بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 172
Perang Untuk Membela Diri &
Cara Mempersiapkan Diri Menghadapi Serangan Musuh
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya
telah dikemukakan pembahasan mengenai dua kekuatan duniawi yang dihadapi oleh
Nabi Besar Muhammad saw. pada pengutusan
beliau saw. yang pertama di Makkah,
yaitu (1) Imperium Rumawi atau Byzantium, yang dipimpin oleh Kaisar
Hiraclius yang menganut agama Kristen, dan (2) Imperium
Persia yang dipimpin Kisra (Chosru) penyembah
api. Yang dikenal dengan sebutan kaum Majusi.
Pada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
yang kedua secara ruhani di Akhir
Zaman (QS.62:3-4) -- berupa
kedatangan Rasul Akhir Zaman
(QS.61:10) dengan sebutan yang berbeda-beda -- dua kekuatan besar yang dihadapi beliau saw. adalah golongan
jin dan ins (manusia), yang dapat
mengisyaratkan kepada (1) Blok Barat penganut faham Kapitalisme yang beragama Kristen, (2) Blok
Timur penganut faham Sosialisme (QS.55:34) -- yang pada awalnya mereka itu pun adalah penganut agama Kristen kemudian menjadi penganut Atheisme -- sehubungan
dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman:
سَنَفۡرُغُ لَکُمۡ اَیُّہَ
الثَّقَلٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
یٰمَعۡشَرَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ
اِنِ اسۡتَطَعۡتُمۡ اَنۡ
تَنۡفُذُوۡا مِنۡ اَقۡطَارِ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ فَانۡفُذُوۡا ؕ لَا
تَنۡفُذُوۡنَ اِلَّا بِسُلۡطٰنٍ
﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
یُرۡسَلُ عَلَیۡکُمَا شُوَاظٌ مِّنۡ نَّارٍ ۬ۙ وَّ نُحَاسٌ فَلَا تَنۡتَصِرٰنِ ﴿ۚ﴾
Segera Kami akan
menghadapi kamu, hai dua golongan yang
kuat. Maka nikmat-nikmat Tuhan kamu berdua yang
manakah yang kamu berdua dustakan?
Hai golongan jin dan ins (manusia), jika kamu memiliki kekuatan untuk menembus
batas-batas seluruh langit dan bumi maka tembuslah, namun kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan. Maka nikmat-nikmat Tuhan kamu berdua yang manakah yang kamu
berdua dustakan? Akan dikirimkan kepada kamu berdua nyala
api dan leburan tembaga, lalu kamu
berdua tidak akan dapat menolong diri sendiri. (Al-Rahmān [55]:32-36).
Izin Berperan Untuk Mempertahankan Diri
Dalam bagian akhir Bab sebelumnya karena
pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw. adalah masa diturunkannya wahyu
Al-Quran sebagai syariat terakhir
dan tersempurna (QS.5:4) oleh karena
itu untuk memelihara eksitensi agama
dan umat Islam, maka setelah
peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad
saw. terpaksa harus melakukan perang secara fisik sebagai upaya mempertahankan diri dari kezaliman
pihak lawan yang berusaha untuk menghancurkan
missi suci beliau saw., firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong
mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:40-41).
Jadi, berdasarkan ayat tersebut nampak bahwa menurut Allah Swt. dalam Al-Quran pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. dan diwahyukan-Nya agama Islam (Al-Quran) benar-benar merupakan "rahmat bagi seluruh alam" (QS.21:106-108)-- termasuk sebagai rahmat bagi para pemeluk dan tempat-tempat ibadah agama-agama selain Islam.
Dengan ayat 40 mulai diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi pengertian mengenai pentingnya pengurbanan (QS.22:35-39).
Dengan ayat 40 mulai diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi pengertian mengenai pentingnya pengurbanan (QS.22:35-39).
Ayat 40 I menerangkan dengan sangat jelas tentang pandangan Islam mengenai jihad.
Sebagaimana ayat ini menunjukkan bahwa jihad adalah berperang
untuk membela kebenaran. Tetapi di
mana Islam tidak mengizinkan perang
agresi macam apa pun maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau
agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya..
Manusia merupakan hasil karya Allah yang paling mulia. Ia adalah puncak ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Ia
adalah khalifah Allah di bumi dan raja
seluruh makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan manusia di alam raya ini. Oleh
sebab itu wajar sekali bahwa agama yang telah mengangkat manusia ke
taraf yang begitu tinggi harus pula menempatkan
jiwa manusia pada kedudukan yang
sangat penting dan suci.
Menurut Al-Quran, dari segala
sesuatu manusialah yang paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut
nyawanya merupakan perkosaan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat langka,
dan Al-Quran telah menyebutkan secara khusus (QS.5:33; QS.17:34).
Kebebasan Menyatakan Kata Hati
Tetapi menurut Islam, kebebasan menyatakan kata hati merupakan
hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa
manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya
kepada kehidupan manusia, tidak
mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang
tidak boleh diganggu, sebagai hak asasi
yang paling berharga. Untuk membela milik
mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin untuk mengangkat
senjata.
Menurut
kesepakatan di antara para ulama, ayat 40 inilah yang merupakan ayat pertama,
yang memberi izin kepada orang-orang
Muslim untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang
Muslim boleh mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya (ayat
41-42) mengemukakan alasan-alasan
yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit
jumlahnya itu — tanpa persenjataan
dan alat-alat duniawi lainnya — untuk
berperang membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah
mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan
dan kezaliman selama bertahun-tahun
di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya, dan di Madinah pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan
pertama yang dikemukakan dalam ayat ini
yaitu bahwa mereka diperlakukan
secara zalim.
Ayat 41 memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang adil dan sah (QS.8:31), satu-satunya “kesalahan mereka” ialah hanya
karena mereka beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Bertahun-tahun lamanya
orang-orang Muslim ditindas (dizalimi) di Mekkah, kemudian mereka diusir dari sana dan tidak pula
dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab di
sekitar Medinah, yang terhadapnya orang
Quraisy mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai
penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan.
Orang-orang Yahudi bersatu-padu dan orang-orang munafik di Madinah memusuhi
Nabi Besar Muhammad saw..
Kesulitan beliau saw. di Madinah bukan
berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu. Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan
itulah orang-orang Muslim terpaksa
mengangkat senjata untuk menyelamatkan
diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw. dari kemusnahan.
Oleh karena itu, jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi
Besar Muhammad saw. dan para
sahabat beliau saw., namun para kritisi
Islam yang tidak mau mempergunakan akal
telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan
peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada
orang-orang yang tidak menghendakinya.
Memelihara Semua Jenis Rumah Ibadah
Sesudah
memberikan alasan-alasan, mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat 41 ini mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya
sekali-kali bukan untuk merampas hak
orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan
asing, atau untuk menjajagi
pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah
jajahan baru, seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat
dari barat yang beragama Kristen atau
“golongan jin” penganut faham Kapitalisme.
Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk
membela tempat-tempat peribadatan
yang dimiliki oleh agama-agama lain —
gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan
sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
Jadi tujuan
pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan selamanya
di masa yang akan datang pun ialah,
menegakkan kebebasan beragama dan beribadah, dan berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan
terhadap serangan tanpa dihasut.
Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai kewajiban umat Islam ketika
mereka meraih kekuasaan duniawi:
اَلَّذِیۡنَ اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا
الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ
نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ
عَاقِبَۃُ الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang
yang jika Kami meneguhkannya di bumi
mereka mendirikan shalat, membayar zakat, menyuruh
berbuat kebaikan dan mela-rang dari
keburukan. Dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan. (Al-Hajj [22]:42).
Ayat
ini mengandung perintah bagi orang-orang Muslim, bahwa mana-kala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh
mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri,
melainkan harus digunakan untuk memperbaiki
nasib orang-orang miskin dan orang-orang
tertindas dan untuk menegakkan
keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan
bahwa mereka harus menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan semua pemeluk agama apa pun.
Demikianlah tujuan diberikannya izin berperang bagi umat Islam yang
dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
saw. dan para Khulafatur Rasyidin.
Tetapi di Akhir Zaman ini petunjuk Allah Swt.
dalam Al-Quran mengenai izin berperang tersebut benar-benar
telah terbalik dalam pengamalannya, salah satu di antaranya
adalah masalah kebebasan beragama dan kebebasan melaksanakan peribadahan di tempat-tempat
ibadah agama-agama yang mereka anut. Benarlah firman-Nya berikut ini
mengenai kesedihan Rasul Akhir Zaman
mengenai keadaan umumnya umat Islam
saat ini:
وَ قَالَ
الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Tuhan-ku,
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.” Dan demikianlah Kami telah
menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah
Tuhan engkau sebagai pemberi
petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32)
Ayat ini dengan sangat tepat
sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan
Al-Quran dan telah melemparkannya ke
belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan -- bahkan disalah-tafsirkan
-- oleh orang-orang Muslim seperti
dewasa ini.
Ada sebuah hadits Nabi Besar
Muhammad saw. yang
mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal
dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya” (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh
masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.
Cara-cara Mempertahankan Wilayah
Kekuasaan Islam dari Agresi Musuh
Sehubungan dengan kenyataan yang harus dihadapi oleh Nabi Besar Muhammad saw. untuk
menghadapi agresi musuh-musuh -- baik itu
agresi musuh zalim dari
lingkungan kaum beliau saw. mau pun agresi musuh dari pihak-pihak luar, dalam
hal ini Imperium kerajaan Rumawi dan Kerajaan Persia -- dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan firman-firman Allah Swt. mengenai petunjuk
kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai
cara mempertahankan kedaulatan
Negara dan Pemerintahan Islam yang beliau saw. pimpin.
Itulah sebabnya pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw. yang pertama 14 abad lalu, perjuangan
yang beliau saw. lakukan bukan hanya perjuangan atau jihad secara ruhani
saja, tetapi juga jihad secara jasmani
dalam bentuk peperangan secara fisik,
seperti Perang Badar, Perang Uhud,
Perang Khandak dan Perang Hunain, yang pada umumnya adalah
melawan agresi orang-orang musyrik bangsa Arab.
Walau pun peperangan melawan imperium
kerajaan Rumawi (Byzantium) dan imperium
kerajaan Parsi tidak terjadi pada masa hidup Nabi Besar Muhammad saw.,
namun kepada saw. Allah Swt. telah
memberikan isyarat mengenai
adanya bahaya besar yang harus dihadapi oleh beliau saw. dan umat Islam di
masa datang -- sebagai “musuh lain” atau “musuh berikutnya” -- yang harus mereka hadapi, yang untuk itu umat Islam harus mempersiapkan
diri mereka, firman-Nya:
وَ لَا یَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَبَقُوۡا ؕ اِنَّہُمۡ لَا یُعۡجِزُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَعِدُّوۡا لَہُمۡ مَّا اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ قُوَّۃٍ وَّ مِنۡ رِّبَاطِ الۡخَیۡلِ تُرۡہِبُوۡنَ بِہٖ عَدُوَّ اللّٰہِ وَ
عَدُوَّکُمۡ وَ اٰخَرِیۡنَ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ ۚ لَا تَعۡلَمُوۡنَہُمۡ ۚ اَللّٰہُ یَعۡلَمُہُمۡ ؕ وَ مَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَیۡءٍ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یُوَفَّ اِلَیۡکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ﴿﴾
Dan orang-orang kafir janganlah menyangka bahwa mereka
akan dapat mendahului rencana Allah, sesungguhnya mereka tidak akan dapat menggagalkan rencana-Nya. Dan persiapkanlah
untuk menghadapi mereka
sejauh kesang-gupan kamu berupa kekuatan dan kuda-kuda
yang ditambat di garis depan untuk berperang, yang dengan itu kamu dapat menggentarkan musuh
Allah, musuh kamu, dan musuh yang
lain di samping mereka yang tidak kamu ketahui, tetapi Allah mengetahui mereka. Dan
apa pun yang kamu belanjakan di jalan Allah akan dibayar penuh kepadamu dan kamu tidak
akan diperlakukan dengan zalim. (Al-An’ām [6]:60-61).
Makna “Ribath” & Pentingnya
Penempatan Pasukan Tempur yang Siaga di Perbatasan Negeri
Quwwah
dalam ayat وَ اَعِدُّوۡا لَہُمۡ مَّا اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ قُوَّۃٍ -- “Dan
persiapkanlah
untuk menghadapi mereka sejauh kesanggupan kamu berupa
kekuatan,“ berarti segenap kekuatan
yang ada pada orang-orang Islam, termasuk segala macam senjata dan sebagainya.
Mengenai makna kata
“ribath” dalam ayat وَّ مِنۡ رِّبَاطِ الۡخَیۡلِ -- “dan kuda-kuda yang ditambat di garis
depan untuk berperang” dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اصۡبِرُوۡا وَ صَابِرُوۡا وَ رَابِطُوۡا ۟
وَ اتَّقُوا اللّٰہَ لَعَلَّکُمۡ
تُفۡلِحُوۡن ﴿﴾
Wahai orang-orang
yang beriman bersabarlah, tingkatkanlah
kesabaran serta bersiap-siagalah di
perbatasan dan bertakwalah kepada
Allāh supaya kamu berhasil. (Ali ‘Imran [3]:201).
Rābithū berarti: “gigih dalam
perlawanan musuh kamu”; atau “ikatlah kuda kamu dalam keadaan siap-siaga di
tapal batas”; atau “lazimkanlah diri kamu tekun dan rajin dalam menjalankan
kewajiban terhadap agamamu”; atau “jagalah waktu shalat” (Lexicon Lane).
Kelima syarat untuk kemenangan yang disebut dalam ayat ini ialah: (1) memperlihatkan
kesabaran dan kegigihan; (2) memperlihatkan kesabaran dan keteguhan hati lebih
besar daripada musuh; (3) melazimkan diri dengan senantiasa tekun dan rajin
dalam mengkhidmati agama dan masyarakat (4) senantiasa berjaga-jaga dengan
waspada di perbatasan untuk tujuan pertahanan dan serangan; dan (5) menempuh
kehidupan yang shalih.
Ribāth berarti pula hati manusia. Jadi orang-orang beriman dalam firman-Nya
tersebut diperintahkan untuk senantiasa berada dalam keadaan siap-siaga dan berjaga-jaga untuk memerangi musuh-musuh
di dalam dan di luar.
Dengan demikian ayat وَ اَعِدُّوۡا لَہُمۡ مَّا اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ قُوَّۃٍ وَّ مِنۡ رِّبَاطِ الۡخَیۡلِ -- “Dan persiapkanlah
untuk menghadapi mereka
sejauh kesanggupan kamu berupa kekuatan dan kuda-kuda
yang ditambat di garis depan untuk berperang“, ayat ini
memberitahu kepada orang-orang Islam bahwa persiapan
yang tepatguna merupakan ikhtiar paling baik untuk mencegah perang dan memerintahkan mereka
supaya jangan hanya puas dengan
sejumlah pasukan yang memadai untuk pertahanan di dalam negeri saja, tetapi harus menempatkan lasykar yang cukup besar
di perbatasan-perbatasan.
Bukan hanya itu saja, tetapi juga umat Islam harus menampilkan diri dengan baik,
yakin dan dengan energi demikian rupa, sehingga تُرۡہِبُوۡنَ بِہٖ عَدُوَّ اللّٰہِ وَ عَدُوَّکُمۡ وَ اٰخَرِیۡنَ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ -- “yang
dengan itu kamu dapat menggentarkan
musuh Allah, musuh kamu, dan musuh
yang lain di samping mereka”; لَا تَعۡلَمُوۡنَہُمۡ ۚ اَللّٰہُ یَعۡلَمُہُمۡ -- “yang tidak kamu ketahui, tetapi Allah mengetahui mereka.” Yakni musuh di daerah-daerah yang jauh dari tempat pertempuran akan sangat terkesan dan merasa gentar oleh persiapan
perang dan kesiap-siagaan umat
Islam, sehingga mereka mengurungkan segala niat mereka untuk memerangi umat Islam.
Ayat selanjutnya وَ مَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَیۡءٍ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یُوَفَّ اِلَیۡکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ
-- “Dan apa pun yang kamu belanjakan di jalan
Allah akan dibayar penuh kepadamu dan
kamu tidak akan diperlakukan dengan zalim”, hal ini mengisyaratkan pula kepada pentingnya membelanjakan harta sebanyak-banyaknya
untuk peperangan.
Nubuatan Mengenai Keberadaan Musuh di Masa Depan
Jadi ayat تُرۡہِبُوۡنَ بِہٖ عَدُوَّ اللّٰہِ وَ عَدُوَّکُمۡ وَ اٰخَرِیۡنَ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ -- “yang
dengan itu kamu dapat menggentarkan
musuh Allah, musuh kamu, dan musuh
yang lain di samping mereka”; لَا تَعۡلَمُوۡنَہُمۡ ۚ اَللّٰہُ یَعۡلَمُہُمۡ -- “yang tidak kamu ketahui, tetapi Allah mengetahui mereka” mengandung satu nubuatan dan peringatan
bagi orang-orang beriman (umat Islam), dan nubuatan
itu ialah bahwa orang-orang musyrik di Arab bukanlah satu-satunya musuh mereka, masih banyak kaum-kaum lainnya yang akan menyerang mereka di masa akan datang
yang dekat. Nubuatan itu menunjuk
kepada Kerajaan-kerajaan Bizantina
dan Persia yang harus dihadapi oleh
orang-orang Islam, segera sesudah Nabi
Besar Muhammad saw. wafat.
Nabi Besar Muhammad saw. telah melaksanaan firman Allah Swt. tersebut ketika
mendengar berita adanya pasukan asing
di perbatasan sebelah utara, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَا لَکُمۡ اِذَا قِیۡلَ لَکُمُ انۡفِرُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اثَّاقَلۡتُمۡ اِلَی الۡاَرۡضِ ؕ اَرَضِیۡتُمۡ بِالۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا مِنَ الۡاٰخِرَۃِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا فِی الۡاٰخِرَۃِ اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾
اِلَّا تَنۡفِرُوۡا یُعَذِّبۡکُمۡ عَذَابًا اَلِیۡمًا ۬ۙ وَّ یَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَیۡرَکُمۡ وَ لَا تَضُرُّوۡہُ شَیۡئًا ؕ وَ اللّٰہُ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Wahai orang-orang yang beriman, apa yang
terjadi atas diri kamu bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah di jalan Allah", kamu lebih berat ke bumi?
Adakah kamu lebih menyukai kehidupan duniawi
daripada ukhrawi? Padahal kesenangan hidup di dunia ini hanya sedikit
dibandingkan dengan di akhirat.
Jika kamu tidak berangkat untuk
berjihad, Dia akan mengazab kamu
dengan azab yang pedih dan akan mengganti
kamu dengan kaum lain dan kamu tidak akan dapat merugikan Dia sedikit
pun, dan Allah berkuasa atas segala
sesuatu. (At-Taubah [9]:38-39).
Yang dimaksudkan kalimat انۡفِرُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
اثَّاقَلۡتُمۡ اِلَی الۡاَرۡضِ
-- “Berangkatlah di jalan Allah", kamu lebih berat ke bumi?” ialah gerakan militer ke Tabuk, sebuah kota kecil yang terletak
hampir di pertengahan jalan antara Medinah dan Damsyik. Telah disampaikan
berita kepada Nabi Besar Muhammad saw. bahwa orang-orang Yunani dari Kerajaan
Romawi Timur -- yang dikenal sebagai
orang-orang Romawi -- telah berhimpun di
perbatasan Siria.
Dengan memimpin suatu pasukan yang berjumlah sekitar 30.000 Nabi Besar Muhammad saw meninggalkan Medinah
pada tahun kesembilan Hijrah. Oleh sebab banyak kesusahan yang harus diderita oleh tentara Islam dalam perjalanan yang jauh lagi sulit itu, maka tentara itu mendapat
julukan Jaisy ul-’Usrah, yaitu
“pasukan yang menderita”.
Walau pun pada saat itu tidak sampai terjadi pertempuran, namun dengan melihat keberanian Nabi Besar Muhammad saw. dan pasukan Muslim yang beliau saw. pimpin
telah membuat niat pasukan Rumawi
tersebut dibatalkan.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar