بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 175
Menghidupkan Akhlak dan Ruhani
yang Mati Melalui “Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan pembahasan mengenai peringatan Allah Swt.
dalam Al-Quran kepada umat
Islam, agar mereka tidak melakukan keburukan
yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. (nabi yang seperti Musa) mau
pun terhadap “nabi yang seperti Isa Ibnu
Maryam” yakni Mirza Ghulam Ahmad
a.s., seperti yang dilakukan para
pemuka agama di kalangan Bani Israil
terhadap para nabi mereka, khususnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ
اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah
membersihkannya dari apa yang mereka katakana, dan ia di sisi Allah adalah orang yang
terhormat. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah
dan ucapkanlah perkataan yang jujur.
Dia akan memperbaiki
bagi kamu amal-amalmu dan akan
mengampuni bagi kamu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzab
[33]:70-72).
Ādzahu berarti, ia melakukan atau
mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau
menjengkelkan atau melukai perasaan dia. . Nabi Musa a.s. . telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain:
(1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan
mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan
gelap dengan dirinya.
(2) Karena timbul iri hati
melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi
Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s..
(3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis.
(4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik.
(4) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan
tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
Kemudian
umat Islam di Akhir Zaman ini
pun diperingatkan pula untuk tidak
melakukan makar-buruk seperti yang
dilakukan para pemuka kaum Yahudi kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:53-55;
QS.4:158-159), terhadap “misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.”
(QS.43:58) – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.
— bahkan mereka diperintahkan agar
mengikuti sikap para hawari (pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam,
firman-Nya:
وَ لَمَّا
ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ
اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ
لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal
tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah
dia?" Mereka tidak menyebutkan
hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.
(Az-Zukhruf [43]:58-59).
Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari
sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes)
(Aqrab-al-Mawarid). 2683.
Kedatangan Al-Masih a.s. adalah
tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan
kenabian untuk selama-lamanya.
Orang yang Seperti
(Misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. &
Terwujudnya Kejayaan Islam
yang Kedua Kali
Karena matsal berarti
sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat
ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa
bila kaum Nabi Besar Muhammad saw. —
yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan
di antara mereka untuk memperbaharui mereka
dan mengembalikan kejayaan ruhani
mereka yang telah hilang, maka daripada bergembira
atas kabar gembira itu malah mereka berteriak
mengajukan protes.
Jadi, ayat ini dapat dianggap
mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. untuk
kedua kalinya dalam wujud orang lain yang semisal
(seperti) beliau namun muncul dari kalangan pengikut
Nabi Besar Muhammad saw. yakni dari kalangan umat Islam (Bani Isma’il), bukan dari kalangan Bani Israil sebagaimana yang keliru
difahami oleh umumnya umat Islam.
Itulah sebabnya Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah
dilakukan para pemuka agama Yahudi
terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا اَنۡصَارَ
اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ
مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ
اللّٰہِ فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu penolong-penolong
Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam
berkata kepada pengikut-pengikutnya,
“Siapakah penolong-penolongku di jalan
Allah?” Para hawari (pengikut-pengikut
yang setia) itu berkata: “Kamilah
penolong-penolong Allah.” Maka segolongan
dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan
lagi kafir, kemudian Kami
membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaff
[61]:15).
Dari ketiga golongan agama di antara kaum Yahudi, yang
terhadap mereka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menyampaikan tablighnya – kaum Parisi,
kaum Saduki, dan kaum Essenes – Nabi Isa ibnu Maryam a.s. termasuk
golongan terakhir (kaum Essenes)sebelum beliau diutus sebagai rasul Allah.
Kaum Essenes adalah kaum
yang sangat bertakwa, hidup jauh dari kesibukan dan keramaian dunia, dan
melewatkan waktu mereka dalam berzikir dan berdoa, dan berbakti kepada sesama
manusia. Dari kaum inilah berasal bagian besar dari para pengikut beliau di
masa permulaan (“The Dead Sea
Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”). Mereka disebut “Para Penolong” oleh Eusephus.
Kata-kata penutup Surah ini sungguh sarat
dengan nubuatan. Sepanjang zaman para
pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
telah menikmati kekuatan dan kekuasaan atas musuh abadi mereka – kaum
Yahudi. Mereka telah menegakkan dan memerintah kerajaan-kerajaan luas dan perkasa,
sedang kaum Yahudi tetap merupakan kaum yang cerai-berai sehingga mendapat julukan “the Wandering Jew” (“Yahudi Pengembara”).
Demikian juga halnya dengan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. dengan Jemaat Ahmadiyah yang dipimpin oleh para
Khalifatul Masih telah ditakdirkan Allah Swt. untuk mengalami
hal yang sama sehingga kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir
Zaman ini benar-benar akan terwujud sebagaimana firman-Nya berikut ini:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
me-nyukai. (Ash-Shaff [61]:10)
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena
untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih
Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua
agama muncul dan keunggulan Islam
di atas semua agama akan menjadi
kepastian.
Ajaran Injil Sebagai Penyeimbang Hukum
Pembalasan dalam Taurat
Jadi, sebagaimana halnya pada masa Nabi
Musa a.s. -- dalam rangka mewarisi “negeri
yang dijanjikan” -- maka berbagai upaya
untuk membangkitkan kembali jiwa ksatria
dan semangat perjuangan di kalangan Bani Israil yang lenyap akibat kezaliman
para fir’aun di Mesir selama 400 tahun (QS.5:50), maka Allah Swt. telah
ditetapkan dalam hukum Taurat yang lebih mengutamakan “hukum pembalasan” (QS.5:45-46); demikian
pula pada perjuangan suci yang Nabi
Besar Muhammad saw. – demi mempertahankan eksistensi
agama Islam dan umat Islam dari upaya makar-makar buruk para
penentang dari kalangan golongan Ahli
Kitab dan orang-orang musyrik –
maka Allah Swt. telah mengizinkan Nabi Besar Muhammad saw. untuk melakukan
perang secara fisik, firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong
mereka. Yaitu orang-orang
yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian
manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur biara-biara,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:40-41).
Namun ketika “hukum Taurat” yang lebih
menekankan “hukum pembalasan” dengan berlalunya waktu yang lama telah
menimbulkan efek negative berupa
tumbuhnya sifat keras dan haus darah dalam jiwa
Bani Israil (QS.57:17), maka untuk menyeimbangkan jiwa mereka Allah Swt.
telah mengutus Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dengan menurunkan Injil yang lebih
menekankan kepada “hukum pemaafan” sebagai penyempurnaan
hukum Taurat:
17. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum
Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan
untuk menggenapinya 18.
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap
langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari
hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada
orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga;
tetapi siapa yang melakukan dan
mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20. Maka Aku
berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu
tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga. (Matius
5:17-20).
Berkenaan hukum pembalasan yang ditekankan oleh ajaran Taurat,
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus) berkata:
38. Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. 39. Tetapi Aku berkata
kepadamu: Janganlah kamu melawan orang
yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun
yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. 40. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau
karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. 41 Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan
sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. 42. Berilah kepada
orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari
padamu. (Matius 5:38-42).
Berikut adalah firman Allah Swt. dalam
Al-Quran mengenai hukum Taurat, yang
sekali pun benar lebih menekankan
pada “pembalasan”, namun sama sekali tidak melarang untuk berlaku pemaaf kepada orang yang melakukan kesalahan
yang pantas dibalas (dihukum),
firman-Nya:
اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنَا التَّوۡرٰىۃَ فِیۡہَا ہُدًی وَّ
نُوۡرٌ ۚ یَحۡکُمُ بِہَا النَّبِیُّوۡنَ الَّذِیۡنَ اَسۡلَمُوۡا لِلَّذِیۡنَ
ہَادُوۡا وَ الرَّبّٰنِیُّوۡنَ وَ الۡاَحۡبَارُ بِمَا اسۡتُحۡفِظُوۡا مِنۡ کِتٰبِ اللّٰہِ
وَ کَانُوۡا عَلَیۡہِ شُہَدَآءَ ۚ فَلَا تَخۡشَوُا النَّاسَ وَ اخۡشَوۡنِ وَ لَا
تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَحۡکُمۡ بِمَاۤ
اَنۡزَلَ اللّٰہُ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَتَبۡنَا عَلَیۡہِمۡ فِیۡہَاۤ اَنَّ النَّفۡسَ بِالنَّفۡسِ ۙ وَ الۡعَیۡنَ
بِالۡعَیۡنِ وَ الۡاَنۡفَ بِالۡاَنۡفِ وَ الۡاُذُنَ بِالۡاُذُنِ وَ السِّنَّ
بِالسِّنِّ ۙ وَ الۡجُرُوۡحَ قِصَاصٌ ؕ فَمَنۡ تَصَدَّقَ بِہٖ فَہُوَ
کَفَّارَۃٌ لَّہٗ ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَحۡکُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ
اللّٰہُ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ بِعِیۡسَی ابۡنِ
مَرۡیَمَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ
الۡاِنۡجِیۡلَ فِیۡہِ ہُدًی وَّ نُوۡرٌ ۙ وَّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ ہُدًی وَّ
مَوۡعِظَۃً لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Taurat
yang di dalamnya petunjuk dan cahaya, dengan itulah para nabi yang patuh kepada Kami menghakimi
dengannya bagi orang-orang Yahudi sebagaimana yang dilakukan pula oleh para ‘alim dan para ulama, karena mereka diperintahkan menjaga Kitab Allah dan karena mereka menjadi pengawas atasnya,
karena itu janganlah takut kepada
manusia melainkan takutlah kepada-Ku dan janganlah kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga rendah. Dan barangsiapa tidak berhakim dengan
apa yang diturunkan Allah maka mereka itu orang-orang kafir. Dan
Kami telah menetapkan hukum bagi mereka di dalam Taurat bahwa: “Jiwa dibalas dengan jiwa, dan mata
dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan untuk luka-luka ada pembalasannya. Tetapi barangsiapa melepaskan hak untuk membalas maka hal demikian itu akan
menjadi penebus dosa baginya, dan barangsiapa
tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah maka mereka itulah
orang-orang zalim. Dan Kami mengiringkan di atas jejak mereka
dengan Isa ibnu Maryam, menggenapi apa yang telah ada sebelumnya di
dalam Taurat, dan Kami memberikan kepadanya Injil, di dalamnya terdapat
petunjuk dan cahaya, menggenapi apa
yang telah diwahyukan sebelumnya di dalam Taurat dan sebagai petunjuk
dan nasihat bagi orang-orang bertakwa. (Al-Māidah
[5]:45-47).
Jemaat Ahmadiyah & “Ismuhu
Ahmad”
Mengenai ajaran Injil yang lebih menekankan “hukum pemaafan” atau “kasih-sayang” Allah Swt. berfirman:
ثُمَّ
قَفَّیۡنَا عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ
بِرُسُلِنَا وَ قَفَّیۡنَا بِعِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ وَ اٰتَیۡنٰہُ الۡاِنۡجِیۡلَ ۬ۙ وَ جَعَلۡنَا
فِیۡ قُلُوۡبِ الَّذِیۡنَ
اتَّبَعُوۡہُ رَاۡفَۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ رَہۡبَانِیَّۃَۨ ابۡتَدَعُوۡہَا مَا کَتَبۡنٰہَا
عَلَیۡہِمۡ اِلَّا ابۡتِغَآءَ رِضۡوَانِ
اللّٰہِ فَمَا رَعَوۡہَا حَقَّ
رِعَایَتِہَا ۚ فَاٰتَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡہُمۡ اَجۡرَہُمۡ ۚ وَ
کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡن ﴿﴾
Kemudian Kami mengikutkan di atas jejak-jejak mereka
rasul-rasul Kami, dan Kami
mengikutkan pula Isa Ibnu Maryam, dan Kami memberikan kepadanya Injil, dan Kami menjadikan
dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan cara hidup merahib yang dibuat-buat mereka
Kami sekali-kali tidak mewajibkannya atas mereka, kecuali untuk mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak melaksanakannya sebagaimana
seharusnya dilaksanakan, maka Kami
menganugerahkan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka ganjaran mereka, tetapi kebanyakan dari mereka fasik (durhaka). (Al-Hadīd [57]:28).
Karena kedudukan Pendiri Jemaat Ahmadiyah – Mirza Ghulam Ahmad a.s. – adalah sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. (QS.43:58), maka dalam melaksanakan misi
perjuangannya untuk mewujudkan kejayaan
Islam yang kedua kali di Akhir Zaman
ini (QS.61:10) juga lebih menekankan kepada cara-cara “kasih-sayang” atau kelembutan
(jamal) -- sesuai dengan nama sifat
Nabi Besar Muhammad saw. yang disinggung oleh Nabi Isa Ibnu Mayam a.s. mengenai
kedatangan beliau saw., yakni Ahmad -- firman-Nya:
وَ
اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ
لِمَ تُؤۡذُوۡنَنِیۡ وَ قَدۡ
تَّعۡلَمُوۡنَ اَنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ ؕ فَلَمَّا زَاغُوۡۤا اَزَاغَ اللّٰہُ قُلُوۡبَہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اِنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ
یَدَیَّ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ
بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ ؕ
فَلَمَّا جَآءَہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ
قَالُوۡا ہٰذَا سِحۡرٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, mengapa kamu menyakitiku, padahal
kamu sungguh mengetahui bahwa aku Rasul Allah yang diutus kepada kamu?”
Maka tatkala mereka menyimpang dari
jalan benar Allah pun menyimpangkan
hati mereka, dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa yang ada sebelumku yaitu
Taurat, dan memberi kabar gembira
mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.” Maka
tatkala ia datang kepada mereka dengan
bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah sihir
yang nyata.” (Ash-Shaff [61]:6-7).
Selain memiliki warna perjuangan yang sama dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sikap Pendiri Jemaat Ahmadiyah pun – Mirza
Ghulam Ahmad a.s. -- sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. memiliki persamaan dengan sikap salah seorang di
antara “dua putra Adam” yang tidak
melakukan pembalasan atas perbuatan zalim saudaranya kepada dirinya, firman-Nya:
وَ اتۡلُ
عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ ابۡنَیۡ اٰدَمَ بِالۡحَقِّ ۘ اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا
فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِہِمَا وَ لَمۡ یُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِ ؕ قَالَ
لَاَقۡتُلَنَّکَ ؕ قَالَ اِنَّمَا
یَتَقَبَّلُ اللّٰہُ مِنَ الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾ لَئِنۡۢ بَسَطۡتَّ اِلَیَّ یَدَکَ لِتَقۡتُلَنِیۡ
مَاۤ اَنَا بِبَاسِطٍ یَّدِیَ اِلَیۡکَ
لِاَقۡتُلَکَ ۚ اِنِّیۡۤ اَخَافُ
اللّٰہَ رَبَّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ
اُرِیۡدُ اَنۡ تَبُوۡٓاَ بِاِثۡمِیۡ وَ اِثۡمِکَ فَتَکُوۡنَ مِنۡ اَصۡحٰبِ
النَّارِ ۚ وَ ذٰلِکَ جَزٰٓؤُا الظّٰلِمِیۡنَ()
Dan
ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua
anak Adam dengan sebenarnya, ketika keduanya memberikan pengorbanan,
maka dikabulkan salah seorang dari
keduanya itu sedangkan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu
ia berkata: “Niscaya engkau akan kubunuh.” Saudaranya
berkata: “Sesungguhnya Allah hanya
mengabulkan pengorbanan dari orang-orang yang bertakwa. Jika engkau
benar-benar menjangkaukan tangan engkau
terhadapku untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak akan menjangkaukan tanganku terhadap engkau untuk membunuh
engkau, sesungguhnya aku takut
kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya
aku menginginkan bahwa engkau
menang-gung dosaku dan dosa
engkau sendiri, maka engkau akan
menjadi penghuni Api, dan demikianlah
balasan bagi orang-orang yang zalim.” Tetapi nafsunya telah membuat dia taat kepadanya supaya membunuh saudaranya,
lalu dia membunuhnya, maka dia
pun menjadi termasuk orang-orang yang
rugi. (Al-Māidah [5]:28-30).
Pengulangan Kisah Monumental “Dua Putra
Adam” di Akhir Zaman &
“Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.
Sebutan
“kedua anak Adam,” secara kiasan
maksudnya ialah dua pribadi siapa
saja dari antara segenap keturunan umat manusia. Perumpamaan itu pun menggambarkan sikap tidak bersahabat kaum Bani Israil terhadap keturunan Bani Isma’il (umat Islam), karena silsilah kenabian telah dipindahkan Allah Swt. dari mereka
kepada kaum Bani Isma’il dalam
pribadi Nabi Besar Muhammad saw..
U rīdu
(aku menginginkan) diserap dari kata rāda yang kadang-kadang tidak
menyatakan keinginan yang sebenarnya
melainkan hanya menerangkan suatu keadaan
atau kondisi praktis yang agaknya
menjurus kepada suatu situasi tertentu (QS.18:78). Ayat ini tidak berarti bahwa
Habel menghendaki saudaranya, Kain, dicampakkan ke dalam neraka. Apa yang dimaksud olehnya hanya akibat wajar tapi pasti dari sikapnya sendiri yang tidak-agresip (pengalah) itu
yaitu saudaranya akan masuk
neraka.
Itsmi
artinya “dosa yang dibuat terhadapku.” Di sini calon korban itu hanya menggambarkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukan oleh saudaranya. Ungkapan
ini dapat juga dijelaskan dengan jalan lain sebagai berikut: Menurut riwayat Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa pada Hari Peradilan, perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan orang-orang zalim, akan dipindahkan
kepada orang-orang yang dizalimi oleh mereka, dan seandainya orang-orang
zalim sama sekali tidak pernah berbuat
baik, maka dosa orang-orang yang
dizalimi akan diperhitungkan kepada orang-orang zalim, sehingga dengan
demikian, orang-orang fasik (durhaka) bukan saja menanggung dosa mereka sendiri, tetapi pula dosa-dosa orang yang dizalimi (Muslim,
bab al-Birr wa’l Shila).
Missi Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- sebagai
Al-Masih Mau’ud a.s. -- dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali adalah “yuhyiddīna wa yuqīmusy-syarī’ah”
(menghidupkan agama dan menegakkan syariah), sedangkan motto perjuangannya adalah LOVE
FOR ALL HATRED FOR NONE -- “Kecintaan Untuk Semua, Kebencian Tidak Untuk Siapa pun” sesuai
dengan missi pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “Rahmat
untuk seluruh alam” (QS.21:108).
Dengan demikian lengkaplah “4
ekor burung” yang diambil Nabi Ibrahim a.s. dalam rangka menjawab pertanyaan beliau kepada Allah Swt.
bagaimana cara “menghidupkan ruhani yang
telah mati” di kalangan keturunan beliau,
firman-Nya:
وَ اِذۡ
قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اَرِنِیۡ کَیۡفَ تُحۡیِ الۡمَوۡتٰی ؕ قَالَ
اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ
قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً
مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ
مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا ؕ وَ اعۡلَمۡ اَنَّ
اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, perlihatkan
kepadaku bagaimanakah cara Engkau menghidupkan yang mati?” Dia
ber-firman: “Apakah engkau tidak percaya?”
Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku
tanyakan supaya hatiku tenteram.”
Dia berfirman: “Jika demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah mereka
kepada engkau, kemudian letakkanlah
setiap burung itu di atas tiap-tiap gunung lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada
engkau, dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:261).
Perbedaan antara iman dan ithminan
(hati dalam keadaan tenteram) ialah, dalam keadaan pertama, orang hanya percaya bahwa Allah Swt. dapat
berbuat sesuatu, sedangkan dalam keadaan kedua (ithminan) orang mendapat kepastian bahwa sesuatu dapat pula berlaku atas dirinya. Nabi Ibrahim a.s. sungguh beriman (percaya) bahwa Alah Swt. dapat
menghidupkan yang sudah mati, tetapi apa yang diinginkan beliau ialah kepuasan pribadi untuk mengetahui apakah
Allah Swt. akan berbuat demikian untuk keturunan beliau, karena Allah Swt. telah menjadikan beliau
sebagai imam bagi umat manusia
(QS.2:125).
Makna “Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.
Menunjuk kepada ayat yang ada
dalam bahasan Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kita lebih
layak menaruh syak (keraguan)
daripada Ibrahim” (Muslim). Kata syak berarti keinginan
keras yang tersembunyi, menunggu dengan penuh harapan akan sempurnanya keinginan itu, sebab, Nabi Besar
Muhammad saw. tidak pernah ragu-ragu mengenai janji atau apa pun perbuatan Allah Swt.. Hal itu menunjukkan bahwa
pertanyaan Nabi Ibrahim a.s. tidak
terdorong oleh keraguan, tetapi hanya
oleh kedambaan yang sangat sehingga
timbul keyakinan dan kepastian bahwa pernyataan Allah Swt. mengenai keturunan
beliau -- baik dari kalangan Bani Israil mau pun Bani
Isma’il – terbukti kebenarannya.
Shurtu
al ghushna ilayya berarti “saya
mencondongkan dahan itu kepadaku sendiri” (Lexicon
Lane). Kata depan ila menentukan arti kata shurhunna
dalam artian mencondongkan atau melekatkan dan bukan memotong, seperti yang secara
keliru difahami mengenai ayat tersebut, yakni Nabi Ibrahim a.s. telah memotong-motong keempat ekor burung
tersebut, lalu bagian-bagian potongan burung tersebut diletakkan di
setiap puncak gunung dan ketika dipanggil
oleh Nabi Ibrahim a.s. maka potongan-potongan
tubuh burung tersebut menyatu
kembali.
Juz’ berarti suku, sebagian atau
sesuatu. Jadi, bila sesuatu terdiri atas atau meliputi suatu rombongan, kata
“bagian” akan berarti tiap-tiap anggotanya. Ini adalah suatu kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi Ibrahim a.s. Dengan “mengambil empat ekor burung”,
maknanya ialah keturunan beliau
akan bangkit dan jatuh sebanyak empat kali
(QS.17:5-9).
Peristiwa itu disaksikan dua kali di tengah-tengah kaum Bani Israil melalui Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.;
dan terulang lagi dua kali di tengah-tengah Bani
Isma’il yakni para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yang
merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s.
melalui Nabi Isma’il a.s..
Kekuatan (kekuasaan) kaum Yahudi yang adalah keturunan Nabi
Ibrahim a.s. melalui Nabi Ishaq a.s. — hancur dua kali: pertama
kali oleh Nebukadnezar dan kemudian oleh Titus
(QS.17:5-8. Encyclopaedia Britannica
pada Jews),
dan tiap-tiap kali Allah Swt. membangkitkan kembali sesudah keruntuhan mereka; kebangkitan kedua
kalinya terlaksana oleh Konstantin,
Maharaja Roma, yang memeluk agama Kristen.
Demikian pula kekuatan (kekuasaan)
Islam, setelah mengalami kebangkitan
ruhani yang pertama melalui pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw. atau “Nabi yang
seperti Musa” (Ulangan 18:15-19; QS.46:11), sebagai
hukuman Allah Swt. pertama-tama
umat Islam dengan hebat digoncang ketika Bagdad jatuh saat menghadapi pasukan-pasukan Mongol dan Tartar pimpinan Hulaku Khan, anak dari Jenghis Khan, tetapi segera dapat pulih kembali sesudah pukulan
yang meremukkan itu. Para pemenang
berubah menjadi golongan yang kalah dan cucu
Hulaku, perebut Bagdad, masuk Islam.
Keruntuhan kedua datang kemudian,
ketika kemunduran umum dan menyeluruh dialami oleh kaum Muslimin dalam bidang
ruhani dan bidang politik. – sebagai akibat bangkitnya bangsa-bangsa Kristen
dari Barat yang disebut Gog (Yajuj) dan Magog (Ma’juj – Wahyu 20:7:10; QS.18:96-102;
QS.21:97), dan Kebangkitan Islam yang
kedua sedang dilaksanakan oleh kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.
secara ruhani (QS.62:3-4) dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. atau “misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. Pendiri Jemaat
Ahmadiyah.
Dengan demikian genaplah jumlah
“4 burung” Nabi Ibrahim a.s., yakni di kalangan
Bani Israil (1) Nabi Musa a.s. dan (2) Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s.; sedangkan di kalangan Bani Ismail (umat Islam) (3) Misal
Nabi Musa a.s. yakni Nabi Besar Muhammad saw., dan (4) Misal Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Apabila benar bahwa Rasul Akhir Zaman yang akan datang adalah kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari Bani Israil, maka jumlah “burung” Nabi
Ibrahim a.s. bukan “empat burung”
melainkan hanya “tiga burung”, klarena Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. datang duia kali, hal
ini bukan saja tidak sesuai dengan
pernyataan Allah Swt. dalam QS.2:261 tetapi juga merupakan penghinaan besar
kepada Nabi Besar Muhammad saw., agama
Islam, dan kepada umat
Islam, yang diyakini umat Islam sebagai Rasul
Allah yang paling sempurna (QS.33:41); sebagai agama terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) serta sebagai “umat yang terbaik”
bagi kepentingan umat manusia
(QS.2:144; QS.3:111), sekan-akan benar bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah
seorang Rasul yang abtar (terputus
keturunannya – QS.108-14), baik keturunan secara jasmani mau pun keturunan
secara ruhani.
Benarkah demikian? Yang pasti adalah betapa benarnya peringatan Allah Swt. kepada umat Islam
yang dengan berbagai kekeliruan memahami
makna ayat-ayat Al-Quran (QS.25:31) telah “menyakiti
hati” Nabi Besar Muhammad saw. sebagai orang-orang kafir di kalangan Bani Israil yang senantiasa “menyakiti hati” Nabi Musa a.s. (QS.61:6),
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی
فَبَرَّاَہُ اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ
کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾ یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا
سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ
لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ
وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ
فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah
menyusahkan Musa, tetapi Allah
membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur. Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:70-72).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar