Jumat, 26 Juli 2013

Perbedaan Kesan Kisah Para rasul Allah yang Dikemukakan Bible dan Al-Quran



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 177

  Perbedaan Kesan  Kisah Para Rasul Allah yang Dikemukakan Bible  dan Al-Quran
           
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah  dikemukakan  mengenai penjelasan atau jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam (Yesus Kristus) terhadap protes keras para pemuka agama Yahudi protes keras terhadap beliau dengan dalih bahwa Nabi Elia a.s. belum turun dari langit, padahal merupakan pendahulu  atau perintis  atau merupakan syarat bagi kedatangan Mesias. Mengenai hal tersebut Injil Matius menjelaskan:
Setelah murid-murid Yohanes pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? Atau untuk mapakah kamu pergi? Melihat orang  orang yang berpakaian halus. Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja. Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan aku berkata kepadamu, bahkan lebih daripada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: “Lihatlah, Aku menyuruh utusanKu mendahului engkau; ia akan mempersiapkan jalanmu di hadapanmu.” Aku berkata kepada kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar daripadanya. Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes, dan – jika kamu mau menerimanya – ialah Elia yang akan datang itu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar. (Matius 11:7-15).
     Dari keterangan Yesus atau Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut jelaslah,  bahwa yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali Nabi Elia a.s. menjelang  pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Mesias adalah  Yohanes Pembaptis atau Nabi Yahya a.s. bin Nabi Zakaria a.s., yang dilahirkan sebelum Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:36-42; QS.19:1-16).
     Penjelasan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut merupakan tafsir  mengenai makna “kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.” yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh kaum Yahudi, kaum Nasrani (Kristen) dan umat Islam di Akhir Zaman ini, bahwa  yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali seorang rasul (nabi) Allah maknanya adalah orang lain  yang  memiliki banyak persamaan dengan rasul Allah tersebut atau  misal dari rasul Allah tersebut,  firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya,  dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  (Az-Zukhruf [43]:58-59).
     Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-al-Mawarid). Kedatangan Al-Masih a.s.  adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya.

Orang yang Seperti (Misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. &
Komentar Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.)

      Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw. — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka daripada bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes.
      Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    untuk kedua kalinya dalam wujud orang lain  yang semisal (seperti) beliau namun muncul dari kalangan pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yakni dari kalangan umat Islam (Bani Isma’il) – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. --  bukan dari kalangan Bani Israil sebagaimana yang keliru difahami oleh umumnya umat Islam.
      Sangat menarik komentar Yesus (Nabi Isa Ibnu Mayam a.s.) mengenai kebengkokan hati para penentang  rasul Allah dari zaman ke zaman:
Dengan apakah akan kuumpamakan angkatan (generasi) ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya:
Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari
Kami menyanyikan kudung duka, tetapi kamu tidak berkabung”
Karena  Yohanes datang, ia tidak makan dan tidak minum, dan mereka berkata: “Ia kerasukan setan.” Kemudian “anak manusia” (yakni Yesus  – pen.), ia makan dan minum, dan mereka berkata: “Lihat ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.” Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya ( Matius 11:16-19).
Benarlah firman Allah Swt. dalam Al-Quran:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  کَانُوۡا بِہٖ  یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,  sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya. (Yā Sīn [36]:31).
       Kata-kata dalam ayat ini penuh dengan kerawanan. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan manusia terhadap para nabi-Nya. Sementara para nabi  Allah menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, maka kaumnya itu membalas kesedihan mereka itu dengan penghinaan dan ejekan.

Kisah Nabi Luth a.s. dan Istri serta Kaumnya yang Durhaka

      Dengan penjelasan dalam Bab sebelumnya   maka   uraian mengenai berbagai hikmah dalam firman Allah Swt. tentang Nabi Musa a.s., Nabi Harun a.s. dan Nabi Ilyas a.s. dalam Surah Ash-Shāffāt [37]:115-133  selesai, selanjutnya  akan dibahas mengenai Nabi Luth a.s., firman-Nya:
وَ  اِنَّ  لُوۡطًا لَّمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ؕ  اِذۡ  نَجَّیۡنٰہُ  وَ اَہۡلَہٗۤ   اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾ۙ  اِلَّا  عَجُوۡزًا فِی الۡغٰبِرِیۡنَ ﴿﴾  ثُمَّ  دَمَّرۡنَا الۡاٰخَرِیۡنَ ﴿﴾  وَ اِنَّکُمۡ لَتَمُرُّوۡنَ عَلَیۡہِمۡ مُّصۡبِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ  بِالَّیۡلِ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ﴿﴾٪
Dan sesungguhnya Luth  benar-benar  termasuk seorang dari para rasul.    Ketika Kami menyelamatkan dia dan  keluarganya, kecuali seorang perempuan tua yang berada di antara orang-orang yang tinggal di belakang. Kemudian Kami membinasa-kan orang-orang yang lain.   Dan sesungguhnya kamu  benar-benar melewati tempat mereka pada pagi hari   dan pada malam hari,  apakah kamu tidak menggunakan akal? (Ash-Shāffāt [37]:134-139).
      Nabi Luth a.s. adalah leluhur kaum Palestina, Moab serta Amon, dan sebagai putra Haran dan cucu Terah, beliau adalah keponakan Nabi Ibrahim a.s., dengan demikian masa kenabian beliau sezaman dengan masa kenabian Nabi Ibrahim a.s.. nabi Luth menggabungkan  diri dengan Nabi Ibrahim a.s. di Kanaan.
      Tugas kerasulan (risalat)  Nabi Luth a.s. adalah di wilayah yang terdapat dua buah kota yang dihancurkan  Allah Swt. oleh gempa  bumi dahsyat yaitu  kota Sodom dan Gomorrah sebagai bukti benarnya peringatan Allah Swt. yang disampaikan oleh “tamu-tamu” Nabi Ibrahim a.s. mengenai azab yang akan menimpa kaum Nabi Luth a.s. akibat berbagai perbuatan buruk dan menyimpang yang dilakukan kaum yang durhaka tersebut (QS.11:70-84; QS.15:62-78).
  Sodom dan Gomorrah adalah dua buah kota, tempat Nabi Luth a.s. menyampaikan Amanat yang dibawanya, terletak pada jalan raya dari Arabia ke Siria, yang melalui jalan raya itu kafilah-kafilah Arab berlalu lalang siang dan malam hari. Di tempat lain dalam Al-Quran kota-kota itu disebut terletak “pada sebuah jalan yang masih tetap ada” (QS.15:77).
  Di dalam Al-Quran Allah Swt. telah menerangkan mengenai dua orang istri durhaka  yaitu istri Nabi Nuh a.s. dan istri Nabi Luth a.s.  dan menjadikan keduanya sebagai misal (perumpamaman) orang-orang kafir atau suatu kaum yang mendustakan dan menentang keras Rasul Allah yang diutus kepada mereka, firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah [asuhan] dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,  ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,  Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).

Kesan Buruk yang Timbul dari Kisah para Rasul Allah
yang dikemukakan Bibel  

       Masalah yang perlu dijelaskan berkenaan dengan Nabi Luth a.s. dalam firman Allah  sebelumnya  ini adalah ayat:
وَ  اِنَّ  لُوۡطًا لَّمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Luth  benar-benar  termasuk seorang dari para rasul  (Ash-Shāffāt [37]:134).
      Memang benar bahwa di dalam Bible banyak diceritakan kisah para Rasul Allah mulai dari Nabi Adam a.s. hingga dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus), yang juga dikemukakan pula oleh Allah Swt. dalam Al-Quran. Namun demikian ada satu hal yang sangat berbeda  antara kisah para Rasul Allah yang dikemukakan dalam Bibel dan kisah Rasul Allah yang dikemukakan dalam Al-Quran,  adalah kesan yang timbul terhadap kisah-kisah para Rasul Allah dari kedua  Kitab Suci tersebut.
       Kesan yang timbul mengenai kisah para Rasul yang dikemukakan dalam Bible tidak menimbulkan rasa hormat serta keinginan untuk mengikutinya, bahkan menimbulkan kesan sebaliknya   yakni rasa tidak hormat terhadap wujud-wujud suci pilihan Allah Swt. tersebut. Contohnya:
(1) Nabi Nuh a.s.. Dalam Bible (Kejadian 9:18-28) diceritakan bahwa setelah azab Ilahi berupa  banjir dahyat yang melanda  kawasan  kaum Nabi Nuh a.s. selesai Nabi Nuh a.s. menjadi petani kebun pohon anggur, dan beliau a.s. biasa minuman anggur hingga mabuk    sampai-sampai kain penuput  aurat beliau terbuka. Na’udzubillāhi min dzālik.
(2) Nabi Luth. Dalam Bible (Kejadian 19:30-38, pasal “Lot dan kedua anaknya perempuan”) diceritakan bahwa akibat gempa bumi  dahsyat yang menimpa kawasan  kaum Nabi Luth a.s.,  maka Nabi Luth a.s. dan kedua orang putri  kandungnya tinggal di dalam sebuah gua di wilayah pegunungan. Karena semua   laki-laki kaum nabi Luth a.s. telah binasa maka  guna menjaga kesinambungan keturunan Nabi Luth a.s. lalu  kedua putri kandung  Nabi Nuh a.s. merancang “rencana”  memberikan minuman yang memabukkan kepada ayah mereka, sehingga dalam ketidaksadarannya Nabi Nuh a.s.  pada malam hari akan  “menggauli” kedua putri  beliau sehingga keduanya  hamil dan  melahirkan anak keturunan Nabi Luth a.s.. Na’udzubillāhi min dzālik.
(3) Nabi Daud a.s.. Dalam Bible (II Samuel  11:1-27 &12:7-14) diceritakan bahwa Nabi Daud a.s. telah berzina Betsyeba, dengan istri Uria, sehingga mengandung  -- Na’udzubillāhi min dzālik -- dan kemudian membuat siasat licik untuk membunuh Uria  dengan menempatkannya di medan perang.
      Banyak lagi kisah-kisah dusta semacam itu dalam Bible berkenaan dengan para  Rasul Allah  -- termasuk kisah Nabi Ibrahim a.s. ketika bersama istri beliau, Sarah, pergi ke Mesir agar Sarah  jangan mengaku sebagai istrinya kepada Fir’aun melainkan n sebagai adiknya agar Fir’aun tidak membunuh beliau  dan  beliau akan  mendapat berbagai hadiah dari Fir’aun (Kejadian 12:10-20), sehingga bukan saja telah menghinakan martabat akhlak dan ruhani para Rasul Allah  yang sangat luhur tersebut, bahkan telah dijadikan alasan oleh orang-orang yang berakhlak rendah sebagai alasan untuk berbuat dosa, dengan dalih bahwa para Rasul Allah  pun telah melakukan berbagai bentuk perbuatan buruk. Na’udzubillāhi min dzālik.
      Dengan demikian benarlah   pernyataan tegas Allah Swt. mengenai Nabi Luth a.s. dalam firman Allah  sebelumnya  ini adalah ayat:
وَ  اِنَّ  لُوۡطًا لَّمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Luth benar-benar  termasuk seorang dari para rasul  (Ash-Shāffāt [37]:134).

 Kesan Baik yang Timbul dari Kisah para Rasul Allah
yang dikemukakan Al-Quran  

     Berbeda dengan Bible,  kisah para Rasul Allah yang dikemukakan Allah Swt. dalam Kitab Suci Al-Quran menimbulkan rasa hormat yang luar biasa serta menimbulkan keinginan dari para  pembaca Al-Quran yang   mencari kebenaran yang hakiki untuk mengikuti suri teladan akhlak dan ruhani  terpuji yang diperagakan oleh orang-orang suci pilihan Tuhan  tersebut   (QS.3:34), terutama sekali suri teladan sempurna Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22).
        Salah satu contohnya adalah mengenai  kemuliaan  akhlak dan ruhani Nabi Nuh a.s. dan  Nabi Ibrahim a.s.  Allah Swt. berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰۤی اٰدَمَ وَ نُوۡحًا وَّ اٰلَ اِبۡرٰہِیۡمَ  وَ اٰلَ عِمۡرٰنَ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imrān  atas seluruh alam yakni umat-umat pada zaman-nya (Āli ‘Imran [3]:34).
       ‘Imrān boleh jadi mengisyaratkan kepada dua pribadi: (1) Amran dari Bible yang adalah seorang anak Kahat dan cucu Lewi. Beliau itu ialah ayah Nabi Musa a.s.  Nabi Harun a.s.   dan Miriam, kakak Nabi Musa a.s.. Dari antara ketiga bersaudara itu Nabi Musa a.s.   yang termuda  (Jews  Encyclopaedia pada kata Amran; Keluaran 6:12-20); (2) ‘Imrān ayah Siti Maryam, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s. (Yesu Kristus). ‘Imran ini anak Yosyhim atau Yosyim (Tafsir Ibnu Jarir dan Tafsir Ibnu Katsir).
       Al-Quran memilih nama ‘Imran  dengan dua tujuan: (1) Untuk mencakup juga Nabi Harun a.s.    kakak Nabi Musa a.s.  di samping Nabi Musa a.s. sendiri,   dan (2) sebagai semacam pendahuluan guna memperkenalkan riwayat   Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s. serta  riwayat Nabi Isa ibnu Maryam a.s. sendiri. Diulangnya nama ‘Imran dalam QS.3:36 pun membawa kepada kesimpulan yang sama.
       Memang sangat menarik bahwa sementara ayat ini menyebut nama-nama Adam a.s.  dan Nuh a.s. secara mandiri dan secara individual,  maka ayat ini menyebut Nabi Ibrahim a.s.. dan ‘Imran sebagai tokoh-tokoh keluarga. Hal demikian ialah untuk menegaskan bahwa kedua nama yang tersebut belakangan mencakup pengisyaratan kepada pribadi-pribadi tertentu dari antara anak-cucu mereka.
      Jadi, ungkapan “keluarga Ibrahim” bukan saja menunjuk kepada Nabi Ibrahim a.s. pribadi,  tetapi pula kepada anak-anak dan cucu-cucunya — melalui   Nabi Isma'il a.s.,  Nabi Ishaq a.s., Nabi Ya’qub a.s. dan Nabi Yusuf a.s.. Dan ayat ini pun dapat pula mengandung isyarat kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  yang juga keturunan Nabi Ibrahim a.s.. melalui Nabi Isma’il a.s..
       Demikian pula kata-kata “keluarga ‘Imran,” mengacu kepada  Nabi Musa a.s., Nabi Harun a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  sedangkan  ‘Imran sendiri tidak termasuk karena beliau bukan seorang rasul Allah  seperti halnya kedudukan Nabi Ibrahim a.s. di kalangan keluarga beliau a.s..
      Jadi,  berbeda dengan kisah para Rasul Allah yang dikemukakan dalam Bible, kisah-kisah para Rasul Allah yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran penuh dengan suri teladan yang sangat baik, karena itu Allah Swt. telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mengikuti suri teladan terbaik mereka, terutama suri teladan sempurna Nabi Besar Muhammad saw..

Suri Teladan dan Millat (Agama)  Nabi Ibrahim a.s.

       Berikut adalah  firman-Nya mengenai suri teladan Nabi Ibrahim a.s. dan para Rasul Allah setelah beliau a.s.  berkenaan dengan pentingnya mendahulukan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada kecintaan terhadap hubungan-hubungan kekerabatan – termasuk hubungan dengan kedua orang tua dan anak keturunan – jika terbukti bahwa mereka (keluarga) itu adalah  orang-orang musyrik, firman-Nya:
قَدۡ کَانَتۡ لَکُمۡ  اُسۡوَۃٌ  حَسَنَۃٌ  فِیۡۤ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗ ۚ اِذۡ  قَالُوۡا لِقَوۡمِہِمۡ  اِنَّا بُرَءٰٓؤُا مِنۡکُمۡ وَ مِمَّا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ۫  کَفَرۡنَا بِکُمۡ  وَ بَدَا بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمُ  الۡعَدَاوَۃُ وَ الۡبَغۡضَآءُ  اَبَدًا حَتّٰی تُؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَحۡدَہٗۤ  اِلَّا  قَوۡلَ  اِبۡرٰہِیۡمَ  لِاَبِیۡہِ لَاَسۡتَغۡفِرَنَّ  لَکَ وَ مَاۤ  اَمۡلِکُ لَکَ مِنَ اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ رَبَّنَا عَلَیۡکَ تَوَکَّلۡنَا وَ اِلَیۡکَ اَنَبۡنَا وَ  اِلَیۡکَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾  رَبَّنَا لَا تَجۡعَلۡنَا فِتۡنَۃً  لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ اغۡفِرۡ لَنَا رَبَّنَا ۚ اِنَّکَ  اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  لَقَدۡ کَانَ  لَکُمۡ  فِیۡہِمۡ  اُسۡوَۃٌ  حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ  یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ ؕ  وَ مَنۡ  یَّتَوَلَّ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ الۡغَنِیُّ  الۡحَمِیۡدُ ٪﴿﴾
Sungguh bagi kamu ada contoh yang baik dalam diri Ibrahim  dan orang-orang yang besertanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka:  “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami menging-kari perbuatan kamu. Dan telah nyata permusuhan serta kebencian di antara kami dan kamu untuk selama-lamanya hingga kamu beriman kepada Allah semata”, kecuali yang dikatakan Ibrahim kepada bapaknya:  “Pasti aku akan memohonkan ampunan bagi engkau, tetapi aku sekali-kali tidak berdaya menolong engkau sedikit pun terhadap Allah.” Ibrahim berkata, ”Hai Tuhan kami, kepada Engkau kami bertawakkal dan kepada Engkau kami tunduk serta kepada Engkau kami akan kembali.  Hai Tuhan kami, janganlah Engkau menjadikan kami  ujian  bagi orang-orang kafir, dan ampunilah kami, hai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa, Maha Bijak-sana.”  Sungguh bagi kamu dalam diri mereka benar-benar ada contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan Hari Kemudian. Dan barangsiapa berpaling  maka sesungguhnya Allah Dia Maha Kaya, Maha Terpuji. (Al-Mumtahanah [60]:5-7).
   Contoh mengenai Nabi Ibrahim a.s.  telah disebut di sini untuk  memberikan tekanan bahwa manakala telah menjadi jelas seorang atau beberapa orang tertentu memusuhi dan bermaksud melenyapkan kebenaran, maka segala perhubungan persahabatan dengan mereka harus dihentikan. Ungkapan kafarnā bikum, yang biasanya diterjemahkan  Kami mengingkari segala yang kamu percayai”, dapat pula diartikan  kami tidak mempunyai urusan dengan kamu.” Ungkapan kafara bikadza  berarti “ia menyatakan dirinya bersih atau bebas dari hal demikian” (Lexicon Lane).
  Sikap hanīf  berkenaan dengan tauhid Ilahi yang diperagakan oleh Nabi Ibrahim a.s.  tersebut  dalam Surah-surah Al-Quran yang lain disebut “millah Ibrahim”, firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ  اِبۡرٰہٖمَ  اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ  اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ  بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ  اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ  اَمۡ کُنۡتُمۡ  شُہَدَآءَ  اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ  قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ  وَ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ  اِسۡحٰقَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari  agama (millat) Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Dan  sungguh  Kami  benar-benar telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh.  Ingatlah ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya: “Berserah dirilah”, ia berkata:  Aku telah berserah diri kepada Tuhan seluruh  alam.”  Dan Ibrahim mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub seraya  berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allāh telah memilih agama ini bagi kamu,  maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.” Ataukah  kamu hadir  saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan eng-kau dan Tuhan bapak-bapak engkau: Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, dan hanya  kepada-Nya kami berserah  diri.”   Itulah umat yang telah berlalu, baginya apa yang mereka usahakan dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:131-135).
       Sejalan dengan berlalunya waktu (masa) yang panjang maka wasiyat Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Yaqub a.s.  terhadap anak-keturunannya tersebut menganai “millat Nabi Ibrahim a.s.” tersebut kemudian berubah sepenuhnya, firman-Nya: 
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ مِلَّۃَ  اِبۡرٰہٖمَ  حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata:  Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.” Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah agama Ibrahim byang lurus,  dan  ia sekali-kali bukan dari golongan  orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah [2]:136).
       Hanīf berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Al-Mufradat); (2) orang yang dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya; (3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di dalamnya (Lexicon Lane); (4) orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab-al-Mawarid); (5) orang yang beriman kepada semua nabi (Tafsir Ibnu Katsir).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  25 Juni  2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar