا وَلَدًا ۙ﴿﴾  وَّ اَنَّہٗ  کَانَ یَقُوۡلُ سَفِیۡہُنَا عَلَی اللّٰہِ شَطَطًا ۙ﴿﴾   وَّ اَنَّا ظَنَنَّاۤ  اَنۡ  لَّنۡ تَقُوۡلَ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا ۙ﴿﴾  وَّ  اَنَّہٗ کَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ  مِّنَ  الۡجِنِّ فَزَادُوۡہُمۡ  رَہَقًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Katakanlah: “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya  serombongan jin  mendengarkan Al-Quran, lalu  mereka berkata: “Sesungguhnya  kami telah mendengar Al-Quran yang  menakjubkan.  Al-Quran itu memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kami telah beriman kepadanya. Dan kami  tidak akan pernah menyekutukan sese-orang dengan Tuhan kami. Dan sesungguhnya Maha Luhur Keagungan Tuhan kami, Dia sekali-kali tidak beristri dan tidak pula beranak, dan sesungguhnya orang-orang bodoh di antara kami berkata dusta berlebihan terhadap Allah,  dan sesungguhnya kami menyangka ins (manusia) dan jin   tidak akan pernah mengatakan perkataan dusta terhadap Allah, dan sesungguhnya ada beberapa orang dari ins (manusia) yang meminta perlindungan kepada beberapa orang dari jin maka menambah kesombongan mereka, Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul,  (Al-Jin [72]:1-8).
     Kalimat وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ  -- dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul (QS.72:8) menjelaskan bahwa semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai   kedatangan rasul mana pun sesudah beliau, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ  شَکٍّ  مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ  رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿﴾  الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati  kamu berkata: “Allah tidak akan pernah mengutus  seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan  barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang bertengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewenang-senang. (Al-Mu’mīn [40]:35-36).
      Namun dalam kenyataannya setelah Nabi Yusuf a.s. wafat lalu Allah Swt.  di Mesir mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. kepada mereka, dan setelah Bani Israil keluar dari Mesir dan memasuki “Kanaan” – “negeri yang dijanjikan” kepada mereka” Allah Swt. terus menerus   mengutus para rasul Allah di kalangan Bani Israil dan juga mengutus Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., namun demikian  semua rasul Allah   tersebut selalu mendapat penentangan dari mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ  ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ ۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,   Kami  berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?   Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allāh telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani.   Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni  Al-Quran dari Allah  menggenapi apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir, tetapi tatkala  datang kepada mereka apa yang mereka  kenali itu lalu mereka kafir  kepadanya  maka laknat Allah atas orang-orang kafir. (Al-Baqarah [2]:88-90).
      Jadi, betapa  buruknya faham sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  yang “diwariskan” dari zaman ke zaman  oleh kaum-kaum purbakala  yang menjadi   penentang  para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37), termasuk di Akhir Zaman ini terhadap Rasul Akhir Zaman atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.61:10; QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..

Seakan-akan Telah Saling Mewasiyatkan

       Itulah sebabnya dari zaman ke zaman itikad sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  dan  cara-cara penentangan terhadap para rasul Allah pun memiliki persamaan, seakan-akan para penentang rasul Allah tersebut telah saling mewasiatkan perbuatan buruk dan itikad sesat  tersebut itu, firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾   اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata, “Dia tukang sihir atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiyatkan mengenai hal itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:54-55).
      Begitu mencoloknya persamaan tuduhan-tuduhan keji yang dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani lainnya (para rasul Allah) oleh  para penentang mereka sepanjang masa, sehingga seakan-akan orang-orang kafir di setiap abad dan zaman mewasiyatkan tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada generasi selanjutnya supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan keji tersebut kepada rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, termasuk di Akhir Zaman ini  (QS.7:35-37).
      Kenyataan tersebut  merupakan  salah satu bukti benarnya firman Allah Swt. berikut ini mengenai misal orang-orang kafir dan dua misal orang-orang yang beriman, firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

Darah Kotor” dan “Bayi” Keluar dari Rahim yang Sama

   Dalam salah satu Bab sebelum ini telah dijelaskan salah satu hikmah mengapa  orang-orang yang kafir kepada rasul Allah dimisalkan dengan “istri-istri durhaka” Nabi Nuh a.s. dan  Nabi Luth a.s., yaitu sebagaimana  halnya rahim jasmani  perempuan yang tidak dibuahi hanya akan melahirkan (mengeluarkan) “darah kotor (darah haid).
    Demikian pula rahim hati  orang-orang kafir yang mendustakan rasul Allah  pun tidak akan pernah mengalami “kehamilan dan kelahiran  akhlak dan ruhani yang baik -- seperti orang-orang beriman  kepada rasul Allah    yang dimisalnya “istri Fir’aun” dan “Maryam binti ‘Imran” yang mengalami kehamilan dan melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – melainkan  mereka akan mengalami kehamilan dan kelahiran  berbagai macam akhlak  buruk seperti “darah kotor” (darah haid) yang dikeluarkan rahim-rahim perempuan yang tidak pernah mengalami pembuahan  oleh suaminya.  
    Benarlah firman Allah Swt.  berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai keburukan akhlak para penentang beliau saw., khususnya Walid bin Mughirah dan Abu Jahal cs, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  نٓ  وَ الۡقَلَمِ وَ مَا یَسۡطُرُوۡنَ ۙ﴿﴾  مَاۤ  اَنۡتَ بِنِعۡمَۃِ رَبِّکَ بِمَجۡنُوۡنٍ ۚ﴿﴾   وَ  اِنَّ  لَکَ لَاَجۡرًا غَیۡرَ  مَمۡنُوۡنٍ ۚ﴿﴾   وَ  اِنَّکَ لَعَلٰی خُلُقٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾   فَسَتُبۡصِرُ وَ یُبۡصِرُوۡنَ ۙ﴿﴾   بِاَىیِّکُمُ  الۡمَفۡتُوۡنُ ﴿﴾   اِنَّ  رَبَّکَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ۪ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ  بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾   فَلَا تُطِعِ  الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾  وَدُّوۡا  لَوۡ  تُدۡہِنُ  فَیُدۡہِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَا  تُطِعۡ  کُلَّ حَلَّافٍ مَّہِیۡنٍ ﴿ۙ﴾   ہَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ  بِنَمِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   مَّنَّاعٍ  لِّلۡخَیۡرِ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  عُتُلٍّۭ  بَعۡدَ ذٰلِکَ  زَنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   اَنۡ  کَانَ  ذَا مَالٍ وَّ  بَنِیۡنَ ﴿ؕ﴾   اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ  اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  سَنَسِمُہٗ  عَلَی  الۡخُرۡطُوۡمِ ﴿﴾

Aku baca dengan  nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Demi tempat tinta dan pena dan apa yang mereka tulis.  Dengan nikmat Tuhan engkau,  engkau sekali-kali bukanlah orang gila.  Dan sesungguhnya bagi engkau benar-benar ada ganjaran tanpa putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak yang agung.  Maka engkau akan segera melihat, dan mereka pun akan melihat,  siapa di antara kamu yang sesat.  Sesungguhnya Tuhan engkau Dia-lah Yang mengetahui  siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Yang  mengetahui mereka yang mendapat petunjuk.   Maka janganlah engkau mengikuti mereka yang mendustakan.  Mereka menginginkan engkau bersikap lunak,  supaya mereka pun bersikap lunak.   Janganlah engkau ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.   Pengumpat yang kian kemari    menyebar fitnah,  Penghalang bagi kebaikan, pelampau batas, bergelimang dosa, berbudi kasar dan selain dari itu terkenal kejahatannya,  karena ia memiliki  harta dan anak-anak.  Apabila dibacakan kepada-nya Ayat-ayat Kami, ia berkata: “Al-Quran dongeng-dongeng orang-orang dahulu!” Kami segera menandainya pada belalainya  (Al-Qalam [68]:1-16).

Kesempurnaan Akhlak dan Ruhani
Nabi Besar Muhammad Saw.

  Dalam ayat 2 tempat tinta dan pena serta semua sarana tulis-menulis disebutkan sebagai bukti guna mendukung serta membenarkan pernyataan yang dibuat pada tiga ayat berikutnya mengenai kesempurnaan akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. serta putra-putra ruhani beliau  beliau saw. yang  bersama beliau saw. serta yang akan lahir setelah beliau saw. di setiap abad dan juga di Akhir Zaman ini (QS.62:3-5).
Ayat tiga berarti bahwa dengan ujian pengetahuan dan penalaran apa pun dakwa Nabi Besar Muhammad saw.   diselidiki maka beliau saw. akan terbukti bukan orang yang dihinggapi penyakit gila seperti dituduhkan  oleh orang-orang kafir, melainkan beliau saw.  benar-benar   orang yang berakal sangat sehat dan sangat bijaksana. Ayat  berikutnya  memberikan alasan-alasan mengapa tuduhan itu bukan saja tanpa dasar apa pun tetapi  juga amat bodoh dan khayali.
Ayat 4   bersama ayat berikutnya, dengan ampuh sekali membukakan serta menampakkan kejanggalan tuduhan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah menjadi gila. Ayat ini bermaksud mengatakan bahwa perbuatan orang gila tidak membuahkan hasil kekal abadi lagi berguna, tetapi beliau saw.  sangat berhasil menyempurnakan tujuan dan tugas Ilahi dan dalam menciptakan suatu revolusi yang menakjubkan dalam kehidupan kaum beliau saw.yang sudah merosot dan rendah derajatnya.
Bahkan, revolusi akhlak dan ruhani  tersebut tidak berakhir dengan wafat beliau saw., karena apabila pengikut-pengikut beliau saw. menyimpang dari jalan lurus di masa yang akan datang, maka Allah Swt. akan membangkitkan di antara mereka putra-putra ruhani terbaik  beliau saw. yaitu mujaddid-mujaddid yang akan memperbaharui mereka dan akan meresapkan ke dalam diri mereka kehidupan baru. Dan peristiwa ini akan berlangsung terus hingga Akhir Zaman berupa pengutusan misal Isa Ibnu Maryam a.s. atau Rasul Akhir Zaman   (QS.43:58; QS.61:10; QS.62:3-5).
  Ayat 5   merupakan ulasan lebih lanjut mengenai kejanggalan yang dituduhkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. seakan-akan beliau saw. gila. Menurut ayat ini Nabi Besar Muhammad saw.   bukan saja  tidak sakit jiwa bahkan  beliau saw.  adalah yang paling mulia dan paling sempurna di antara umat manusia dan yang memiliki segala kesempurnaan akhlak dalam ukuran sepenuhnya, kesemua sifat itu bersama-sama membuat sang pemiliknya itu jadi gambaran sempurna Khāliqnya:
وَ  اِنَّکَ لَعَلٰی خُلُقٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾
 Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak yang agung.  
 Nabi Besar Muhammad saw. adalah perwujudan segala nilai akhlak baik yang bisa dimiliki manusia. Segala nilai akhlak tinggi berpadu pada pribadi beliau saw. dalam suatu keseluruhan yang sempurna lagi serasi. Siti ‘Aisyah r.a., istri beliau saw. yang sangat berbakat, ketika pada sekali peristiwa diminta menerangkan peri keadaan akhlak beliau saw.  berkata:
“Beliau memiliki segala keagungan akhlak yang disebut dalam Al-Quran sebagai ciri-ciri istimewa seorang hamba Allah yang sejati” (Bukhari).

Kelahiran Akhlak yang Sangat Buruk

 Ayat 6-7 mengembalikan tuduhan itu ke alamat penuduh-penuduh  Nabi Besar Muhammad saw. dan mengatakan kepada mereka dengan kata-kata bernadakan tantangan, bahwa waktu akan membuktikan nanti, apakah beliau saw. ataukah mereka sendiri yang menderita sakit ingatan atau  sesat, atau apakah pengakuan beliau saw. jadi Rasul Allah itu merupakan igauan otak yang panas, ataukah mereka sendirilah yang berotak miring sehingga tidak dapat mengenali pertanda zaman dan dengan demikian menolak beriman kepada beliau:
فَسَتُبۡصِرُ وَ یُبۡصِرُوۡنَ ۙ﴿﴾   بِاَىیِّکُمُ  الۡمَفۡتُوۡنُ ﴿﴾   اِنَّ  رَبَّکَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ۪ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ  بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾
“Maka engkau akan segera melihat, dan mereka pun akan melihat,    siapa di antara kamu yang sesat.  Sesungguhnya Tuhan engkau Dia-lah Yang mengetahui  siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Yang  mengetahui mereka yang mendapat petunjuk.“ (QS.68:6-8).
  Ayat 10 وَدُّوۡا  لَوۡ  تُدۡہِنُ  فَیُدۡہِنُوۡنَ --  Mereka menginginkan engkau bersikap lunak, supaya mereka pun bersikap lunak” -- mungkin mempunyai kaitan istimewa dengan tawaran-tawaran yang diajukan para pemuka kaum Quraisy Mekkah kepada  Nabi Besar Muhammad saw.   untuk memalingkan beliau saw. dari maksud dan tujuan beliau saw. yang terarah itu, atau mungkin ayat ini   mempunyai penerapan umum sebab kebenaran itu kokoh-kuat laksana batu karang, sedang kepalsuan itu tidak punya tempat berpijak dan rebah oleh tekanan serta godaan dan mudah mengadakan kompromi-kompromi:
  Isyarat dalam ayat  9-16   mungkin secara khusus tertuju kepada Khalid bin Mughirah atau Abu Jahal, atau    kepada setiap tokoh kepalsuan di setiap zaman kedatangan para rasul Allah yang keburukan akhlaknya dijelaskan  dalam ayat-ayat selanjutnya:      
 فَلَا تُطِعِ  الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾  وَدُّوۡا  لَوۡ  تُدۡہِنُ  فَیُدۡہِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَا  تُطِعۡ  کُلَّ حَلَّافٍ مَّہِیۡنٍ ﴿ۙ﴾   ہَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ  بِنَمِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   مَّنَّاعٍ  لِّلۡخَیۡرِ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  عُتُلٍّۭ  بَعۡدَ ذٰلِکَ  زَنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   اَنۡ  کَانَ  ذَا مَالٍ وَّ  بَنِیۡنَ ﴿ؕ﴾   اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ  اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  سَنَسِمُہٗ  عَلَی  الۡخُرۡطُوۡمِ ﴿﴾
Maka janganlah engkau mengikuti mereka yang mendustakan. Mereka menginginkan engkau bersikap lunak,  supaya mereka pun bersikap lunak. Janganlah engkau ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.   Pengumpat yang kian kemari    menyebar fitnah,  Penghalang bagi kebaikan, pelampau batas, bergelimang dosa, berbudi kasar dan selain dari itu terkenal kejahatannya,  karena ia memiliki  harta dan anak-anak.  Apabila dibacakan kepada-nya Ayat-ayat Kami, ia berkata: “Al-Quran dongeng-dongeng orang-orang dahulu!”   Kami segera menandainya pada belalainya. (Al-Qalam [68]:8-16).
  Semua dosa, kejahatan, dan perlawanan terhadap kebenaran yang dibawa rasul Allah timbul dari kecongkakan atau kebanggaan semu dan merupakan penyakit akhlak orang yang berusaha mengeruk harta kekayaan besar dengan cara-cara tidak jujur, dan menggunakan kekuasaan serta pengaruh yang besar. Atau, ayat  15 ini dapat juga berarti bahwa orang rendah budi dan keji, jangan dihargai dan dihormati hanya karena kebetulan memiliki harta dan pengaruh. Ayat “Menandainya pada belalai” itu suatu pemeo untuk menghinakan orang.

Kehamilan dan Kelahiran Akhlak dan Ruhani Terpuji

    Jadi, kembali kepada firman Allah Swt.  mengenai pentingnya mengikuti sepenuhnya suri teladan terbaik Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22) agar  termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dianugerahi nikmat-nikmat keruhanian oleh Allah Swt., firman-Nya:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:  ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah  aku,  Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Katakanlah:   Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Āli ‘Imran [3]:32-33).
    Firman Allah Swt. tersebut dengan tegas menyatakan bahwa tujuan memperoleh kecintaan Ilahi sekarang tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw., ada pun    bentuk-bentuk kecintaan Allah Swt.   tersebut adalah berupa dianugerahkannya empat macam (tingkatan) nikmat ruhani, yaitu nabi, shiddiq, syahid dan shalih,firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
     Tidak ada nabi lain menyamai Nabi Besar Muhammad saw.  dalam perolehan nikmat-nikmat keruhanian ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan mereka” (QS.57: 20).
      Jadi, itulah makna “kelahiran ruhani” dari tingkat ruhani Maryam binti ‘Imran yang kemudian mengandung (hamil) dan melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa melalui “pembuahan ruhani” seorang laki-laki (guru jsmani),  melainkan semata-mata melalui “tiupan Ruh” dari Allah Swt.,   yakni penganugerahan  wahyu Ilahi, firman-Nya:
   وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar