بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 184
Bukti-bukti Terhindarnya Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dari “Kematian Terkutuk di Tiang Salib”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan jawaban
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) sehubungan tuntutan para pemuka agama Yahudi berkenaan dengan mukjizat yang dialami Nabi Yunus a.s., bahwa beliau pun akan mengalami hal yang sama, hanya saja peristiwa “mati
suri” yang dialami Nabi Yunus a.s. adalah berada dalam perut ikan besar selama 3
hari 3 malam di laut, sedangkan “mati
suri” (pingsan berat) yang dialami oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus
Kristus) adalah berada dalam “perut bumi”
atau “kuburan khusus” berupa sebuah rongga
(gua) yang cukup besar, yang di dalamnya
tubuh Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. -- yang sebelumnya telah dilumuri “marham
Isa” (salep Isa) guna
mempercepat kesembuhan luka-luka akibat penyiksaan
saat penyaliban lalu dibalut dengan kain kafan oleh Nicodemus dan Yusuf Arimatea – diletakkan di
dalam “kuburan” atau “perut bumi”
tersebut (Matius 27:57-61).
Mysteri “Kain Kafan” Turin
Pembungkusan dengan kain kafan putih itulah yang kemudian pada kain kafan tersebut timbul suatu reaksi kimia yang menghasilkan semacam lukisan seluruh tubuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., lengkap dengan
bekas lumuran darah segar, yang
membuktikan bahwa ketika Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. secara tergesa-gesa
diturunkan dari tiang salib
pada hari Jum’at sore beliau masih hidup,
beliau hanya mengalami “pingsan berat”
atau “mati suri”, sebagaimana yang
dialami oleh Nabi Yunus a.s. dalam perut ikan
besar. Dengan demikian benarlah jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. kepada para pemuka agama Yahudi bahwa beliau akan memperlihatkan
“mukjizat” Nabi Yunus a.s..
Gambar
tubuh dan wajah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
pada “kain kafan” yang dipakai membungkus tubuh beliau setelah
diturunkan dari tiang salib
Karena para pemuka Yahudi tidak yakin
mengenai “kematian Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. di tiang salib” (QS.4:158-159), maka mereka meminta Pilatus agar
menempatkan para penjaga “kuburan” beliau dengan alasan untuk menjaga
kebenaran perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. bahwa beliau “ia akan bangkit dari antara orang-orang
mati”:
27:57 Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga. 27:58 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat
Yesus. Pilatus memerintahkan untuk
menyerahkannya kepadanya. 27:59 Dan Yusufpun
mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang putih bersih, 27:60 lalu membaringkannya
di dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di
dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan
sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia. 27:61 Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di
situ duduk di depan kubur itu.
Kubur Yesus
dijaga
27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan,
datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama
menghadap Pilatus, 27:63 dan mereka berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si
penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.
k
27:64 Karena itu perintahkanlah
untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk
mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati,
sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." 27:65 Kata Pilatus
kepada mereka: "Ini penjaga-penjaga
bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya." 27:66 Maka pergilah
mereka dan dengan bantuan
penjaga-penjaga itu mereka memeterai
kubur itu dan menjaganya. (Matius 27:57-66).
Benarnya Firman Allah Swt. dalam
Al-Quran Mengenai Terhindarnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari “Kematian
Terkutuk di Tiang Salib”
Dengan demikian benarlah pernyataan
Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai diselamatkan-Nya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dari kematian terkutuk di tiang salib
sebagaimana yang upayakan berupa “makar buruk” yang dilakukan oleh para
pemuka agama Yahudi yang menentang pendakwaan
beliau sebagai Al-Masih
(Mesiah/Mesias), yang kedatangannya dijanjikan
kepada mereka (QS.3:46-55; Yohanes
1:19-28), firman-Nya:
وَّ
قَوۡلِہِمۡ اِنَّا قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ
ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ
شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ
اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ یَقِیۡنًۢا ﴿﴾ۙ بَلۡ رَّفَعَہُ
اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Dan karena
ucapan mereka: “Sesungguhnya kami
telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya secara
biasa dan tidak pula mematikannya
melalui penyaliban, akan tetapi ia disamarkan kepada
mereka seperti telah mati di atas salib. Dan sesungguhnya orang-orang yang
berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini, mereka tidak memiliki pengetahuan yang pasti mengenai ini
melainkan menuruti dugaan belaka
dan mereka tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya
dan Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Al-Nisa
[4]:158-159)
Mā shalabū hu artinya “mereka tidak menyebabkan kematian dia pada
tiang salib”, sebab shalab itu cara membunuh
yang terkenal. Orang berkata Shalaba al-lish-sha, yakni “ia membunuh
pencuri itu dengan memakunya pada tiang salib”. Ayat itu tidak mengingkari kenyataan
bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dipakukan ke tiang salib, tetapi menyangkal
bahwa beliau mati terkutuk di atas tiang salib itu sebagaimana yang direncanakan oleh para pemuka agama Yahudi.
Kata-kata syubbiha lahum artinya: Nabi
Isa ibnu Mryam a.s. ditampakkan kepada
orang-orang Yahudi seperti orang yang
mati disalib; atau hal kematian Nabi Isa a.s. menjadi samar atau menjadi teka-teki kepada mereka. Syubbiha 'alaihi al-amru, artinya
hal itu dibuat kalang-kabut, samar atau teka-teki kepadanya (Lane).
Ungkapan, mā qatalū hu yaqīnan,
artinya: (1) mereka tidak membunuh dia dengan nyata; (2) mereka tidak
mengubah dugaan mereka jadi keyakinan, yakni pengetahuan
mereka mengenai kematian Nabi Isa
a.s. pada tiang salib tidak demikian pastinya sampai tidak ada suatu celah keraguan pun dalam pikiran mereka bahwa
mereka benar-benar telah membunuh
beliau.
Dalam hal ini kata ganti hu dalam qatalūhu
menunjuk kepada kata benda zhann (dugaan). Orang-orang Arab berkata qatalasy-syai’a
khubran, yakni ia memperoleh pengetahuan sepenuhnya dan pasti mengenai hal
itu supaya menia-dakan segala kemungkinan untuk meragukan hal itu (Lexicon Lane, Lisan-ul-‘Arab, dan Al-Mufradat).
Pernyataan
Allah Swt. tentang kegagalan “makar buruk”
para pemuka Yahudi tersebut dan keberhasilan “makar tandingan” Allah Swt. dalam
“duel makar” melalui peristiwa pemakuan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang salib tersebut dijelaskan dalam
ayat بَلۡ
رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا -- “bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya
dan Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (QS.4:159).
Makna Kata “Rafa’a”
(Mengangkat) dan Tawaffa (Mengambil Nyawa)
Jadi, yang
dimaksud dengan kata rafa’ahullāhu ilahi -- Allah telah
mengangkat kepadanya sama sekali tidak
ada hubungan dengan pengangkatan tubuh
jasmani Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hidup-hidup ke atas langit sebelum terjadi peristiwa penyaliban sebagaimana yang secara keliru difahami,
melainkan mengisyaratkan kepada penghindaran
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari kehinaan
mengalami kematian terkutuk di tiang
salib sebagaimana yang direncakan oleh para pemuka agama Yahudi. Dengan
demikian Allah Swt. benar-benar telah mengangkat
derajat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kepada
kemuliaan kenabian yang
sebelumnya beliau dakwakan. Benarlah firman-Nya:
اِذۡ قَالَ
اللّٰہُ یٰعِیۡسٰۤی اِنِّیۡ مُتَوَفِّیۡکَ وَ رَافِعُکَ اِلَیَّ وَ مُطَہِّرُکَ
مِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ جَاعِلُ
الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡکَ فَوۡقَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ۚ
ثُمَّ اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاَحۡکُمُ
بَیۡنَکُمۡ فِیۡمَا کُنۡتُمۡ فِیۡہِ تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku
akan mewafatkan engkau secara wajar dan akan
meninggikan derajat kemuliaan engkau di sisi-Ku, akan membersihkan
engkau dari tuduhan orang-orang
yang kafir kepada engkau, dan akan
menjadikan orang-orang yang mengikuti
engkau di atas orang-orang
yang kafir hingga Hari Kiamat, kemudian kepada-Ku kamu akan dikembalikan,
lalu Aku akan menghakimi di antara kamu
mengenai apa
yang kamu senantiasa berselisih mengenainya.” (Āli ‘Imran [3]:57).
Mutawaffi diserap dari kata tawaffa.
Orang mengatakan tawaffallāhu zaidan, artinya, “Allah telah mengambil
nyawa si Zaid”, yaitu Allah telah mematikannya.
Bila Allah itu subyek dan
manusia obyek kalimat, maka tawaffa tidak mempunyai arti lain
kecuali mencabut nyawa pada waktu tidur atau mati (QS.39:43).
Ibn ‘Abbas
r.a. telah menyalin mutawaffīka
sebagai mumītuka, yaitu “Aku akan mematikan engkau” (Bukhari). Demikian pula
Zamakhsyari, seorang ahli bahasa Arab kenamaan mengatakan, “Mutawaffīka
berarti "Aku akan memelihara engkau
dari terbunuh oleh orang dan akan menganugerahkan kepada engkau kesempatan
hidup penuh yang telah ditetapkan bagi engkau dan akan mematikan engkau dengan
kematian yang wajar, tidak terbunuh” (Kasyaf).
Pada hakikatnya, para ahli kamus
Arab sepakat semuanya mengenai pokok itu bahwa kata tawaffa seperti
digunakan dalam cara tersebut tidak dapat mempunyai tafsiran lain dan tiada
satu contoh pun dari seluruh pustaka Arab yang dapat dikemukakan tentang kata
itu, bahwa kata itu telah digunakan dalam suatu arti yang lain.
Para alim dan ahli-ahli tafsir
terkemuka, seperti: (1) Ibn ‘Abbas, (2) Imam Malik, (3) Imam Bukhari, (4) Imam
Ibn Hazm, (5) Imam Ibn Qayyim, (6) Qatadah, (7) Wahhab, dan lain-lain mempunyai
pendapat yang sama (Bukhari,
bab tentang Tafsir; Bukhari,
bab tentang Bad’al Khalq; Bihar;
Al-Muhalla, Ma’ad hlm. 19; Mantsur ii; Katsir).
Kata itu dipakai pada tidak
kurang dari 25 tempat yang berlainan dalam Al-Quran dan pada tidak kurang dari
23 dari antaranya berarti mencabut nyawa
pada waktu wafat. Hanya dalam dua
tempat artinya mengambil nyawa pada waktu tidur,
tetapi di sini kata-keterangan “tidur” atau “malam” telah dibubuhkan (QS.6:61; QS.39:43).
Sabda Nabi Besar Muhammad Saw.
Kenyataan bahwa Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. telah wafat itu tidak
dapat dibantah (QS.5:117-119; QS.21:35). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda:
“Seandainya
Musa a.s. dan Isa a.s. sekarang
masih hidup, niscaya mereka akan
terpaksa mengikuti aku” (Tafsir Ibnu Katsir).
Beliau
bahkan menetapkan usia Isa a.s. 120 tahun (Kanzul- Ummal). Al-Quran
dalam sebanyak 30 ayat telah menolak kepercayaan yang bukan-bukan tentang kenaikan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan tubuh kasar ke langit dan tentang anggapan bahwa beliau masih hidup di langit.
Rafa’
mengandung makna menaikkan kedudukan
dan pangkat seseorang dan memuliakannya. Bila mengenai seseorang
yang dikatakan bahwa ia rafa’ kepada Allah Swt. maka senantiasa berarti kenaikan ruhaninya, sebab
Allah Swt. itu tidak berwujud kasar atau tidak terbatas pada suatu tempat
maka kenaikan kepada Allah Swt.
dengan wujud kasar tidak mungkin terjadi. Kata itu dipakai dalam Al-Quran
dalam arti “kenaikan secara ruhani” (QS.24:37 dan QS.35:11).
Rafa’a (kenaikan) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. disebut dalam ayat ini sebagai jawaban
atas pengakuan palsu orang-orang Yahudi bahwa beliau telah mati terkutuk di atas salib, firman-Nya: بَلۡ رَّفَعَہُ
اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا -- “bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya
dan Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (QS.4:159).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 29 Juni 2013