بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 166
Pelanggaran “Janji Allah” oleh Bani Israil
Mengenai Ajaran Tauhid yang Diwariskan Nabi Ibrahim a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan mengenai Sunnatullah
dalam hal “menghidupkan” kembali agama
dan umat beragama yang keadaannya
sudah seperti keadaan permukaan bumi di musim kemarau panjang,
firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ
الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, dan mereka
tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya Allah
menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd
[57]:17-18).
Firman Allah Swt. tersebut merupakan peringatan Allah Swt. kepada umat Islam mengenai Sunnatullah
yang tidak akan berubah, bahwa sebagaimana halnya apabila hujan dalam jangka waktu yang lama tidak turun maka permukaan bumi akan menjadi kering-kerontang akibat musim kemarau, sehingga berbagai tumbuh-tumbuhan di permukaan bumi pun
akan mengering dan mati karena berbagai sumber mata air dan sungai-sungai pun pun menjadi kering
atau surut permukaannya.
“Kemarau Panjang Ruhani”
Menjelang Pengutusan
Nabi Besar Muhammad Saw.
Demikian juga halnya dalam dunia keruhanian, apabila hujan ruhani berupa wahyu
Ilahi yang turun bersama dengan pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan
(QS.7:35-37) belum datang dan umat
beragama telah jauh masanya dari
masa para Rasul Allah sebelumnya maka
akan terjadi musim kemarau dalam dunia keruhanian,
yang keadaannya digambarkan oleh firman Allah Swt. berikut ini:
ظَہَرَ
الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی
الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan
dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka
lakukan, supaya mereka kembali dari
kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah
bagaimana buruknya akibat
bagi orang-orang sebelum ini.
Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” (Ar-Rūm [30]:42-43).
Masalah pokok dalam ayat-ayat
sebelumnya (31-41) berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha
Perkasa, Yang menciptakan, mengatur, dan membimbing segala kehidupan. Dalam
ayat sekarang ini (42) umat Islam diberi
tahu, bahwa bila kegelapan
menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan
Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt, membangkitkan seorang Rasul-Nyai untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya.
“Permulaan abad ketujuh adalah
masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah
lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat
belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada
kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster a.s, Musa
a.s., dan Isa a.s. di dalam
aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab
berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan
waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi
jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi
dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian,
keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan
mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya”
(“Emotion as the Basis of
Civilization” dan “Spirit of
Islam”).
Menghidupkan “Bumi yang Mati”
Demikianlah keadaan umat manusia
pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. -- Guru umat manusia terbesar -- muncul pada
pentas dunia, dan tatkala syariat
yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk
Al-Quran (QS.5:4), sebab syariat yang sempurna hanya dapat
diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan,
teristimewa yang dikenal sebagai akar
keburukan, menampakkan diri telah menjadi mapan.
Kata-kata “daratan dan lautan”
dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya
hanya semata-mata berdasar pada akal
serta pengalaman manusia, dan
bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi; (b) orang-orang yang
hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau. Ayat ini
berarti, bahwa semua bangsa di dunia
telah menjadi rusak sampai kepada
intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
Sesudah
perhatian kita ditarik dua ayat sebelumnya kepada gejala alam, bila setelah mengalami masa kekeringan yang hebat, datanglah hujan yang dinanti-nantikan, dan bumi yang kering gersang mendapatkan kehidupan baru, maka dalam ayat sekarang ini kita diberitahu, bahwa
rumus seperti itu bekerja dalam kebangunan ruhani suatu kaum yang akhlaknya sudah rusak. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
فَاَقِمۡ
وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا
مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ
یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿ۙ﴾ مَنۡ کَفَرَ فَعَلَیۡہِ کُفۡرُہٗ ۚ وَ
مَنۡ عَمِلَ صَالِحًا
فَلِاَنۡفُسِہِمۡ یَمۡہَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang
lurus, sebelum datang dari Allah
hari yang tidak dapat dihindarkan,
pada hari itu orang-orang
beriman dan kafir akan terpisah. Barangsiapa yang kafir maka dia menanggung
kekafirannya, dan barangsiapa yang
beramal shalih maka mereka
menyediakan faedah bagi diri mereka. (Ar-Rūm [30]:44-45).
Jadi, sesuai dengan Sunatullah yang berlaku di alam jasmani, demikan pula dalam dunia keruhanian (keagamaan) pun Sunnatullah seperti itu terjadi juga, yakni jika suatu kaum yang akhlak dan ruhaninya telah mati mereka mendapat kehidupan
baru dengan perantaraan wahyu Ilahi yang diturunkan kepada seorang
nabi Allah, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ
الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, dan mereka
tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu
supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Sehubungan
dengan ayat وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ
مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ
فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ
مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- “dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang
yang diberi kitab sebelumnya, maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka?” Berikut adalah beberapa pernyataan Allah Swt. berkenaan
golongan Ahli Kitab yang membuktikan semakin kerasnya hati mereka
pada masa pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai “misal Musa” (Ulangan 18:15-20; QS.46:11) atau
“Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:37-39) atau “Roh
Kebenaran” (Yohanes 16:12-13), firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ۚ وَ بَعَثۡنَا مِنۡہُمُ اثۡنَیۡ عَشَرَ نَقِیۡبًا ؕ وَ
قَالَ اللّٰہُ اِنِّیۡ مَعَکُمۡ ؕ لَئِنۡ
اَقَمۡتُمُ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَیۡتُمُ الزَّکٰوۃَ
وَ اٰمَنۡتُمۡ بِرُسُلِیۡ وَ عَزَّرۡتُمُوۡہُمۡ وَ اَقۡرَضۡتُمُ اللّٰہَ
قَرۡضًا حَسَنًا لَّاُکَفِّرَنَّ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّکُمۡ
جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ فَمَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
مِنۡکُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ السَّبِیۡلِ ﴿﴾
Dan sungguh
Allah benar-benar telah mengambil janji
yang teguh dari Bani Israil, dan Kami
membangkitkan di antara mereka dua belas pemimpin. Dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu jika kamu dawam mendirikan shalat,
membayar zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, membantu mereka, dan meminjamkan
kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan Kuhapuskan dari kamu keburukanmu, dan niscaya akan Kumasukkan kamu ke dalam kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Lalu barangsiapa
di antara kamu kafir sesudah itu,
maka sungguh sesatlah ia dari jalan
lurus.” (Māidah [5]:13).
Dengan
kata “dua belas pemimpin” dimaksudkan dua belas nabi Bani Israil yang datang sesudah Nabi Musa a.s. Menurut beberapa sumber yang dimaksud
adalah keduabelas “penghulu” yang
telah ditunjuk oleh Nabi Musa a.s. (Bilangan 1:5-16; 43:3-15). Lihat
juga ayat Al-Quran QS.2:61.
Pelanggaran Janji oleh Bani
Israil
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pelanggaran janji yang mereka ikat
dengan Allah Swt. tersebut serta perbuatan-perbuatan
buruk yang mereka lakukan sebagai akibat
dari pelanggaran janji tersebut:
فَبِمَا
نَقۡضِہِمۡ مِّیۡثَاقَہُمۡ لَعَنّٰہُمۡ وَ جَعَلۡنَا قُلُوۡبَہُمۡ قٰسِیَۃً ۚ
یُحَرِّفُوۡنَ الۡکَلِمَ عَنۡ مَّوَاضِعِہٖ ۙ وَ نَسُوۡا حَظًّا مِّمَّا
ذُکِّرُوۡا بِہٖ ۚ وَ لَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰی خَآئِنَۃٍ مِّنۡہُمۡ اِلَّا
قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ فَاعۡفُ عَنۡہُمۡ وَ اصۡفَحۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ
الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾
Tetapi
karena mereka melanggar janjinya maka Kami
laknat mereka, dan Kami jadikan hati
mereka semakin keras, mereka mengubah-ubah
perkataan-perkataan dari tempat-tempatnya, dan mereka melupakan sebagian dari apa yang dengannya mereka telah diperingatkan.
Dan niscaya engkau akan melihat pengkhianatan dari mereka, kecuali sedikit dari mereka. Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat
ihsan. (Māidah [5]:14).
Ayat itu mengandung gambaran yang tepat
sekali tentang berbagai keburukan yang dilakukan kaum Yahudi setelah mereka melanggar janji yang mereka ikat dengan Allah Swt. melalui Nabi Ibrahim a.s., Nabi Ishaq a.s.,
Nabi Ya’qub a.s. dan Nabi Musa a.s.. (QS.2:41; QS.2:131-135; QS.7:143-152).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai generasi
penerus mereka:
وَ مِنَ
الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّا نَصٰرٰۤی اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَہُمۡ فَنَسُوۡا حَظًّا
مِّمَّا ذُکِّرُوۡا بِہٖ ۪ فَاَغۡرَیۡنَا بَیۡنَہُمُ الۡعَدَاوَۃَ وَ
الۡبَغۡضَآءَ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ؕ وَ سَوۡفَ یُنَبِّئُہُمُ اللّٰہُ بِمَا
کَانُوۡا یَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan juga
dari orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya
kami orang-orang Nasrani”, Kami
telah mengambil perjanjian dari mereka, tetapi mereka
telah melupakan bagian dari apa-apa yang
dengannya mereka telah diperingatkan, maka Kami menimbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian hingga Hari
Kiamat. Dan Allah segera akan memberitahu mereka mengenai apa yang
senantiasa mereka kerjakan. (Māidah [5]:15).
Rupanya
yang dimaksud dengan kalimat “Kami telah mengambil perjanjian dari mereka“
hal ini merupakan suatu isyarat kepada nubuatan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mengenai diutusnya Nabi Besar Muhammad
saw. sebagai “Roh Kebenaran” yang akan mengatakan “Seluruh Kebenaran” (Yohanes
16:12-13), yang oleh pengikut-pengikut beliau sengaja diabaikan atau diberi penafsiran
yang salah, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا
بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا
لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا
تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ وَ لَا
تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ اَنۡتُمۡ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku
yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan penuhilah janji kamu
kepada-Ku, niscaya Aku
penuhi pula janji-Ku kepadamu dan hanya
Aku-lah yang harus kamu takuti. Dan berimanlah
kamu kepada apa yang telah Aku turunkan menggenapi apa yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang
pertama-tama kafir terhadapnya, janganlah
kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan hanya kepada Aku-lah kamu bertakwa. Dan janganlah kamu mencampuradukkan
yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu pada-hal kamu mengetahui. (Al-Baqarah [2]:41-48).
“Israil” pada hata Bani (Keturunan) Israil itu nama lain dari Nabi Ya’qub a.s., putra Nabi Ishaq a.s.. Nama itu diberikan kepada Nabi Ya’qub a.s. oleh Allah Swt. selang beberapa waktu
kemudian dalam masa hidupnya (Kejadian
32:28). Kata Ibrani aslinya berbentuk kata majemuk terdiri atas yasara dan ail dan
berarti: (a) pangeran Tuhan, pahlawan Tuhan, atau prajurit Tuhan (Concordance by Cruden dan Hebrew-English Lexicon by W.
Gesennius). Kata israil dipakai untuk membawakan
tiga arti yang berbeda: (1) Nabi Ya’qub
a.s. sendiri (Kejadian 32:28); (2)
keturunan Nabi Ya’qub a.s. (Ulangan
6:3-4); (3) tiap-tiap orang atau kaum yang bertakwa (Hebrew-English Lexicon).
Sesudah Nabi Ibrahim a.s. “janji” itu telah
diperbaharui kaum Bani Israil.
“Janji” kedua ini disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran bab 20; Ulangan
bab-bab 5, 18, 26). Ketika “janji” itu sedang dibuat dan keagungan Allah Swt. sedang
menjelma (tajalli) di Gunung Sinai,
orang-orang Bani Israil begitu
ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan bunyi nafiri dan bukit yang
berasap” (Keluaran 20:18; QS.7:143-144) yang menyertai penjelmaan (tajalli) itu, sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa
a.s. katanya:
“Hendaklah
engkau sahaja berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah
berfirman kepada kami, asal jangan kami mati kelak!” (Keluaran 20:19).
Kata-kata yang sangat melanggar
kesopanan itu menentukan nasib
mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa a.s. bahwa kelak tidak ada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau
sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi
demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara Bani Israil yaitu Bani
Isma’il (Ulangan 18:15-19;
QS.46:11).
Makna Kata “Mushadiq” Berkenaan Kedudukan
Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi dalam ayat ini Allah Swt. memperingatkan
kaum Bani Israil bahwa Dia telah
membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq
a.s. dan anak cucunya yang
isinya adalah bahwa jika mereka
berpegang dan menyempurnakan janjinya
dengan Allah Swt. serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka Dia akan terus menganugerahkan
rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka, tetapi
bila mereka tidak menyempurnakan
janji mereka, mereka akan terasing
dari nikmat-nikmat-Nya.
Setelah Bani
Israil nyata-nyata lalai dalam menepati “janji” lalu Allah Swt. membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Isma’il, sesuai dengan janji
Dia sebelumnya, dan kemudian
“perjanjian” itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu, yakni Nabi Besar Muhammad saw.
Mushaddiq
diserap dari shaddaqa, yang berarti: ia menganggap atau menyatakan dia
atau sesuatu itu benar (Lexicon Lane).
Jika kata itu dipakai dalam arti “menganggap hal itu benar” maka kata itu tidak
diikuti oleh kata perangkai, atau hanya diikuti oleh kata perangkai ba’. Tetapi jika dipakai arti
“menggenapi” seperti pada ayat ini, kata itu diikuti oleh kata perangkai lam
(QS.2:92 dan QS.35:32). Dengan demikian
di sini kata itu berarti “menggenapi” dan bukan “mengukuhkan” atau
“menyatakan benar.” Al-Quran menggenapi nubuatan-nubuatan yang termaktub dalam Kitab-kitab Suci terdahulu,
mengenai kedatangan seorang Nabi Pembawa
Syariat dan Kitab Suci untuk
seluruh dunia (QS.7:158-159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29).
Kapan saja Al-Quran menyatakan
dirinya sebagai mushaddiq Kitab-kitab Suci sebelumnya, Al-Quran tidak membenarkan
ajaran Kitab-kitab Suci itu, melainkan Al-Quran menyebutkan datang sebagai menggenapi nubuatan-nubuatan Kitab-kitab Suci itu. Meskipun demikian Al-Quran
mengakui semua Kitab Wahyu yang
sebelumnya berasal dari Allah Swt.,. tetapi Al-Quran tidak menganggap
bahwa semua ajaran itu sekarang benar dalam keseluruhannya, sebab
bagian-bagiannya telah diubah dan
banyak yang dimaksudkan hanya untuk masa tertentu, sekarang telah menjadi kuno,
sehingga perlu datang syariat terakhir dan tersempurna -- yakni Al-Quran (QS.5:4) -- untuk
menggantikan Kitab-kitab suci
sebelumnya,firman-Nya:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا
نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا
ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang
Kami mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami
datangkan yang lebih baik darinya atau yang
semisalnya. Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguh-nya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
Sehubungan dengan perjanjian dalam QS.2:41-48 tersebut,
selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pengutusan
Nabi Besar Muhamad saw. sebagai nur
(cahaya) dari Allah Swt. yang menggenapi nubuatan-nubuatan
dalam Kitab-kitab suci sebelumnya:
یٰۤاَہۡلَ
الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا
یُبَیِّنُ لَکُمۡ کَثِیۡرًا مِّمَّا کُنۡتُمۡ تُخۡفُوۡنَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ
یَعۡفُوۡا عَنۡ کَثِیۡرٍ ۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ
مِّنَ اللّٰہِ نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ
مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ﴾ یَّہۡدِیۡ بِہِ
اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی
النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ
اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan kepadamu banyak
dari apa yang senantiasa kamu sembunyikan dari Kitab itu, dan ia memaafkan banyak dari kesalahanmu.
Sungguh telah datang kepada kamu Nur
dari Allah dan Kitab yang
menerangi. Dengan itu Allah memberi
petunjuk orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya pada jalan-jalan keselamatan, dan mengeluarkan
mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya
dengan izin-Nya, dan memberi mereka petunjuk kepada jalan lurus.
(Māidah
[5]:16-17).
Yang dimaksud dengan Nur (cahaya) adalah Nabi Besar Muhammad
saw., dalam QS.33:46-47 beliau saw.
disebut sebagai “siraajan-muniiran -- matahari yang
memancarkan cahaya”.
Celaan Keras Allah Swt. Kepada
yang
“Mempertuhankan Manusia”
Mengenai pentingnya kedatangan
Nabi Besar Muhammad saw. dan wahyu Al-Quran – sebagai Rasul Allah dan Kitab suci
terakhir dan tersempurna (QS.5:4; QS.3:20 & 86) -- Allah Swt. berfirman mengenai penyimpangan Tauhid yang terjadi di kalangan Bani Israil:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang
Yahudi berkata: “Uzair adalah anak Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata: “Al-Masih
adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana
mereka sampai dipalingkan dari
Tauhid? Mereka telah menjadikan
ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu
juga Al-Masih ibnu Maryam,
padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa.
Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci
Dia dari apa yang mereka sekutukan. Mereka berkehendak mema-damkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai.
Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan aga-ma yang
haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama walau-pun orang-orang
musyrik tidak menyukainya.(At-Taubah [9]:30-33).
Sesuai dengan pernyataan Allah Swt.
mengenai penyimpangan Tauhid yang
biasa terjadi di kalangan Bani Israil,
selanjutnya Allah Swt. berfirman:
لَقَدۡ
کَفَرَ الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ مَرۡیَمَ ؕ
قُلۡ فَمَنۡ یَّمۡلِکُ مِنَ اللّٰہِ
شَیۡئًا اِنۡ اَرَادَ اَنۡ یُّہۡلِکَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ
اُمَّہٗ وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ
الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ؕ یَخۡلُقُ مَا یَشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی
کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Sungguh benar-benar telah kafir orang-orang
yang berkata: “Sesungguhnya Allah dialah
Al-Masih ibnu Maryam.” Katakanlah: “Siapakah
yang memiliki kekuasaan melawan Allah,
jika Dia berkehendak membinasakan
Al-Masih ibnu Maryam, ibunya, dan semua orang yang ada di bumi ini?”
Dan kepunyaan
Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa pun yang ada di antara keduanya.
Dia menciptakan apa pun yang Dia
kehendaki, dan Allah Maha kuasa atas
segala sesuatu. (Māidah [5]:18).
Bahasa sangat pedas yang digunakan di sini
dimaksud untuk membeberkan kekeliruan
dan mencela akidah mengerikan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. adalah anak Allah. Demikian pula bahasa yang sangat pedas itu digunakan
dalam ayat QS.19:89-92.
“Maghdhūb” dan “Dhāllīn”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai ketergelinciran kaum yang
cenderung berlaku ekstrim terhadap para rasul
Allah yang diutus di kalangan
mereka, yakni mendustakan dan menzalimi mereka (QS.2:89-90) sehingga
Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah menyebut mereka maghdhūb (orang yang dimurkai – QS.1:7), atau sebaliknya yaitu mempertuhankan mereka, sehingga mereka disebut dhāllīn (sesat – QS.1:7), firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ وَ النَّصٰرٰی نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ
قُلۡ فَلِمَ یُعَذِّبُکُمۡ بِذُنُوۡبِکُمۡ
ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ
یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ
الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿ ﴾
Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani berkata: ”Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: “Jika benar demikian mengapa Dia mengazab kamu karena
dosa-dosamu? Tidak, bahkan kamu
adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah Dia ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehen-daki dan Dia mengazab siapa yang Dia kehendaki." Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan
seluruh langit dan bumi dan apa pun
yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya-lah kembali segala sesuatu. (Māidah
[5]:19).
Atas dasar kenyataan yang terjadi di kalangan Bani Israil yang seperti itulah
maka sesuai janji-Nya Allah Swt.
memindahkan nikmat kenabian dari
kalangan Bani Israil kepada Bani Isma’il, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی فَتۡرَۃٍ
مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا
نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی
کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang
menjelaskan syariat
kepadamu pada masa jeda pengutusan
rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami
seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.”
Padahal sungguh telah datang kepadamu
seorang pembawa kabar gembira dan
pemberi peringatan, dan Allah Maha
kuasa atas segala sesuatu. (Māidah [5]:20).
Jarak waktu antara Nabi Musa a.s. dengan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. sekitar 14 abad,
dan dalam masa itu beberapa orang nabi
Allah telah dibangkitkan di kalangan Bani
Israil (QS.2:89). Ada pun jarak waktu antara
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan Nabi Besar Muhammad saw. sekitar 6 abad. Sejarah bungkam perihal apakah
ada seorang nabi Allah pernah datang
di salah satu negeri di antara zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
yang pasti ialah
sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab
tiada seorang nabi Allah pun
datang dalam jangka waktu itu.
Pada hakikatnya, dunia telah
mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia. Beberapa pernyataan dari
sumber yang diragukan (Kalbi) menyebutkan bahwa Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. disusul oleh
beberapa nabi, di antaranya Khalid bin Salam termasuk seorang dari
antara mereka. Tetapi Nabi Besar Muhammad saw. menurut
riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau dan Nabi Isa tidak ada nabi (Bukhari).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar