Sabtu, 06 Juli 2013

Pelanggaran "Janji Allah" Oleh Bani Israil Mengenai "Ajaran Tauhid" yang Diwariskan Nabi Ibrahim a.s.





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ





Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 166

Pelanggaran “Janji Allah” oleh Bani Israil Mengenai Ajaran  Tauhid yang  Diwariskan  Nabi Ibrahim a.s.

           
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah  dikemukakan mengenai  Sunnatullah dalam hal “menghidupkan” kembali agama dan umat beragama yang keadaannya sudah seperti  keadaan permukaan bumi di musim kemarau panjang, firman-Nya: 
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya  Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
     Firman Allah Swt. tersebut merupakan peringatan Allah  Swt. kepada umat Islam mengenai Sunnatullah yang tidak akan berubah, bahwa sebagaimana halnya apabila hujan dalam jangka waktu yang lama tidak turun maka permukaan bumi akan menjadi kering-kerontang akibat musim kemarau, sehingga berbagai tumbuh-tumbuhan di permukaan bumi pun akan mengering dan mati karena berbagai sumber mata air dan sungai-sungai pun pun menjadi kering atau surut permukaannya.

“Kemarau Panjang Ruhani” Menjelang Pengutusan
Nabi Besar Muhammad Saw.

   Demikian juga halnya dalam dunia keruhanian, apabila hujan ruhani  berupa wahyu Ilahi yang turun bersama dengan pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37) belum datang dan umat beragama telah jauh masanya dari masa para Rasul Allah sebelumnya maka akan terjadi  musim kemarau dalam dunia keruhanian, yang keadaannya digambarkan oleh firman Allah Swt. berikut ini:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah:  Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.”  (Ar-Rūm [30]:42-43).
      Masalah pokok dalam ayat-ayat sebelumnya (31-41) berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, Yang menciptakan, mengatur, dan membimbing segala kehidupan. Dalam ayat sekarang ini (42) umat Islam  diberi tahu, bahwa bila kegelapan menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt.  dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt, membangkitkan seorang Rasul-Nyai untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya.
      “Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster a.s, Musa a.s., dan Isa a.s. di dalam aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).

Menghidupkan “Bumi yang Mati

     Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. --  Guru umat manusia terbesar -- muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab  syariat yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan, teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan, menampakkan diri telah menjadi mapan.
   Kata-kata “daratan dan lautan” dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi; (b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau. Ayat ini berarti, bahwa semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
      Sesudah perhatian kita ditarik dua ayat sebelumnya kepada gejala alam, bila setelah mengalami masa kekeringan yang hebat, datanglah hujan yang dinanti-nantikan, dan bumi yang kering gersang mendapatkan kehidupan baru, maka dalam ayat sekarang ini kita diberitahu, bahwa rumus seperti itu bekerja dalam kebangunan ruhani suatu kaum yang akhlaknya sudah rusak.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ  ﴿ۙ﴾   مَنۡ کَفَرَ فَعَلَیۡہِ کُفۡرُہٗ ۚ وَ مَنۡ عَمِلَ صَالِحًا  فَلِاَنۡفُسِہِمۡ  یَمۡہَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah.   Barangsiapa yang kafir maka dia menanggung kekafirannya, dan barangsiapa yang beramal shalih maka mereka menyediakan faedah bagi diri mereka. (Ar-Rūm [30]:44-45).
     Jadi, sesuai dengan Sunatullah  yang berlaku di alam jasmani, demikan pula dalam dunia keruhanian (keagamaan) pun Sunnatullah  seperti itu terjadi juga, yakni jika suatu kaum yang akhlak dan  ruhaninya telah mati mereka mendapat kehidupan baru dengan perantaraan   wahyu Ilahi yang diturunkan kepada seorang nabi Allah, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu  hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
      Sehubungan dengan ayat    وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ --  “dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu  hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?” Berikut adalah  beberapa pernyataan Allah Swt. berkenaan golongan Ahli Kitab  yang membuktikan semakin kerasnya hati  mereka  pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “misal Musa” (Ulangan 18:15-20; QS.46:11) atau “Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:37-39) atau “Roh Kebenaran” (Yohanes 16:12-13), firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ ۚ وَ بَعَثۡنَا مِنۡہُمُ اثۡنَیۡ عَشَرَ نَقِیۡبًا ؕ وَ قَالَ اللّٰہُ  اِنِّیۡ مَعَکُمۡ ؕ لَئِنۡ اَقَمۡتُمُ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَیۡتُمُ الزَّکٰوۃَ  وَ اٰمَنۡتُمۡ بِرُسُلِیۡ وَ عَزَّرۡتُمُوۡہُمۡ وَ اَقۡرَضۡتُمُ اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا لَّاُکَفِّرَنَّ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ فَمَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ مِنۡکُمۡ  فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ  السَّبِیۡلِ ﴿﴾
Dan  sungguh   Allah benar-benar telah mengambil  janji  yang teguh dari Bani Israil, dan  Kami membangkitkan di antara mereka dua belas pemimpin.  Dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu jika kamu dawam mendirikan shalat, membayar zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, membantu mereka, dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan Kuhapuskan dari kamu keburukanmu, dan niscaya akan Kumasukkan kamu ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Lalu  barangsiapa di antara kamu kafir sesudah itu, maka  sungguh sesatlah ia dari jalan lurus.” (Māidah [5]:13).
      Dengan kata “dua belas pemimpin” dimaksudkan dua belas nabi Bani Israil yang datang sesudah Nabi Musa a.s.   Menurut beberapa sumber yang dimaksud adalah keduabelas “penghulu” yang telah ditunjuk oleh Nabi Musa a.s.  (Bilangan 1:5-16; 43:3-15). Lihat juga ayat Al-Quran QS.2:61.

Pelanggaran Janji oleh Bani Israil

      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pelanggaran janji yang mereka ikat dengan Allah Swt. tersebut serta perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan sebagai akibat dari pelanggaran janji tersebut:
فَبِمَا نَقۡضِہِمۡ مِّیۡثَاقَہُمۡ لَعَنّٰہُمۡ وَ جَعَلۡنَا قُلُوۡبَہُمۡ قٰسِیَۃً ۚ یُحَرِّفُوۡنَ الۡکَلِمَ عَنۡ مَّوَاضِعِہٖ ۙ وَ نَسُوۡا حَظًّا مِّمَّا ذُکِّرُوۡا بِہٖ ۚ وَ لَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰی خَآئِنَۃٍ مِّنۡہُمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ فَاعۡفُ عَنۡہُمۡ وَ اصۡفَحۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾
Tetapi karena  mereka melanggar janjinya maka Kami laknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka semakin keras, mereka mengubah-ubah perkataan-perkataan dari tempat-tempatnya, dan mereka melupakan sebagian dari apa yang dengannya mereka telah diperingatkan. Dan niscaya engkau akan melihat pengkhianatan dari mereka, kecuali sedikit dari mereka. Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan. (Māidah [5]:14).
      Ayat itu mengandung gambaran yang tepat sekali tentang  berbagai keburukan yang dilakukan kaum Yahudi setelah mereka melanggar janji yang mereka ikat dengan Allah Swt. melalui Nabi Ibrahim a.s., Nabi Ishaq a.s., Nabi Ya’qub a.s. dan Nabi Musa a.s.. (QS.2:41; QS.2:131-135; QS.7:143-152). Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai generasi penerus mereka:
وَ مِنَ الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّا نَصٰرٰۤی اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَہُمۡ فَنَسُوۡا حَظًّا مِّمَّا ذُکِّرُوۡا بِہٖ ۪ فَاَغۡرَیۡنَا بَیۡنَہُمُ الۡعَدَاوَۃَ وَ الۡبَغۡضَآءَ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ؕ وَ سَوۡفَ یُنَبِّئُہُمُ اللّٰہُ  بِمَا  کَانُوۡا یَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan juga dari orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami orang-orang Nasrani”, Kami telah mengambil perjanjian dari mereka,  tetapi mereka telah melupakan  bagian dari apa-apa yang dengannya mereka telah diperingatkan, maka Kami menimbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian hingga Hari Kiamat. Dan  Allah segera  akan  memberitahu mereka mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Māidah [5]:15).
      Rupanya yang dimaksud dengan kalimat “Kami telah mengambil perjanjian dari mereka“ hal ini merupakan suatu isyarat kepada nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mengenai diutusnya Nabi Besar Muhammad saw.  sebagai “Roh Kebenaran” yang akan mengatakan “Seluruh Kebenaran” (Yohanes 16:12-13), yang oleh pengikut-pengikut beliau sengaja diabaikan atau diberi penafsiran yang salah, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil, ingatlah  nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan penuhilah janji kamu  kepada-Ku, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepadamu  dan hanya Aku-lah yang harus kamu takuti.   Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan   menggenapi  apa yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang pertama-tama kafir terhadapnya, janganlah kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan hanya kepada Aku-lah kamu bertakwa.  Dan janganlah kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu pada-hal kamu mengetahui.   (Al-Baqarah [2]:41-48).
       “Israil” pada hata Bani (Keturunan) Israil itu nama lain dari Nabi Ya’qub a.s.,  putra Nabi Ishaq a.s.. Nama itu diberikan kepada Nabi Ya’qub a.s.  oleh Allah Swt. selang beberapa waktu kemudian dalam masa hidupnya (Kejadian 32:28). Kata Ibrani aslinya berbentuk kata majemuk  terdiri atas yasara dan ail dan berarti: (a) pangeran Tuhan, pahlawan Tuhan, atau prajurit Tuhan (Concordance by Cruden dan Hebrew-English Lexicon by W. Gesennius).  Kata israil dipakai untuk membawakan tiga arti yang berbeda:  (1) Nabi Ya’qub a.s.   sendiri (Kejadian 32:28); (2) keturunan Nabi Ya’qub a.s. (Ulangan 6:3-4); (3) tiap-tiap orang atau kaum yang bertakwa (Hebrew-English Lexicon).
      Sesudah Nabi Ibrahim a.s. “janji” itu telah diperbaharui kaum Bani Israil. “Janji” kedua ini disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran bab 20; Ulangan bab-bab 5, 18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Allah Swt.  sedang menjelma (tajalli) di Gunung Sinai, orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan bunyi nafiri dan bukit yang berasap” (Keluaran 20:18; QS.7:143-144)  yang menyertai penjelmaan (tajalli) itu, sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya:
“Hendaklah engkau sahaja berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20:19).
      Kata-kata yang sangat melanggar kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Swt.   berfirman kepada Nabi Musa a.s.  bahwa kelak tidak ada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara  Bani Israil yaitu  Bani Isma’il  (Ulangan 18:15-19; QS.46:11).

Makna Kata “Mushadiq” Berkenaan Kedudukan
Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad Saw.

     Jadi dalam ayat ini Allah Swt.  memperingatkan kaum Bani Israil bahwa Dia telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq a.s. dan anak cucunya yang isinya adalah bahwa jika  mereka berpegang dan menyempurnakan janjinya dengan Allah Swt. serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka Dia akan terus menganugerahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka, tetapi bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan terasing dari nikmat-nikmat-Nya.
    Setelah Bani Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji” lalu  Allah Swt. membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Isma’il, sesuai dengan janji Dia  sebelumnya, dan kemudian “perjanjian” itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu, yakni Nabi Besar Muhammad saw.
      Mushaddiq diserap dari shaddaqa, yang berarti: ia menganggap atau menyatakan dia atau sesuatu itu benar (Lexicon Lane). Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar” maka kata itu tidak diikuti oleh kata perangkai, atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’.  Tetapi jika dipakai arti “menggenapi” seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam (QS.2:92 dan QS.35:32). Dengan demikian  di sini kata itu berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau “menyatakan benar.” Al-Quran menggenapi nubuatan-nubuatan yang termaktub dalam Kitab-kitab Suci terdahulu, mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa Syariat dan Kitab Suci untuk seluruh dunia (QS.7:158-159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29). 
     Kapan saja Al-Quran menyatakan dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Al-Quran tidak membenarkan ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Al-Quran menyebutkan datang sebagai menggenapi nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian Al-Quran mengakui semua Kitab Wahyu yang sebelumnya  berasal dari Allah Swt.,.  tetapi Al-Quran tidak menganggap bahwa semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya, sebab bagian-bagiannya telah diubah dan banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno, sehingga  perlu datang syariat terakhir dan tersempurna -- yakni Al-Quran (QS.5:4) -- untuk menggantikan Kitab-kitab suci sebelumnya,firman-Nya:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan  yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak  mengetahui bahwa sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
      Sehubungan dengan perjanjian dalam QS.2:41-48 tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pengutusan Nabi Besar Muhamad saw. sebagai nur (cahaya) dari Allah Swt. yang menggenapi nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab suci sebelumnya: 
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ کَثِیۡرًا مِّمَّا کُنۡتُمۡ تُخۡفُوۡنَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ یَعۡفُوۡا عَنۡ کَثِیۡرٍ ۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ﴾  یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ  وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ  اِلٰی  صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab,  sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan kepadamu banyak dari apa yang  senantiasa kamu  sembunyikan dari Kitab itu, dan ia memaafkan banyak dari kesalahanmu. Sungguh telah datang kepada kamu Nur dari Allah dan Kitab yang menerangi. Dengan itu Allah memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya pada jalan-jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya, dan memberi mereka petunjuk kepada jalan lurus. (Māidah [5]:16-17).
      Yang dimaksud dengan Nur (cahaya) adalah Nabi Besar Muhammad saw., dalam  QS.33:46-47 beliau saw. disebut sebagai “siraajan-muniiran -- matahari yang memancarkan cahaya”.

Celaan Keras Allah Swt.  Kepada  yang
“Mempertuhankan Manusia” 

     Mengenai pentingnya kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. dan wahyu Al-Quran – sebagai Rasul Allah dan Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4; QS.3:20 & 86) --   Allah Swt. berfirman mengenai penyimpangan Tauhid  yang terjadi di kalangan Bani Israil:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾  اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾  ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzair  adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padahal  mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. Mereka berkehendak mema-damkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai.  Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan aga-ma yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama walau-pun orang-orang musyrik tidak menyukainya.(At-Taubah [9]:30-33).
     Sesuai dengan pernyataan Allah Swt. mengenai penyimpangan Tauhid yang biasa terjadi di kalangan Bani Israil, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
لَقَدۡ کَفَرَ الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ مَرۡیَمَ ؕ قُلۡ  فَمَنۡ یَّمۡلِکُ مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا اِنۡ اَرَادَ  اَنۡ  یُّہۡلِکَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗ وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ؕ یَخۡلُقُ مَا یَشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Sungguh benar-benar telah kafir orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah dialah Al-Masih ibnu Maryam.” Katakanlah: “Siapakah yang memiliki  kekuasaan melawan Allah, jika Dia berkehendak membinasakan Al-Masih ibnu Maryam, ibunya, dan semua orang yang ada di bumi ini?” Dan  kepunyaan   Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa pun  yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa pun yang Dia kehendaki, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Māidah [5]:18).
     Bahasa sangat pedas yang digunakan di sini dimaksud untuk membeberkan kekeliruan dan mencela akidah  mengerikan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  adalah anak Allah. Demikian pula bahasa yang sangat pedas itu digunakan dalam ayat QS.19:89-92.

“Maghdhūb” dan “Dhāllīn”

    Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai ketergelinciran kaum yang cenderung berlaku ekstrim terhadap para rasul Allah  yang diutus di kalangan mereka, yakni mendustakan dan menzalimi mereka (QS.2:89-90) sehingga Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah menyebut mereka maghdhūb (orang yang dimurkai – QS.1:7), atau sebaliknya yaitu mempertuhankan  mereka, sehingga mereka disebut dhāllīn (sesat – QS.1:7), firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  وَ النَّصٰرٰی  نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ قُلۡ فَلِمَ یُعَذِّبُکُمۡ  بِذُنُوۡبِکُمۡ ؕ بَلۡ  اَنۡتُمۡ  بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿ ﴾
Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani berkata:  Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: “Jika benar demikian mengapa Dia mengazab kamu karena dosa-dosamu? Tidak, bahkan kamu adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah Dia ciptakan.  Dia mengampuni siapa yang Dia kehen-daki dan Dia mengazab siapa yang Dia kehendaki." Dan kepunyaan  Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa pun yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya-lah  kembali segala sesuatu. (Māidah [5]:19).
       Atas dasar kenyataan yang terjadi di kalangan Bani Israil yang seperti itulah maka sesuai janji-Nya Allah Swt. memindahkan nikmat kenabian dari kalangan Bani Israil kepada Bani Isma’il, firman-Nya:
   یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang  menjelaskan syariat kepadamu  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.”  Padahal sungguh  telah datang kepadamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Māidah [5]:20).
     Jarak waktu antara Nabi Musa a.s. dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sekitar 14 abad, dan dalam masa itu beberapa orang nabi Allah telah dibangkitkan di kalangan Bani Israil (QS.2:89). Ada pun jarak waktu antara Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Nabi Besar Muhammad saw. sekitar 6 abad. Sejarah bungkam perihal apakah ada seorang nabi Allah pernah datang di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw.   dengan zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,   yang pasti ialah sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab tiada seorang nabi Allah pun datang dalam jangka waktu itu.
     Pada hakikatnya, dunia telah mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia. Beberapa pernyataan dari sumber yang diragukan (Kalbi) menyebutkan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. disusul oleh beberapa nabi, di antaranya Khalid bin Salam termasuk seorang dari antara mereka. Tetapi Nabi Besar Muhammad saw.   menurut riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau dan Nabi Isa tidak ada nabi (Bukhari).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  14 Juni  2013  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar