بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 164
Makna-makna Peristiwa “Isra” Nabi Besar Muhammad
Saw. dari Masjidil-Aqsha ke Masjidil-Haram
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai “hamba Allah” yang diikuti Nabi Musa a.s. bahwa “perahu yang dilobangi” tersebut adalah
milik “orang-orang miskin” yang
bekerja di laut (QS.18:72 & 80). Mengisyaratkan kepada “orang-orang miskin”
itulah firman Allah Swt. selanjutnya, yakni
orang-orang yang beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اصۡبِرۡ
نَفۡسَکَ مَعَ الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَدٰوۃِ وَ الۡعَشِیِّ یُرِیۡدُوۡنَ وَجۡہَہٗ وَ لَا
تَعۡدُ عَیۡنٰکَ عَنۡہُمۡ ۚ تُرِیۡدُ زِیۡنَۃَ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ لَا تُطِعۡ
مَنۡ اَغۡفَلۡنَا قَلۡبَہٗ عَنۡ ذِکۡرِنَا وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ وَ کَانَ
اَمۡرُہٗ فُرُطًا ﴿﴾
Dan
bersabarlah diri engkau bersama
orang-orang yang menyeru Tuhan-nya pagi dan petang hari untuk mencari keridhaan-Nya,
dan janganlah pandangan mata engkau berpaling dari mereka
karena engkau menghendaki perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengikuti orang yang Kami
telah melalaikan hatinya dari mengingat Kami serta mengikuti hawa nafsunya dan urusannya
telah melampaui batas. (Al-Kahf [18]:29).
Yang dimaksud dengan orang yang hatinya dilalaikan Allah Swt. dalam kalimat selanjutnya:
وَ لَا تُطِعۡ
مَنۡ اَغۡفَلۡنَا قَلۡبَہٗ عَنۡ ذِکۡرِنَا وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ وَ کَانَ
اَمۡرُہٗ فُرُطًا ﴿﴾
“dan janganlah
engkau mengikuti orang yang Kami telah melalaikan hatinya dari mengingat Kami serta mengikuti
hawa nafsunya dan urusannya telah
melampaui batas.” Adalah
mengisyaratkan kepada kesuksesan
kekuasaan dan kekayaan duniawi kedua
kerajaan besar Romawi dan Persia itulah.
Kenapa demikian? Sebab pada akhirnya sesuai
pernyataan Allah Swt. dalam ayat
18:28, sebuah buah ketakwaan
mereka kepada Allah Swt. dan ketaatan
mereka kepada Nabi Besar Muhammad saw., kepada para pengikut Nabi Besar
Muhammad saw. pun akan diberikan kekuasan
dan kekayaan duniawi yang bahkan jauh
lebih besar daripada kekuasaan dan kekayaan duniawi kedua kerajaan penganut kemusyrikan tersebut -- sebagaimana diisyaratkan dalam ayat
selanjutnya -- firman-Nya:
وَ قُلِ
الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ۟ فَمَنۡ شَآءَ فَلۡیُؤۡمِنۡ وَّ مَنۡ شَآءَ فَلۡیَکۡفُرۡ ۙ اِنَّاۤ اَعۡتَدۡنَا
لِلظّٰلِمِیۡنَ نَارًا ۙ اَحَاطَ بِہِمۡ
سُرَادِقُہَا ؕ وَ اِنۡ یَّسۡتَغِیۡثُوۡا یُغَاثُوۡا بِمَآءٍ کَالۡمُہۡلِ یَشۡوِی
الۡوُجُوۡہَ ؕ بِئۡسَ الشَّرَابُ ؕ وَ سَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا ﴿﴾
Dan
katakanlah: ”Inilah haq dari Tuhan kamu karena itu barangsiapa
menghendaki maka berimanlah, dan barangsiapa menghendaki maka kafirlah”, sesungguhnya
Kami telah menyediakan bagi orang-orang
yang zalim itu api yang dinding-dindingnya mengepung mereka, dan jika mereka berteriak meminta tolong,
mereka akan ditolong dengan air seperti leburan timah, yang akan menghanguskan wajah-wajah, sangat buruk
minuman itu dan sangat buruk tempat tinggal itu! (Al-Kahf
[18]:30).
Suraqah bin Malik dan “Gelang Emas” Kisra Iran
Kata al-haq
(kebenaran) dapat mengisyaratkan kepada Al-Quran mau pun kebapa Nabi Besar
Muhammad saw., tetapi dapat pula kepada nubuatan-nubuatan
dalam Al-Quran berkenaan hukuman yang
akan menimpa para penentang Al-Quran
dan Nabi Besar Muhammad saw. mau pun mengenai kemuliaan yang akhirnya akan dianugerahkan Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman, mengai hal
tersebut Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اِنَّا لَا نُضِیۡعُ اَجۡرَ مَنۡ اَحۡسَنَ
عَمَلًا ﴿ۚ﴾ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ جَنّٰتُ عَدۡنٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ یُحَلَّوۡنَ
فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ یَلۡبَسُوۡنَ ثِیَابًا
خُضۡرًا مِّنۡ سُنۡدُسٍ وَّ اِسۡتَبۡرَقٍ
مُّتَّکِئِیۡنَ فِیۡہَا عَلَی
الۡاَرَآئِکِ ؕ نِعۡمَ
الثَّوَابُ ؕ وَ
حَسُنَتۡ مُرۡتَفَقًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan ganjaran
bagi orang-orang yang mengerjakan amal
baik. Mereka itulah orang-orang yang
bagi mereka ada kebun-kebun abadi yang
di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka di dalamnya akan dihiasi dengan gelang-gelang emas
dan mereka akan mengenakan pakaian dari
sutera halus berwarna hijau dan sutera
tebal, mereka di dalamnya duduk bersandar pada dipan-dipan
yang indah, itulah ganjaran
yang sebaik-baiknya, dan tempat
istirahat yang indah. (Al-Kahf [18]:31-32).
Oleh
karena "gelang-gelang emas" merupakan lambang kerajaan, maka ayat ini
dapat berarti bahwa orang-orang Islam akan menjadi penguasa
kerajaan-kerajaan yang luas dan kuat,
serta akan menikmati kekuasaan, kehormatan, dan kemuliaan besar; dan bahwa perempuan-perempuan
mereka akan mengenakan pakaian terbuat dari sutera halus dan kain sutera
tebal terjalin dengan tenunan benang
emas.
Nubuatan tersebut menjadi sempurna ketika khazanah-khazanah dari Parsi
dan Roma telah diletakkan pada kaki orang-orang Arab ummi (buta huruf) yang
biasanya mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit-kulit kasar dan dari
bulu-bulu binatang. Dan yang menarik adalah Suraqah
bin Malik bin Jusyam ketika ia ikut memburu hadiah 100 ekor unta yang disediakan para pemuka kafir Quraisy Makkah bagi siapa
pun yang dapat menangkap Nabi Besar Muhammad saw. yang meloloskan diri dari kepungan mereka di Mekkah (QS.8:31;
QS.9:40).
Suraqah bin
Malik bin Jusyam berkali-kali bersama kudanya terjembab ketika akan mengejar
Nabi Besar Muhammad saw. dan Abu Bakar
Shiddiq r.a., akhirnya ia meyakini bahwa
buruannya tersebut mendapat perlindungan Allah Swt., dan akhirnya ia
berteriak memanggil Nabi Besar Muhammad saw.
dan minta jaminan keselamatan dari beliau saw..
Duel
Makar antara “Makar Buruk” Abu Jahal dkk
dengan “Makar Tandingan” Allah Swt.
Ketika itu Nabi
Besar Muhammad saw. bersabda kepada Suraqah bin Malik bahwa ia akan mengenakan gelang emas yang biasa dipakai oleh Krisra Iran. Nubuatan
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut sempurna di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a., ketika pasukan Islam dapat
menaklukkan kerajaaan Iran, dan untuk
menggenapi sabda Nabi Besar Muhammad
saw. tersebut Khalifah Umar bin Khaththab r.a. memerintahkan Suraqah bin Malik
untuk memakai gelang emas kebesaran Kisra Iran yang menjadi harta rampasan
perang.
Jadi, betapa
jatuhnya kekuasaan Kisra Iran
ke pangkuan umat Islam sebelumnya telah disabdakan atau dinubuatkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., ketika beliau saw.
bersama Sahabat Abu Bakar Shiddiq r.a. sedang menuju Madinah sebagai “dua orang
pelarian”, firman-Nya:
وَ اِذۡ
یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ
یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ
اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ
الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika orang-orang kafir merancang
makar terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfāl [8]:31).
Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun
Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua
usaha mereka mencegah berkembangnya aliran
kepercayaan baru (agama Islam) gagal,
dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu meninggalkan Mekkah telah hijrah
ke Medinah dan mereka sudah jauh dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga
kota berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam.
Sesudah diadakan pertimbangan
mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda
dari berbagai kabilah Quraisy harus secara serempak menyergap Nabi Besar
Muhammad saw. lalu membunuh beliau saw.. Tetapi tanpa setahu orang Nabi Besar Muhammad saw. meninggalkan rumah tengah malam buta,
ketika para penjaga dikuasai oleh kantuk, berlindung di Gua Tsur bersama-sama Abubakar
Shiddiq r.a., sahabat beliau saw.
yang setia, dan akhirnya sampai di Medinah dengan selamat, firman-Nya:
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ
فَقَدۡ نَصَرَہُ اللّٰہُ اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی
الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ
اِنَّ اللّٰہَ
مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ
اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ
اللّٰہُ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka sungguh
Allah telah menolongnya ketika ia (Rasulullāh) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia
berkata kepada temannya: “Janganlah
engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu Allah
menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya, dan Dia
menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan
Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.(At-Taubah
[9]:40).
Nabi Besar Muhammad saw. “Diperjalankan
Pada Waktu Malam” (Di-Isra-kan) oleh
Allah Swt.
Kata pengganti nama hī (nya) dalam anak kalimat “ketenteraman-Nya kepadanya” dapat mengisyaratkan kepada Abubakar Shiddiq r.a., karena selama itu Nabi Besar Muhammad saw. sendiri senantiasa dalam keadaan
setenang-tenangnya. Sedangkan kata pengganti “nya” dalam anak kalimat
“menolongnya” bagaimanapun juga mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Dipergunakannya kata-kata pengganti nama
dengan cara berpencaran ini, dikenal sebagai Intisyar al-Dhama’ir dan
sudah lazim dalam bahasa Arab. Lihat QS.48:10.
Yang
dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah Nabi
Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke
Medinah ketika beliau saw. didampingi oleh
Abubakar Shiddiq r.a. berlindung
di sebuah gua yang disebut Tsaur.
Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi Abubakar Shiddiq r.a. yang telah
disebut sebagai “salah satu di antara dua
orang” dengan disertai Allah Swt. dan
Allah Swt. Sendiri
meredakan rasa ketakutannya.
Telah tercatat dalam sejarah
bahwa ketika berada dalam gua Abubakar
Shiddiq a.s. mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi Besar
Muhammad saw. mengapa beliau menangis, beliau
menjawab: “Saya tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullāh, sebab jika saya
mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan
merupakan kematian Islam dan kematian
seluruh umat Islam.” (Zurqani).
Firman Allah Swt. tersebut
merupakan pengakuan – dan sekaligus pembelaan – Allah Swt. mengenai
kemuliaan Abubakar Shiddiq r.a.,
sebagai Khalifah pertama Nabi Besar
Muhammad saw., yang oleh pihak Muslim
golongan Syi’ah, bersama dua
orang Khalifah selanjutnya (Umar bin
Khaththab r.a. dan Utsman bin Affan r.a.), kekhalifahnya
dianggap tidak sah, karena ketiga Khalifah
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dituduh telah merebut hak Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. yang harus menjadi Khalifah
Nabi Besar Muhammad saw. setelah belau saw. wafat.
Peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad saw. ditemani Abubakar Shiddiq r.a. yang memakan waktu berhari-hari -- dan
dalam kenyataannya perjalanan
tersebut disertai dengan berbagai
peristiwa yang sangat menegangkan –
sebelumnya telah dikemukakan oleh
Allah Swt. dalam ayat yang dikenal dengan peristiwa Isra, yang di dalam hadits-hadits disertai oleh berbagai “pengalaman ajaib” yang dialami oleh Nabi
Besar Muhammad saw., yang sama sekali berbeda dengan kenyataan secara jasmani
ketika beliau saw. melakukan hijrah
dari Mekkah ke Madinah bersama Abubakar Shiddiq r.a., firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ
الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی
الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا
حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia Yang
memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam
dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha
yang sekelilingnya
telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Bani Israil [17]:2).
Makna Masjidil-Aqsha
(Mesjid yang Jauh)
“Masjid
Aqsha” (masjid yang jauh) menunjuk kepada rumah peribadatan (Kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s. di Yerusalem. Kasyaf -- yakni pengalaman ruhani -- Nabi Besar Muhammad saw. yang disebut dalam ayat ini mengandung
suatu nubuatan yang agung.
Perjalanan Nabi Besar Muhammad saw. ke “Masjid Aqsha”
berarti hijrah beliau ke Medinah,
tempat beliau saw. akan mendirikan suatu
masjid, yang ditakdirkan kelak akan menjadi
masjid pusat Islam, dan penglihatan
diri beliau saw. sendiri dalam kasyaf,
bahwa beliau saw. mengimami para nabi lainnya dalam shalat, mengandung arti,
bahwa agama baru -- ialah Islam
-- tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja di Mekkah atau di Masjidilharam, melainkan
akan tersebar ke seluruh dunia, dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.
Kepergian Nabi Besar Muhammad saw. ke Yerusalem (Masjidil-aqsha) dalam kasyaf dapat pula dianggap mengandung
arti, bahwa beliau saw. akan diberi kekuasaan atas daerah yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan
ini telah menjadi sempurna di masa khilafat
(kekhalifahan) Sayyidina Umar bin Khaththab r.a.
Kasyaf (Pengalaman
ruhani) ini dapat pula diartikan sebagai menunjuk kepada suatu perjalanan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. ke
suatu negara jauh, di suatu masa yang akan datang. Maksudnya, bahwa ketika kegelapan ruhani akan menutupi seluruh dunia, Nabi Besar Muhammad saw. akan
muncul kembali secara ruhani dalam wujud salah seorang pengikut beliau saw., dalam satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama
beliau saw. diutus (Mekkah) – yang dalamQS.36:14-29 diisyaratkan sebagai “seorang
laki-laki yang berlari-lari dari bagian
terjauh kota itu” -- satu penunjukan yang khusus kepada kebangkitan kedua Nabi Besar Muhammad saw. terdapat
dalam QS.62:3-4 dari kalangan “ākharīna
minhum”, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Kitab
dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.
Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Pengutusan Kedua Kali Nabi Besar
Muhammad Saw.
Secara Ruhani di Akhir Zaman
Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat 3.
Tugas agung dan mulia itulah yang
dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di
tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf
itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa
beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il
a.s., beliau mendirikan (meninggikan) kembali
dasar (pondasi) Ka’bah (BaitulLāh - QS.2:130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu Jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang
kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita
dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan
falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita
dan asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke
luar negeri untuk mendakwahkan ajaran
itu kepada bangsa lain.
Didikan yang Nabi Besar
Muhammad saw. berikan kepada para
pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan
dalam diri mereka keyakinan iman, dan
contoh mulia beliau saw. menciptakan
di dalam diri mereka kesucian hati.
Kenyataan-dasar agama itulah yang
diisyaratkan oleh ayat ini.
Ayat 4 وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ --
“Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka”
bahwa ajaran Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan
bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang
di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan – tetapi kepada
seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan
bukan hanya kepada orang-orang sezaman
beliau saw., melainkan juga kepada keturunan
(generasi) demi keturunan manusia
yang akan datang hingga Kiamat.
“Rasul Akhir Zaman” yang Kedatangannya
Ditunggu-tunggu oleh Pengikut Semua Agama
Firman-Nya dalam QS.62:4 tersebut dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan
lagi secara ruhani di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam (bersama) para pengikut (umat Islam) semasa hidup
beliau saw., yakni sebagai penggenapan makna berikutnya dari peristiwa isra Nabi Besar Muhammad saw. pada masa “malam kegelapan Islam selama 1000 tahun”
(QS.32:6).
Jadi, isyarat di dalam ayat ini dan di dalam
hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. untuk kedua kali dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. (Al-Masih
yang dijanjikan) di Akhir Zaman,
sebagai Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) yang kedatangannya sedang
ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama
dengan nama yang berbeda-beda,
seakan-akan para rasul Allah
dibangkitkan lagi untuk yang kedua kalinya (QS.77:12-29).
Sehubungan ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- “Dan
juga akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” Abu Hurairah
r.a. . berkata:
“Pada suatu
hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw., ketika Surah
Al-Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.:
“Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata
Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang
belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang
duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu,
Rasulullah saw. sambil meletakkan tangan beliau saw. pada Salman al-Farisi bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya,
seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
menunjukkan bahwa ayat ini
dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s., adalah dari keturunan Parsi.
Hadits Nabi Nabi Besar Muhammad saw.
lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. adalah pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran
Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
Yakni setelah umat Islam mengalami masa
kejayaan yang pertama selama 3 abad (300
tahun), akibat ketidak-bersyukuran
umat Islam sendiri yang mulai saling bertentangan
maka Allah Swt. secara bertahap menarik
kembali “ruh” Islam (Al-Quran) kepada-Nya dalam masa 1000 tahun, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu
hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [32]:6).
Pencabutan “Ruh” Islam (Al-Quran)
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan
akan menimpa Islam dalam
perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan
dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar
Muhammad saw. diriwayatkan
pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.:
“Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup,
kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai
mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada
henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa
1000 tahun (10 abad) berikutnya.
Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian
perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah
bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seseorang dari keturunan
Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari,
Kitab-ut-Tafsir).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar