بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 180
Nabi Besar Muhammad Saw. Suri
Teladan Paling Sempurna bagi Para Pencinta Tauhid Ilahi
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab
177 telah dikemukakan
mengenai berpalingnya kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen) dari millat (agama) yang diwariskan
Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ya’qub a.s. kepada keturunannya. Berikut adalah firman-Nya mengenai suri teladan Nabi Ibrahim a.s. dan para Rasul Allah setelah beliau a.s.
berkenaan dengan pentingnya mendahulukan
kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada kecintaan terhadap hubungan-hubungan
kekerabatan – termasuk hubungan
dengan kedua orang tua dan anak keturunan – jika terbukti bahwa
mereka (keluarga) itu adalah orang-orang musyrik, firman-Nya:
قَدۡ
کَانَتۡ لَکُمۡ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ
فِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗ ۚ اِذۡ قَالُوۡا لِقَوۡمِہِمۡ اِنَّا بُرَءٰٓؤُا مِنۡکُمۡ وَ مِمَّا
تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ۫
کَفَرۡنَا بِکُمۡ وَ بَدَا
بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمُ الۡعَدَاوَۃُ وَ
الۡبَغۡضَآءُ اَبَدًا حَتّٰی تُؤۡمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَحۡدَہٗۤ اِلَّا قَوۡلَ
اِبۡرٰہِیۡمَ لِاَبِیۡہِ
لَاَسۡتَغۡفِرَنَّ لَکَ وَ مَاۤ اَمۡلِکُ لَکَ مِنَ اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ
رَبَّنَا عَلَیۡکَ تَوَکَّلۡنَا وَ اِلَیۡکَ اَنَبۡنَا وَ اِلَیۡکَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾ رَبَّنَا لَا
تَجۡعَلۡنَا فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا وَ اغۡفِرۡ لَنَا رَبَّنَا ۚ اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ
فِیۡہِمۡ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ
ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّ
فَاِنَّ اللّٰہَ ہُوَ
الۡغَنِیُّ الۡحَمِیۡدُ ٪﴿﴾
Sungguh bagi kamu ada contoh yang baik dalam diri
Ibrahim dan orang-orang yang besertanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami menging-kari perbuatan kamu. Dan telah nyata permusuhan serta kebencian di antara kami dan kamu
untuk selama-lamanya hingga kamu
beriman kepada Allah semata”, kecuali yang dikatakan Ibrahim kepada bapaknya: “Pasti aku akan memohonkan ampunan bagi engkau, tetapi aku sekali-kali tidak berdaya menolong
engkau sedikit pun terhadap Allah.” Ibrahim berkata, ”Hai Tuhan kami, kepada Engkau kami bertawakkal dan kepada Engkau kami tunduk serta kepada Engkau kami akan
kembali. Hai Tuhan kami, janganlah Engkau menjadikan kami ujian bagi orang-orang
kafir, dan ampunilah kami, hai
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Perkasa, Maha Bijaksana.” Sungguh bagi kamu dalam diri mereka benar-benar ada
contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah
dan Hari Kemudian. Dan barangsiapa berpaling maka sesungguhnya Allah Dia Maha Kaya, Maha
Terpuji. (Al-Mumtahanah [60]:5-7).
“Millat” (Agama) Nabi Ibrahim a.s.
Contoh mengenai Nabi Ibrahim a.s. telah disebut di sini untuk memberikan tekanan, bahwa manakala telah menjadi jelas seorang atau beberapa
orang tertentu memusuhi dan bermaksud
melenyapkan kebenaran, maka segala perhubungan persahabatan dengan
mereka harus dihentikan. Ungkapan kafarnā
bikum, yang biasanya diterjemahkan “Kami mengingkari segala yang kamu percayai”,
dapat pula diartikan “kami tidak mempunyai urusan dengan kamu.”
Ungkapan kafara bikadza berarti “ia menyatakan dirinya bersih atau bebas dari
hal demikian” (Lexicon Lane).
Sikap hanīf berkenaan dengan tauhid Ilahi yang diperagakan oleh Nabi
Ibrahim a.s. tersebut dalam Surah-surah Al-Quran yang lain disebut
“millah Ibrahim”, firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ اِبۡرٰہٖمَ اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ
اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی
الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ
لَہٗ رَبُّہٗۤ اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ اَمۡ کُنۡتُمۡ شُہَدَآءَ اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ
الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا
تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ
اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri?
Dan sungguh Kami benar-benar telah memilihnya di dunia dan
sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh. Ingatlah
ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya: “Berserah
dirilah”, ia berkata: ”Aku telah berserah diri kepada Tuhan
seluruh alam.” Dan Ibrahim
mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub seraya
berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.” Ataukah
kamu hadir saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan eng-kau dan Tuhan
bapak-bapak engkau: Ibrahim,
Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.” Itulah umat yang telah berlalu, baginya
apa yang mereka usahakan dan bagimu
apa yang kamu usahakan, dan kamu
tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:131-135).
Sejalan dengan berlalunya waktu (masa) yang panjang maka wasiyat Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi
Yaqub a.s. terhadap anak-keturunannya tersebut menganai “millat Nabi Ibrahim a.s.” tersebut
kemudian berubah sepenuhnya,
firman-Nya:
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ
نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ
مِلَّۃَ اِبۡرٰہٖمَ حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا
کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka
berkata: “Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.”
Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah
agama Ibrahim yang lurus, dan ia sekali-kali bukan dari golongan orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah
[2]:136).
Hanīf
berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Al-Mufradat); (2) orang yang
dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya;
(3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di
dalamnya (Lexicon Lane); (4)
orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab-al-Mawarid); (5) orang yang beriman kepada semua nabi
(Tafsir
Ibnu Katsir).
Berikut adalah pewarisan sempurna “millat”
(agama) -- atau “sikap beragama” yang diperagakan Nabi Ibrahim a.s. -- oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا
قِیَمًا مِّلَّۃَ اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا
ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّ صَلَاتِیۡ وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ لِلّٰہِ
رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ
وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا اَوَّلُ
الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:
“Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk
oleh Tuhan-ku kepada jalan lurus, agama yang teguh, agama (millat) Ibrahim yang lurus
dan dia bukanlah dari orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, kehidupanku, dan kematianku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk
itulah aku diperintahkan, dan akulah orang pertama yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164)
Shalat,
korban, hidup, dan mati meliputi seluruh bidang amal perbuatan manusia; dan Nabi Besar Muhammad saw. disuruh menyatakan
bahwa semua segi kehidupan di dunia
ini dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt., semua amal ibadah beliau saw. dipersembahkan
kepada Allah Swt.,
semua pengorbanan dilakukan beliau
untuk Dia; segala penghidupan dihibahkan
beliau saw. untuk berbakti
kepada-Nya, maka bila di jalan agama
beliau saw. mencari maut (kematian), itu pun guna meraih keridhaan-Nya.
Islam dan Muslim
adalah Nama yang Sejak Awal Agama Ilahi Diwahyukan
kepada Para Rasul Allah dan Nama Para Pemeluknya
Benarlah firman-Nya berikut
ini mengenai “millat” Nabi Ibrahim
a.s. dan hubungannya dengan diturunkan-Nya agama
terakhir dan tersempurna (QS.5:4)
yang diberi nama ISLAM dan penganutnya disebut
MUSLIM yang artinya “orang-orang yang sepenuhnya berserah diri”
kepada Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا وَ
اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ﴿ۚٛ﴾ وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ
حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ
حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ
ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ
وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ
ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, rukuklah
kamu, sujudlah, sembahlah Tuhan kamu, dan berbuatlah
kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan. Dan berjihadlah
kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu dalam urusan agama, ikutilah millat (agama) bapak kamu,
Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin da-hulu dan dalam Kitab ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu
dan supaya kamu menjadi saksi
atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat,
bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu maka Dia-lah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong. (Al-Hajj [22]:78-79).
Suri Teladan Terbaik Nabi Besar
Muhammad Saw.
Perlu diketahui, bahwa Nabi Besar
Muhammad saw. bukan hanya sekedar sebagai pewaris
terbesar dari millat Nabi Ibrahim
a.s., bahkan merupakan pewaris yang lebih sempurna dari millat Nabi Ibrahim a.s. sendiri, sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh Nabi
Ibrahim a.s. ketika beliau a.s. membangun kembali Baitullah (Ka’bah) bersama putra beliau a.s., Nabi Isma’il a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ اِبۡرٰہٖمُ الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا
تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ
اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ
اَنۡتَ
التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ
ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Dan ingatlah
ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan dasar-dasar yakni
pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Tuhan kami, terimalah
amal ini dari kami, sesungguhnya
Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepada Engkau, dan juga dari
antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau, perlihatkanlah
kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah
taubat kami, sesungguhnya Engkau
benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” Ya Tuhan kami, bangkitkanlah seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka,
yang mengajarkan Kitab dan hikmah kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).
Jadi. Betapa pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw. di kalangan Bani Isma’il
benar-benar bukan saja merupakan penggenapan
janji Allah Swt. kepada Nabi Musa
a.s. – bahwa silsilah kenabian
akan ndipindahkan dari Bani Israil kepada saudara mereka dari kalangan Bani
Isma’il melalui nabi yang seperti Musa (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) – tetapi
juga merupakan pengabulan doa Nabi
Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il 3000 tahun sebelumnya ketika keduanya membangun
kembali Baitullah (Ka’bah) sebagai lambang pembangunan kembali “Tauhid Ilahi” dalam bentuknya yang
paling sempurna, berupa diwahyukan-Nya agama Islam (Al-Quran) sebagai agama
dan Kitab suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4; QS.15:10; QS.33:73-74; QS.97:1-6).
Sesuai dengan hal tersebut maka Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai pengembannya atau sebagai “pemikul amanat syariat
terakhir dan tersempurna “ tersebut pun telah mengembannya atau mengamalkannya
secara sempurna sehingga tidak ada hujjah (dalil) atau helah bagi siap pun untuk melakukan protes Nabi Besar Muhammad
saw. dalam kedudukannya sebagai suri
teladan, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh bagi
kamu dalam diri Rasulullah benar-benar terdapat suri
teladan yang sebaik-baiknya yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah
dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]:22).
Berikut beberapa bukti mengenai hal
tersebut. Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., dan beliau keluar
dari ujian yang paling berat itu
dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap
gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses
dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah
memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. -- baik dalam keadaan dukacita karena
dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap
menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Pertempuran
Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak Nabi Besar Muhammad saw. yang indah,
dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara
bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau
saw., begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw.
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau saw. tanpa
gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya
berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah
dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.” Dan tatkala Mekkah jatuh (Datah Mekkah) dan seluruh
tanah Arab bertekuk lutut maka
kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak Nabi Besar Muhammad saw., beliau menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya
terhadap musuh-musuh beliau saw..
Kesaksian Orang-orang yang Dekat
Kesaksian
lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar
Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang
paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau saw., mereka
itulah yang paling mencintai beliau
saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya
(beriman) akan misi beliau, yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah
r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.; saudara sepupu yang juga menantu beliau, Ali
bin Abi Thalib r.a.; dan bekas budak beliau yang telah dimerdekakan,
Zaid bin Haritsah r.a.. Nabi Besar
Muhammad saw merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak beliau
yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada
bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. nampak dengan jelas
dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah. Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan
berperan sebagai wasit yang
menentukan nasib seluruh bangsa.
Ketika kanak-kanak Nabi Besar Muhammad saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak,
ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya
beliau saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat)
dan selaku seorang niagawan beliau saw.
terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah
dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada
beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia
memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan,
dan kekudusan beliau saw..
Sebagai
ayah, Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan
murah hati. Ketika Nabi Besar Muhammad
saw. diamanati tugas yang amat besar
dan berat -- dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak -- beliau saw. menjadi sasaran
derita aniaya dan pembuangan, namun Nabi Besar Muhammad saw. memikul
semua penderitaan itu dengan sikap agung
dan budi luhur.
Nabi Besar Muhammad saw. bertempur
sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi
kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta
menjatuhkan keputusan dalam berbagai
perkara. Nabi Besar Muhammad saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik,
dan seorang pemimpin.
“Kepala negara merangkap Penghulu Agama,
beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak
berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara
tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan
tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan
hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan
tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan
pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas
sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau
roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau
biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua
belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan
suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muhammadanism”
karya Bosworth Smith).
“Dia yang Datang Dalam Nama Tuhan” dan “Roh Kebenaran”
yang “Membawa Seluruh
Kebenaran”
Atas
dasar kenyataan tersebut menjadi sangat
layak, ketika Allah Swt. melalui Nabi Isa Ibnu Maryam, a.s. (Yesus Kristus) dalam nubuatan mengenai kedatangan
Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagai Rasul
Allah yang mengemban syariat terakhir dan tersempurna – telah menyebut
kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. dengan sebutan “Dia yang dalam dalam nama Tuhan” atau “Roh Kebenaran” yang membawa “seluruh
kebenaran” dan Allah Swt. menyebut orang-orang kafir di kalangan Bani Israil atau orang-orang Yahudi dengan sebutan "Yerusalem":
Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi
dan melempari dengan batu orang-orang
yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi
kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu
berkata: “Diberkatilah dia yang datang
dalam nama Tuhan.” (Matius 23:37:39).
Kemudian
Yesus Kristus bernubuat lagi:
Masih banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang
kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila ia datang, yaitu Roh
Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab ia tidak
akan berkata-kata dari dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya
itulah yang akan dikatakannya dan ia
akan memberitakan kepadamu hal-hal yang
akan datang. (Yohanes [16:12-13).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar