Sabtu, 20 Juli 2013

Menghidupkan Akhlak dan Ruhani yang Mati Melalui "Empat Burung" Nabi Ibrahim a.s.





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 175

  Menghidupkan Akhlak dan Ruhani yang   Mati  Melalui “Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.
           
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah  dikemukakan pembahasan mengenai peringatan  Allah Swt.  dalam Al-Quran  kepada  umat Islam, agar mereka tidak melakukan keburukan yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. (nabi yang seperti Musa) mau pun terhadap “nabi yang seperti Isa Ibnu Maryam” yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., seperti yang dilakukan  para pemuka agama di kalangan Bani Israil terhadap para nabi mereka, khususnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,   firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾  یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang yang telah menyusahkan  Musa,  tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur.   Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab [33]:70-72).
     Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  . Nabi Musa a.s. .  telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
   (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya.
   (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s..
   (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis. (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
  (4) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
   Kemudian  umat Islam di Akhir Zaman ini pun diperingatkan pula untuk tidak melakukan makar-buruk seperti yang dilakukan para pemuka kaum Yahudi  kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:53-55; QS.4:158-159),   terhadap “misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.” (QS.43:58) – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. — bahkan mereka diperintahkan agar mengikuti sikap  para hawari (pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam, firman-Nya: 
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya,  dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  (Az-Zukhruf [43]:58-59).
     Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-al-Mawarid). 2683. Kedatangan Al-Masih a.s.  adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya.

Orang yang Seperti (Misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. &
Terwujudnya Kejayaan Islam yang Kedua Kali

     Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw. — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka daripada bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes.
      Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    untuk kedua kalinya dalam wujud orang lain  yang semisal (seperti) beliau namun muncul dari kalangan pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yakni dari kalangan umat Islam (Bani Isma’il), bukan dari kalangan Bani Israil sebagaimana yang keliru difahami oleh umumnya umat Islam.
    Itulah sebabnya Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan para pemuka agama Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا  اَنۡصَارَ اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ  اَنۡصَارِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ  اَنۡصَارُ اللّٰہِ  فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ  مِّنۡۢ  بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ  فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada  pengikut-pengikutnya, “Siapakah penolong-penolongku di jalan Allah?” Para hawari (pengikut-pengikut yang setia) itu berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah.” Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi  orang-orang yang menang. (Ash-Shaff [61]:15).
  Dari ketiga golongan agama di antara kaum Yahudi, yang terhadap mereka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  menyampaikan tablighnya – kaum Parisi, kaum Saduki, dan kaum Essenes – Nabi Isa ibnu Maryam a.s. termasuk golongan terakhir (kaum Essenes)sebelum beliau diutus sebagai rasul Allah.
  Kaum Essenes adalah kaum yang sangat bertakwa, hidup jauh dari kesibukan dan keramaian dunia, dan melewatkan waktu mereka dalam berzikir dan berdoa, dan berbakti kepada sesama manusia. Dari kaum inilah berasal bagian besar dari para pengikut beliau di masa permulaan (“The Dead Sea Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”). Mereka disebut “Para  Penolong” oleh Eusephus.
 Kata-kata penutup Surah ini sungguh sarat dengan nubuatan. Sepanjang zaman para pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah menikmati kekuatan dan kekuasaan atas musuh abadi mereka – kaum Yahudi. Mereka telah menegakkan dan memerintah kerajaan-kerajaan luas dan perkasa, sedang kaum Yahudi tetap merupakan kaum yang cerai-berai sehingga mendapat julukan “the Wandering Jew” (“Yahudi Pengembara”).
Demikian juga halnya dengan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. dengan Jemaat Ahmadiyah yang dipimpin oleh para Khalifatul Masih telah ditakdirkan Allah Swt. untuk mengalami hal yang sama sehingga kejayaan Islam yang kedua kali  di Akhir Zaman ini benar-benar akan terwujud sebagaimana firman-Nya berikut ini:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak me-nyukai. (Ash-Shaff [61]:10)
  Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

Ajaran Injil Sebagai Penyeimbang Hukum Pembalasan dalam Taurat

      Jadi, sebagaimana halnya pada masa Nabi Musa a.s. --  dalam rangka  mewarisi “negeri yang dijanjikan  -- maka  berbagai upaya untuk membangkitkan kembali jiwa ksatria dan semangat perjuangan di kalangan Bani Israil yang lenyap akibat kezaliman para fir’aun di Mesir selama 400 tahun (QS.5:50), maka Allah Swt. telah ditetapkan dalam hukum  Taurat yang lebih mengutamakan “hukum pembalasan” (QS.5:45-46); demikian pula pada  perjuangan suci yang Nabi Besar Muhammad saw. – demi mempertahankan eksistensi agama Islam dan umat Islam  dari upaya makar-makar buruk para penentang dari kalangan golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik – maka Allah Swt.  telah mengizinkan  Nabi Besar Muhammad saw. untuk melakukan perang secara fisik, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah. Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,  dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:40-41).
      Namun ketika “hukum Taurat” yang lebih menekankan “hukum pembalasan” dengan berlalunya waktu yang lama telah menimbulkan efek negative berupa tumbuhnya  sifat keras dan haus darah  dalam jiwa Bani Israil  (QS.57:17), maka untuk menyeimbangkan jiwa mereka Allah Swt. telah mengutus Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan menurunkan Injil yang lebih menekankan kepada “hukum pemaafan   sebagai penyempurnaan hukum Taurat:
17. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya 18. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  (Matius 5:17-20).
      Berkenaan hukum pembalasan yang ditekankan oleh ajaran  Taurat, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus) berkata:
38. Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. 39. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan  siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. 40. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. 41 Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. 42. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. (Matius 5:38-42).
    Berikut adalah firman Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai hukum Taurat, yang sekali pun benar lebih menekankan pada “pembalasan”,  namun sama sekali tidak melarang untuk berlaku pemaaf kepada orang yang  melakukan kesalahan yang pantas dibalas (dihukum), firman-Nya:
اِنَّاۤ  اَنۡزَلۡنَا التَّوۡرٰىۃَ فِیۡہَا ہُدًی وَّ نُوۡرٌ ۚ یَحۡکُمُ بِہَا النَّبِیُّوۡنَ الَّذِیۡنَ اَسۡلَمُوۡا لِلَّذِیۡنَ ہَادُوۡا وَ الرَّبّٰنِیُّوۡنَ وَ الۡاَحۡبَارُ بِمَا اسۡتُحۡفِظُوۡا مِنۡ کِتٰبِ اللّٰہِ وَ کَانُوۡا عَلَیۡہِ شُہَدَآءَ ۚ فَلَا تَخۡشَوُا النَّاسَ وَ اخۡشَوۡنِ  وَ لَا  تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَحۡکُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰہُ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَتَبۡنَا عَلَیۡہِمۡ فِیۡہَاۤ  اَنَّ النَّفۡسَ بِالنَّفۡسِ ۙ وَ الۡعَیۡنَ بِالۡعَیۡنِ وَ الۡاَنۡفَ بِالۡاَنۡفِ وَ الۡاُذُنَ بِالۡاُذُنِ وَ السِّنَّ بِالسِّنِّ ۙ وَ الۡجُرُوۡحَ قِصَاصٌ ؕ فَمَنۡ تَصَدَّقَ بِہٖ فَہُوَ کَفَّارَۃٌ  لَّہٗ  ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَحۡکُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰہُ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ بِعِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ الۡاِنۡجِیۡلَ فِیۡہِ ہُدًی وَّ نُوۡرٌ ۙ وَّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ  یَدَیۡہِ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ ہُدًی وَّ مَوۡعِظَۃً  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya Kami telah menurunkan  Taurat yang di dalamnya petunjuk dan cahaya, dengan itulah para nabi yang patuh kepada Kami menghakimi dengannya bagi orang-orang Yahudi sebagaimana yang dilakukan pula oleh para ‘alim  dan para ulama, karena mereka diperintahkan  menjaga Kitab Allah dan karena mereka menjadi pengawas atasnya, karena itu janganlah takut kepada manusia melainkan takutlah kepada-Ku dan janganlah kamu  menjual Ayat-ayat-Ku  dengan harga rendah. Dan  barangsiapa tidak berhakim dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itu orang-orang kafir.   Dan Kami telah menetapkan hukum bagi mereka di dalam Taurat bahwa: “Jiwa dibalas dengan jiwa, dan mata dengan mata,  hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan untuk luka-luka ada pembalasannya.  Tetapi barangsiapa melepaskan hak untuk membalas maka hal demikian itu akan menjadi penebus dosa baginya, dan barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang zalim.  Dan Kami mengiringkan di atas jejak mereka dengan  Isa ibnu Maryam,  menggenapi apa yang telah ada sebelumnya di dalam Taurat, dan Kami memberikan kepadanya Injil, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, menggenapi apa yang telah diwahyukan sebelumnya di dalam Taurat dan sebagai petunjuk dan nasihat bagi orang-orang bertakwa. (Al-Māidah [5]:45-47).

Jemaat Ahmadiyah & “Ismuhu Ahmad”

       Mengenai ajaran Injil yang lebih menekankan   hukum pemaafan” atau “kasih-sayang Allah Swt. berfirman:
ثُمَّ قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ  بِرُسُلِنَا وَ قَفَّیۡنَا بِعِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ  وَ اٰتَیۡنٰہُ الۡاِنۡجِیۡلَ ۬ۙ وَ جَعَلۡنَا فِیۡ  قُلُوۡبِ الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡہُ  رَاۡفَۃً  وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ رَہۡبَانِیَّۃَۨ  ابۡتَدَعُوۡہَا مَا کَتَبۡنٰہَا عَلَیۡہِمۡ  اِلَّا ابۡتِغَآءَ رِضۡوَانِ اللّٰہِ  فَمَا رَعَوۡہَا حَقَّ رِعَایَتِہَا ۚ فَاٰتَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡہُمۡ اَجۡرَہُمۡ ۚ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ  فٰسِقُوۡن ﴿﴾
Kemudian Kami mengikutkan di atas jejak-jejak mereka rasul-rasul Kami, dan Kami mengikutkan pula Isa Ibnu Maryam, dan Kami memberikan kepadanya Injil, dan Kami menjadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan cara hidup merahib yang dibuat-buat mereka Kami sekali-kali tidak mewajibkannya atas mereka, kecuali untuk mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak melaksanakannya sebagaimana seharusnya dilaksanakan, maka Kami menganugerahkan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka ganjaran mereka, tetapi kebanyakan dari mereka fasik (durhaka).  (Al-Hadīd [57]:28).
      Karena kedudukan Pendiri Jemaat Ahmadiyah – Mirza Ghulam Ahmad a.s. – adalah sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau sebagai misal Nabi Isa Ibnu  Maryam a.s. (QS.43:58), maka dalam melaksanakan misi perjuangannya untuk mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10) juga lebih menekankan kepada cara-cara “kasih-sayang” atau kelembutan (jamal) -- sesuai dengan nama sifat Nabi Besar Muhammad saw. yang disinggung oleh Nabi Isa Ibnu Mayam a.s. mengenai kedatangan beliau saw., yakni   Ahmad -- firman-Nya:
وَ اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ  وَ قَدۡ تَّعۡلَمُوۡنَ  اَنِّیۡ  رَسُوۡلُ اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا  زَاغُوۡۤا اَزَاغَ  اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ  اِنِّیۡ  رَسُوۡلُ  اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا  لِّمَا بَیۡنَ  یَدَیَّ  مِنَ  التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ ؕ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ قَالُوۡا ہٰذَا  سِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?” Maka tatkala mereka menyimpang dari jalan benar Allah pun menyimpangkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa yang ada sebelumku yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.” Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah  sihir yang nyata.” (Ash-Shaff [61]:6-7).
      Selain memiliki warna perjuangan yang sama dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sikap Pendiri Jemaat Ahmadiyah pun – Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. memiliki persamaan dengan sikap salah seorang di antara “dua putra Adam” yang tidak melakukan pembalasan atas   perbuatan zalim  saudaranya kepada dirinya, firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ  نَبَاَ ابۡنَیۡ اٰدَمَ  بِالۡحَقِّ ۘ اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِہِمَا وَ لَمۡ یُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِ ؕ قَالَ لَاَقۡتُلَنَّکَ ؕ قَالَ  اِنَّمَا یَتَقَبَّلُ  اللّٰہُ مِنَ  الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾ لَئِنۡۢ بَسَطۡتَّ اِلَیَّ یَدَکَ لِتَقۡتُلَنِیۡ مَاۤ   اَنَا بِبَاسِطٍ یَّدِیَ اِلَیۡکَ لِاَقۡتُلَکَ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اللّٰہَ  رَبَّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اِنِّیۡۤ  اُرِیۡدُ اَنۡ تَبُوۡٓاَ بِاِثۡمِیۡ وَ اِثۡمِکَ فَتَکُوۡنَ مِنۡ اَصۡحٰبِ النَّارِ ۚ وَ ذٰلِکَ جَزٰٓؤُا الظّٰلِمِیۡنَ()   
Dan ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua anak  Adam  dengan sebenarnya, ketika keduanya  memberikan pengorbanan, maka dikabulkan salah seorang dari keduanya itu  sedangkan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu ia berkata: “Niscaya  engkau akan kubunuh.” Saudaranya berkata: “Sesungguhnya Allah hanya mengabulkan pengorbanan dari orang-orang yang bertakwa. Jika engkau benar-benar menjangkaukan tangan engkau terhadapku untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak akan menjangkaukan tanganku terhadap engkau untuk membunuh engkau, sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya aku menginginkan bahwa engkau menang-gung dosaku dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demikianlah balasan bagi orang-orang yang zalim.” Tetapi nafsunya telah membuat dia taat kepadanya supaya membunuh saudaranya, lalu   dia membunuhnya, maka dia pun menjadi termasuk orang-orang yang  rugi. (Al-Māidah [5]:28-30).

Pengulangan Kisah Monumental  “Dua Putra Adam” di Akhir Zaman  &
“Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.

       Sebutan “kedua anak Adam,” secara kiasan maksudnya ialah dua pribadi siapa saja dari antara segenap keturunan umat manusia. Perumpamaan itu pun menggambarkan sikap tidak bersahabat kaum Bani Israil terhadap keturunan Bani Isma’il (umat Islam),   karena silsilah kenabian telah dipindahkan Allah Swt. dari mereka kepada kaum Bani Isma’il dalam pribadi Nabi Besar Muhammad saw..
  U rīdu (aku menginginkan) diserap dari kata rāda yang kadang-kadang tidak menyatakan keinginan yang sebenarnya melainkan hanya menerangkan suatu keadaan atau kondisi praktis yang agaknya menjurus kepada suatu situasi tertentu (QS.18:78). Ayat ini tidak berarti bahwa Habel menghendaki saudaranya, Kain, dicampakkan ke dalam neraka. Apa yang dimaksud olehnya hanya akibat wajar tapi pasti dari sikapnya sendiri yang tidak-agresip (pengalah) itu  yaitu   saudaranya akan masuk neraka.
   Itsmi artinya “dosa yang dibuat terhadapku.” Di sini calon korban itu hanya menggambarkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukan oleh saudaranya. Ungkapan ini dapat juga dijelaskan dengan jalan lain sebagai berikut: Menurut riwayat  Nabi Besar Muhammad saw.  bersabda bahwa pada Hari Peradilan, perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan orang-orang zalim, akan dipindahkan kepada orang-orang yang dizalimi  oleh mereka, dan seandainya  orang-orang zalim sama sekali tidak pernah berbuat baik, maka dosa orang-orang yang dizalimi  akan diperhitungkan kepada orang-orang zalim, sehingga dengan demikian, orang-orang fasik (durhaka)  bukan saja menanggung dosa mereka sendiri, tetapi pula dosa-dosa orang yang dizalimi (Muslim, bab al-Birr wa’l Shila).
     Missi  Mirza Ghulam Ahmad a.s.  -- sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. -- dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali adalah   yuhyiddīna wa yuqīmusy-syarī’ah” (menghidupkan agama dan menegakkan syariah), sedangkan motto perjuangannya adalah LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE  -- “Kecintaan Untuk Semua,  Kebencian Tidak Untuk Siapa pun” sesuai dengan  missi pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai  Rahmat untuk seluruh alam” (QS.21:108).
     Dengan demikian lengkaplah “4 ekor burung” yang diambil Nabi Ibrahim a.s. dalam rangka menjawab pertanyaan beliau kepada Allah Swt. bagaimana cara “menghidupkan ruhani yang telah mati” di kalangan keturunan beliau,  firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اَرِنِیۡ  کَیۡفَ تُحۡیِ الۡمَوۡتٰی ؕ  قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا ؕ وَ اعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, perlihatkan kepadaku bagaimanakah cara Engkau menghidupkan yang mati?” Dia ber-firman: “Apakah engkau tidak percaya?” Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”  Dia berfirman: “Jika demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah  mereka kepada engkau, kemudian letakkanlah setiap burung itu di atas tiap-tiap gunung lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada engkau, dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:261).
      Perbedaan antara iman dan ithminan (hati dalam keadaan tenteram) ialah, dalam keadaan pertama, orang hanya percaya bahwa  Allah Swt.   dapat berbuat sesuatu, sedangkan dalam keadaan kedua (ithminan) orang mendapat kepastian bahwa sesuatu dapat pula berlaku atas dirinya.  Nabi Ibrahim a.s. sungguh beriman (percaya) bahwa Alah Swt.  dapat menghidupkan yang sudah mati, tetapi apa yang diinginkan beliau ialah kepuasan pribadi untuk mengetahui apakah Allah Swt.  akan berbuat demikian untuk keturunan beliau,  karena Allah Swt. telah menjadikan beliau sebagai imam bagi umat manusia (QS.2:125).

Makna “Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.

    Menunjuk kepada ayat yang ada dalam bahasan Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kita lebih layak menaruh syak (keraguan) daripada Ibrahim” (Muslim). Kata syak  berarti keinginan keras yang tersembunyi, menunggu dengan penuh harapan akan sempurnanya keinginan itu, sebab, Nabi Besar Muhammad saw.   tidak pernah ragu-ragu mengenai janji atau apa pun perbuatan Allah Swt..   Hal itu menunjukkan bahwa pertanyaan   Nabi Ibrahim a.s. tidak terdorong oleh keraguan, tetapi hanya oleh kedambaan yang sangat sehingga timbul keyakinan  dan   kepastian  bahwa pernyataan Allah Swt. mengenai keturunan beliau   -- baik dari kalangan Bani Israil  mau pun Bani Isma’il – terbukti kebenarannya.
    Shurtu al ghushna ilayya berarti  “saya mencondongkan dahan itu kepadaku sendiri” (Lexicon Lane). Kata depan ila menentukan arti kata shurhunna dalam artian mencondongkan atau melekatkan dan bukan memotong, seperti yang secara keliru difahami mengenai ayat tersebut, yakni Nabi Ibrahim a.s. telah memotong-motong keempat ekor burung tersebut, lalu  bagian-bagian potongan burung tersebut diletakkan di setiap puncak gunung dan ketika dipanggil oleh Nabi Ibrahim a.s. maka potongan-potongan  tubuh burung tersebut menyatu kembali.
     Juz’ berarti suku, sebagian atau sesuatu. Jadi, bila sesuatu terdiri atas atau meliputi suatu rombongan, kata “bagian” akan berarti tiap-tiap anggotanya. Ini adalah suatu kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi  Ibrahim a.s. Dengan “mengambil empat ekor burung”,  maknanya ialah keturunan beliau akan bangkit dan jatuh sebanyak empat kali (QS.17:5-9).
     Peristiwa itu disaksikan dua kali di tengah-tengah kaum Bani Israil melalui Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.; dan terulang lagi dua kali di tengah-tengah Bani Isma’il  yakni para pengikut  Nabi Besar Muhammad saw.  yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim  a.s.  melalui Nabi Isma’il a.s..
   Kekuatan (kekuasaan)  kaum Yahudi yang adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s. melalui Nabi Ishaq a.s.  — hancur dua kali: pertama kali oleh Nebukadnezar dan kemudian oleh Titus (QS.17:5-8. Encyclopaedia Britannica  pada Jews), dan tiap-tiap kali Allah Swt.  membangkitkan kembali sesudah keruntuhan mereka; kebangkitan kedua kalinya terlaksana oleh Konstantin, Maharaja Roma, yang memeluk agama Kristen.
     Demikian pula kekuatan (kekuasaan) Islam, setelah mengalami kebangkitan ruhani yang pertama melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. atau “Nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:15-19; QS.46:11), sebagai hukuman Allah Swt. pertama-tama   umat Islam dengan hebat digoncang ketika Bagdad jatuh saat menghadapi pasukan-pasukan  Mongol dan Tartar pimpinan Hulaku Khan, anak dari Jenghis Khan, tetapi  segera dapat pulih kembali sesudah pukulan yang meremukkan itu. Para pemenang berubah menjadi golongan yang kalah dan cucu Hulaku, perebut Bagdad, masuk Islam.
       Keruntuhan kedua datang kemudian, ketika kemunduran umum dan menyeluruh dialami oleh kaum Muslimin dalam bidang ruhani dan bidang politik. – sebagai akibat bangkitnya bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang  disebut Gog (Yajuj) dan Magog (Ma’juj – Wahyu 20:7:10; QS.18:96-102; QS.21:97), dan Kebangkitan Islam yang kedua sedang dilaksanakan oleh  kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.62:3-4) dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s. atau “misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
     Dengan demikian genaplah jumlah “4 burung” Nabi Ibrahim a.s., yakni di kalangan  Bani Israil  (1) Nabi Musa a.s. dan (2) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.; sedangkan di kalangan Bani Ismail (umat Islam) (3)  Misal Nabi Musa a.s. yakni Nabi Besar Muhammad saw., dan (4)  Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
     Apabila benar bahwa Rasul Akhir Zaman yang akan datang  adalah kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari Bani Israil, maka jumlah “burung” Nabi Ibrahim a.s. bukan “empat burung” melainkan hanya “tiga burung”, klarena Nabi Isa Ibnu Maryam  a.s. datang duia kali,  hal ini bukan saja tidak sesuai dengan pernyataan Allah Swt. dalam QS.2:261 tetapi juga merupakan penghinaan besar kepada  Nabi Besar Muhammad saw., agama Islam, dan  kepada  umat Islam,   yang diyakini umat Islam sebagai Rasul Allah yang paling sempurna (QS.33:41); sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4) serta sebagai “umat yang terbaik” bagi kepentingan umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), sekan-akan benar bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah seorang Rasul yang abtar (terputus keturunannya – QS.108-14), baik keturunan secara jasmani mau pun keturunan  secara ruhani.
     Benarkah demikian?  Yang pasti adalah betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam yang dengan  berbagai kekeliruan memahami makna ayat-ayat Al-Quran (QS.25:31) telah “menyakiti hati” Nabi Besar Muhammad saw. sebagai orang-orang kafir di kalangan Bani Israil yang senantiasa “menyakiti hati” Nabi Musa a.s.   (QS.61:6), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا  قَوۡلًا  سَدِیۡدًا  ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ  لَکُمۡ  اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ  فَقَدۡ  فَازَ  فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti   orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan.  Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat.   Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur.   Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:70-72). 

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  23 Juni  2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar