Minggu, 28 Juli 2013

Nabi Besar Muhammad Saw. "Suri Teladan" Paling Sempurna bagi Para Pecinta Tauhid Ilahi





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 180

Nabi Besar Muhammad Saw. Suri Teladan Paling Sempurna bagi Para Pencinta Tauhid Ilahi   
           
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab 177  telah  dikemukakan  mengenai  berpalingnya kaum Yahudi dan Nasrani (Kristen) dari millat (agama)   yang diwariskan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ya’qub a.s. kepada keturunannya. Berikut adalah  firman-Nya mengenai suri teladan Nabi Ibrahim a.s. dan para Rasul Allah setelah beliau a.s.  berkenaan dengan pentingnya mendahulukan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada kecintaan terhadap hubungan-hubungan kekerabatan – termasuk hubungan dengan kedua orang tua dan anak keturunan – jika terbukti bahwa mereka (keluarga) itu adalah  orang-orang musyrik, firman-Nya:
قَدۡ کَانَتۡ لَکُمۡ  اُسۡوَۃٌ  حَسَنَۃٌ  فِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗ ۚ اِذۡ  قَالُوۡا لِقَوۡمِہِمۡ  اِنَّا بُرَءٰٓؤُا مِنۡکُمۡ وَ مِمَّا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ۫  کَفَرۡنَا بِکُمۡ  وَ بَدَا بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمُ  الۡعَدَاوَۃُ وَ الۡبَغۡضَآءُ  اَبَدًا حَتّٰی تُؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَحۡدَہٗۤ  اِلَّا  قَوۡلَ  اِبۡرٰہِیۡمَ  لِاَبِیۡہِ لَاَسۡتَغۡفِرَنَّ  لَکَ وَ مَاۤ  اَمۡلِکُ لَکَ مِنَ اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ رَبَّنَا عَلَیۡکَ تَوَکَّلۡنَا وَ اِلَیۡکَ اَنَبۡنَا وَ  اِلَیۡکَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾  رَبَّنَا لَا تَجۡعَلۡنَا فِتۡنَۃً  لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ اغۡفِرۡ لَنَا رَبَّنَا ۚ اِنَّکَ  اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  لَقَدۡ کَانَ  لَکُمۡ  فِیۡہِمۡ  اُسۡوَۃٌ  حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ  یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ ؕ  وَ مَنۡ  یَّتَوَلَّ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ الۡغَنِیُّ  الۡحَمِیۡدُ ٪﴿﴾
Sungguh bagi kamu ada contoh yang baik dalam diri Ibrahim  dan orang-orang yang besertanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka:  “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami menging-kari perbuatan kamu. Dan telah nyata permusuhan serta kebencian di antara kami dan kamu untuk selama-lamanya hingga kamu beriman kepada Allah semata”, kecuali yang dikatakan Ibrahim kepada bapaknya:  “Pasti aku akan memohonkan ampunan bagi engkau, tetapi aku sekali-kali tidak berdaya menolong engkau sedikit pun terhadap Allah.” Ibrahim berkata, ”Hai Tuhan kami, kepada Engkau kami bertawakkal dan kepada Engkau kami tunduk serta kepada Engkau kami akan kembali.  Hai Tuhan kami, janganlah Engkau menjadikan kami  ujian  bagi orang-orang kafir, dan ampunilah kami, hai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  Sungguh bagi kamu dalam diri mereka benar-benar ada contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan Hari Kemudian. Dan barangsiapa berpaling  maka sesungguhnya Allah  Dia Maha Kaya, Maha Terpuji. (Al-Mumtahanah [60]:5-7).

“Millat” (Agama) Nabi Ibrahim a.s.

   Contoh mengenai Nabi Ibrahim a.s.  telah disebut di sini untuk  memberikan tekanan, bahwa manakala telah menjadi jelas seorang atau beberapa orang tertentu memusuhi dan bermaksud melenyapkan kebenaran, maka segala perhubungan persahabatan dengan mereka harus dihentikan. Ungkapan kafarnā bikum, yang biasanya diterjemahkan  Kami mengingkari segala yang kamu percayai”, dapat pula diartikan  kami tidak mempunyai urusan dengan kamu.” Ungkapan kafara bikadza berarti “ia menyatakan dirinya bersih atau bebas dari hal demikian” (Lexicon Lane).
  Sikap hanīf  berkenaan dengan tauhid Ilahi yang diperagakan oleh Nabi Ibrahim a.s.  tersebut  dalam Surah-surah Al-Quran yang lain disebut “millah Ibrahim”, firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ  اِبۡرٰہٖمَ  اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ  اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ  بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ  اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ  اَمۡ کُنۡتُمۡ  شُہَدَآءَ  اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ  قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ  وَ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ  اِسۡحٰقَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari  agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Dan  sungguh  Kami  benar-benar telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh.   Ingatlah ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya: “Berserah dirilah”, ia berkata:  Aku telah berserah diri kepada Tuhan seluruh  alam.”  Dan Ibrahim mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub  seraya  berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu,  maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.”  Ataukah  kamu hadir  saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan eng-kau dan Tuhan bapak-bapak engkau:  Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, dan hanya  kepada-Nya kami berserah  diri.”   Itulah umat yang telah berlalu, baginya apa yang mereka usahakan dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:131-135).
       Sejalan dengan berlalunya waktu (masa) yang panjang maka wasiyat Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Yaqub a.s.  terhadap anak-keturunannya tersebut menganai “millat Nabi Ibrahim a.s.” tersebut kemudian berubah sepenuhnya, firman-Nya: 
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ مِلَّۃَ  اِبۡرٰہٖمَ  حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata:  Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.” Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah agama Ibrahim  yang lurus,  dan  ia sekali-kali bukan dari golongan  orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah [2]:136).
     Hanīf berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Al-Mufradat); (2) orang yang dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya; (3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di dalamnya (Lexicon Lane); (4) orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab-al-Mawarid); (5) orang yang beriman kepada semua nabi (Tafsir Ibnu Katsir).
     Berikut adalah pewarisan sempurna “millat” (agama) -- atau “sikap beragama  yang diperagakan Nabi Ibrahim a.s.  -- oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ  اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾   قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ  لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ 
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Tuhan-ku kepada jalan lurus, agama yang teguh,  agama (millat) Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku,  kehidupanku, dan  kematianku  hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh  alam,   tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku diperintahkan,  dan akulah orang pertama  yang berserah diri.  (Al-An’ām [6]:162-164)
  Shalat, korban, hidup, dan mati meliputi seluruh bidang amal perbuatan manusia; dan  Nabi Besar Muhammad saw. disuruh menyatakan bahwa semua segi kehidupan di dunia ini dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt.,  semua amal ibadah beliau saw. dipersembahkan kepada  Allah Swt.,  semua pengorbanan dilakukan beliau untuk Dia; segala penghidupan dihibahkan beliau saw. untuk berbakti kepada-Nya, maka bila di jalan agama beliau saw. mencari maut (kematian), itu pun guna meraih keridhaan-Nya.

Islam dan Muslim   adalah Nama yang Sejak Awal Agama Ilahi Diwahyukan
kepada Para Rasul Allah dan Nama Para Pemeluknya

Benarlah firman-Nya berikut ini mengenai “millat” Nabi Ibrahim a.s. dan hubungannya dengan diturunkan-Nya agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4) yang diberi nama ISLAM dan penganutnya disebut  MUSLIM yang  artinya “orang-orang yang sepenuhnya berserah diri” kepada Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا  وَ اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ لَعَلَّکُمۡ  تُفۡلِحُوۡنَ﴿ۚٛ﴾  وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman,   rukuklah kamu, sujudlah, sembahlah Tuhan kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan.   Dan berjihadlah kamu di jalan Allah  dengan jihad  yang sebenar-benarnya, Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu dalam urusan agama,  ikutilah millat (agama) bapak kamu, Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin da-hulu dan dalam Kitab ini,  supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu  dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu  maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung  dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj [22]:78-79).

Suri Teladan Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.

     Perlu diketahui, bahwa Nabi Besar Muhammad saw. bukan hanya sekedar sebagai pewaris terbesar dari millat Nabi Ibrahim a.s., bahkan merupakan pewaris yang lebih sempurna dari millat Nabi Ibrahim a.s. sendiri, sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika beliau a.s. membangun kembali Baitullah (Ka’bah) bersama putra beliau a.s.,  Nabi Isma’il a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: Ya Tuhan kami,  terimalah   amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.”  Ya Tuhan kami, bangkitkanlah seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang mengajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Al-Baqarah [2]:128-130).
    Jadi. Betapa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan Bani Isma’il benar-benar bukan saja merupakan penggenapan janji Allah Swt. kepada Nabi Musa a.s. – bahwa silsilah kenabian akan ndipindahkan  dari Bani Israil kepada saudara mereka dari kalangan  Bani Isma’il  melalui nabi yang seperti Musa (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) – tetapi juga merupakan pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il 3000 tahun sebelumnya ketika keduanya membangun kembali Baitullah (Ka’bah) sebagai lambang pembangunan kembali “Tauhid Ilahi” dalam bentuknya yang paling sempurna, berupa diwahyukan-Nya agama Islam (Al-Quran) sebagai agama dan Kitab suci terakhir  dan tersempurna (QS.5:4; QS.15:10; QS.33:73-74; QS.97:1-6).
  Sesuai dengan hal tersebut maka Nabi Besar Muhammad saw. sebagai pengembannya atau sebagai “pemikul amanat syariat terakhir dan tersempurna “ tersebut pun telah mengembannya atau mengamalkannya secara sempurna  sehingga tidak ada hujjah (dalil) atau helah bagi siap pun untuk melakukan protes  Nabi Besar Muhammad saw. dalam kedudukannya sebagai suri teladan, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh bagi kamu dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat suri teladan yang sebaik-baiknya  yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]:22). 
   Berikut beberapa bukti mengenai hal tersebut. Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw., dan beliau keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
  Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  -- baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
  Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak  Nabi Besar Muhammad saw.  yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw.
  Ketika  Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.” Dan tatkala Mekkah jatuh (Datah Mekkah) dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak  Nabi Besar Muhammad saw., beliau menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw..

Kesaksian Orang-orang yang Dekat

  Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw.   selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya (beriman) akan misi beliau, yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.;  saudara sepupu yang juga menantu beliau, Ali bin Abi Thalib r.a.; dan bekas budak beliau yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haritsah r.a..   Nabi Besar Muhammad saw  merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
  Dalam segala segi kehidupan dan watak beliau yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.  Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa.
  Ketika kanak-kanak  Nabi Besar Muhammad saw.  penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya beliau saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
 Nabi Besar Muhammad saw.  menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
  Sebagai ayah,  Nabi Besar Muhammad saw.  penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika  Nabi Besar Muhammad saw. diamanati tugas yang amat besar dan berat -- dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak -- beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun  Nabi Besar Muhammad saw.  memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.
 Nabi Besar Muhammad saw.  bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara.  Nabi Besar Muhammad saw.  adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin.
Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muhammadanism” karya Bosworth Smith).

“Dia yang Datang Dalam Nama Tuhan” dan “Roh Kebenaran”
yang “Membawa  Seluruh Kebenaran

       Atas dasar kenyataan tersebut menjadi  sangat layak, ketika Allah Swt. melalui Nabi Isa Ibnu Maryam, a.s. (Yesus Kristus)  dalam nubuatan  mengenai kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.  --  sebagai Rasul Allah yang mengemban syariat   terakhir dan tersempurna telah menyebut kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. dengan sebutan “Dia yang dalam dalam nama Tuhan” atau “Roh Kebenaran” yang membawa “seluruh kebenaran” dan Allah Swt. menyebut  orang-orang kafir di kalangan Bani Israil  atau orang-orang Yahudi  dengan sebutan "Yerusalem":
Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang  diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di  bawah sayapnya,  tetapi kamu tidak mau.  Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan.” (Matius 23:37:39).
Kemudian Yesus Kristus bernubuat lagi:
Masih banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab ia tidak akan berkata-kata dari dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah yang akan dikatakannya dan ia akan  memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. (Yohanes [16:12-13).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  27 Juni  2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar