Senin, 01 Juli 2013

Berbagai Makna- Peristiwa "Isra" Nabi Besar Muhammad saw. dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsha




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 164

Makna-makna Peristiwa “Isra Nabi Besar Muhammad Saw. dari Masjidil-Aqsha ke Masjidil-Haram

  Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah  dikemukakan mengenai “hamba Allah” yang diikuti Nabi Musa a.s. bahwa “perahu yang dilobangi” tersebut adalah milik “orang-orang miskin” yang bekerja di laut (QS.18:72 & 80). Mengisyaratkan kepada “orang-orang miskin” itulah firman Allah Swt. selanjutnya, yakni  orang-orang  yang beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اصۡبِرۡ نَفۡسَکَ مَعَ الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَدٰوۃِ  وَ الۡعَشِیِّ یُرِیۡدُوۡنَ وَجۡہَہٗ  وَ لَا  تَعۡدُ عَیۡنٰکَ عَنۡہُمۡ ۚ تُرِیۡدُ زِیۡنَۃَ الۡحَیٰوۃِ  الدُّنۡیَا ۚ وَ لَا تُطِعۡ مَنۡ  اَغۡفَلۡنَا قَلۡبَہٗ عَنۡ  ذِکۡرِنَا وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ  وَ کَانَ   اَمۡرُہٗ   فُرُطًا ﴿﴾
Dan bersabarlah diri engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhan-nya pagi dan petang hari untuk mencari keridha­an-Nya, dan janganlah  pandangan mata engkau berpaling dari mereka karena engkau menghendaki perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau meng­ikuti orang yang Kami telah melalaikan hatinya dari mengingat Kami serta mengikuti hawa nafsunya dan urusannya telah melampaui batas. (Al-Kahf [18]:29).
      Yang dimaksud dengan   orang yang hatinya dilalaikan Allah Swt. dalam kalimat selanjutnya:
وَ لَا تُطِعۡ مَنۡ  اَغۡفَلۡنَا قَلۡبَہٗ عَنۡ  ذِکۡرِنَا وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ  وَ کَانَ   اَمۡرُہٗ   فُرُطًا ﴿﴾
 “dan janganlah engkau meng­ikuti orang yang Kami telah melalaikan hatinya dari mengingat Kami  serta mengikuti hawa nafsunya dan urusannya telah melampaui batas.”  Adalah mengisyaratkan kepada kesuksesan kekuasaan dan kekayaan duniawi kedua kerajaan besar Romawi dan Persia itulah.
    Kenapa demikian? Sebab pada akhirnya   sesuai  pernyataan Allah Swt. dalam ayat  18:28, sebuah buah ketakwaan mereka kepada Allah Swt. dan ketaatan mereka kepada Nabi Besar Muhammad saw., kepada para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. pun akan diberikan kekuasan dan kekayaan duniawi yang bahkan jauh lebih besar daripada kekuasaan dan kekayaan duniawi kedua kerajaan penganut kemusyrikan tersebut -- sebagaimana diisyaratkan dalam ayat selanjutnya -- firman-Nya:
وَ قُلِ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ۟ فَمَنۡ شَآءَ فَلۡیُؤۡمِنۡ وَّ مَنۡ شَآءَ  فَلۡیَکۡفُرۡ ۙ اِنَّاۤ اَعۡتَدۡنَا لِلظّٰلِمِیۡنَ نَارًا ۙ اَحَاطَ بِہِمۡ سُرَادِقُہَا ؕ وَ اِنۡ یَّسۡتَغِیۡثُوۡا یُغَاثُوۡا بِمَآءٍ کَالۡمُہۡلِ یَشۡوِی الۡوُجُوۡہَ ؕ بِئۡسَ الشَّرَابُ ؕ وَ سَآءَتۡ  مُرۡتَفَقًا ﴿﴾
Dan katakanlah: ”Inilah haq dari Tuhan kamu karena itu  barang­siapa menghendaki maka beriman­lah, dan barangsiapa menghendaki  maka kafirlah”,  sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang yang zalim itu api yang dinding-dindingnya me­ngepung mereka, dan jika mereka berteriak meminta tolong, mereka akan ditolong dengan air seperti leburan timah, yang akan menghanguskan wajah-wajah, sangat buruk minum­an itu dan sangat buruk tempat tinggal itu! (Al-Kahf [18]:30).

Suraqah bin Malik dan “Gelang Emas” Kisra Iran

      Kata al-haq (kebenaran) dapat mengisyaratkan kepada Al-Quran mau pun kebapa Nabi Besar Muhammad saw., tetapi dapat pula kepada nubuatan-nubuatan dalam Al-Quran berkenaan hukuman yang akan menimpa para penentang Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw. mau pun mengenai kemuliaan yang akhirnya akan dianugerahkan Allah Swt. kepada orang-orang yang beriman, mengai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اِنَّا  لَا نُضِیۡعُ اَجۡرَ مَنۡ اَحۡسَنَ عَمَلًا ﴿ۚ﴾  اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ جَنّٰتُ عَدۡنٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ یَلۡبَسُوۡنَ ثِیَابًا خُضۡرًا مِّنۡ سُنۡدُسٍ وَّ اِسۡتَبۡرَقٍ مُّتَّکِئِیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ؕ نِعۡمَ الثَّوَابُ ؕ وَ حَسُنَتۡ  مُرۡتَفَقًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sesungguhnya  Kami tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang-orang yang mengerjakan amal  baik.    Mereka itulah orang-orang yang bagi mereka ada kebun-kebun abadi yang di bawahnya mengalir sungai­-sungai. Mereka di dalamnya akan dihiasi dengan gelang-gelang emas dan mereka akan mengenakan pakaian dari sutera halus berwarna hijau dan sutera tebal, mereka di dalamnya  duduk bersandar pada dipan-dipan yang indah, itulah ganjaran yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahf [18]:31-32).
   Oleh karena "gelang-gelang emas"  merupakan lambang kerajaan, maka ayat ini dapat berarti  bahwa orang-orang Islam akan menjadi penguasa kerajaan-kerajaan yang luas dan kuat, serta akan menikmati kekuasaan, kehormatan, dan kemuliaan besar; dan bahwa perempuan-perempuan mereka akan mengenakan pakaian terbuat dari sutera halus dan kain sutera tebal terjalin dengan tenunan benang emas.
Nubuatan tersebut  menjadi sempurna ketika khazanah-­khazanah dari Parsi dan Roma telah diletakkan pada kaki orang-orang Arab ummi (buta huruf) yang biasanya mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit-kulit kasar dan dari bulu-bulu binatang. Dan yang menarik adalah Suraqah bin Malik bin Jusyam ketika ia ikut memburu hadiah 100 ekor unta yang disediakan  para pemuka kafir Quraisy Makkah bagi siapa pun yang dapat menangkap Nabi Besar Muhammad saw. yang meloloskan diri dari kepungan mereka di Mekkah (QS.8:31; QS.9:40).
 Suraqah bin Malik bin Jusyam berkali-kali bersama kudanya terjembab ketika akan mengejar Nabi  Besar Muhammad saw. dan Abu Bakar Shiddiq r.a., akhirnya ia meyakini bahwa  buruannya tersebut mendapat perlindungan Allah Swt., dan akhirnya ia berteriak memanggil Nabi Besar Muhammad saw.  dan  minta jaminan keselamatan dari beliau saw..

Duel Makar  antara  “Makar Buruk” Abu Jahal dkk
dengan “Makar Tandingan” Allah Swt.

 Ketika itu Nabi Besar Muhammad saw. bersabda kepada Suraqah bin Malik bahwa ia akan mengenakan gelang emas yang biasa dipakai oleh Krisra Iran.  Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut sempurna di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a., ketika pasukan Islam dapat menaklukkan kerajaaan Iran, dan untuk menggenapi sabda Nabi Besar Muhammad saw. tersebut Khalifah Umar bin Khaththab r.a. memerintahkan Suraqah bin Malik untuk memakai gelang emas kebesaran Kisra Iran yang menjadi harta rampasan perang.
Jadi, betapa  jatuhnya kekuasaan Kisra Iran ke pangkuan umat Islam sebelumnya telah disabdakan atau dinubuatkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., ketika beliau saw. bersama Sahabat Abu Bakar Shiddiq r.a. sedang menuju Madinah sebagai “dua orang pelarian”, firman-Nya:
وَ اِذۡ یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ  اللّٰہُ  ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika orang-orang kafir merancang makar  terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang  makar tandingan, dan Allah sebaik-baik  Perancang makar. (Al-Anfāl [8]:31).
   Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua usaha mereka mencegah berkembangnya aliran kepercayaan baru (agama Islam)  gagal, dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu meninggalkan Mekkah telah  hijrah ke Medinah dan mereka sudah jauh dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga kota berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam.
      Sesudah diadakan pertimbangan mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda dari berbagai kabilah Quraisy harus secara serempak menyergap Nabi Besar Muhammad saw. lalu membunuh beliau saw.. Tetapi tanpa setahu orang  Nabi Besar Muhammad saw.   meninggalkan rumah tengah malam buta, ketika para penjaga dikuasai oleh kantuk, berlindung di Gua Tsur bersama-sama   Abubakar Shiddiq r.a.,  sahabat beliau saw. yang setia, dan akhirnya sampai di Medinah dengan selamat, firman-Nya:
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ فَقَدۡ  نَصَرَہُ  اللّٰہُ  اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ  بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ  اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ اللّٰہُ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ  ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka  sungguh Allah  telah menolongnya ketika ia (Rasulullāh) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia berkata kepada temannya: “Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.(At-Taubah [9]:40).

Nabi Besar Muhammad saw. “Diperjalankan
Pada  Waktu Malam” (Di-Isra-kan) oleh Allah Swt.

      Kata pengganti nama  (nya) dalam anak kalimat “ketenteraman-Nya kepadanya” dapat mengisyaratkan kepada  Abubakar Shiddiq r.a.,   karena selama itu Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri senantiasa dalam keadaan setenang-tenangnya. Sedangkan kata pengganti “nya” dalam anak kalimat “menolongnya” bagaimanapun juga mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw..   Dipergunakannya kata-kata pengganti nama dengan cara berpencaran ini, dikenal sebagai Intisyar al-Dhama’ir dan sudah lazim dalam bahasa Arab. Lihat QS.48:10.
       Yang dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah Nabi Besar Muhammad saw.  dari Mekkah ke Medinah ketika beliau saw. didampingi oleh   Abubakar Shiddiq r.a.  berlindung di sebuah gua yang disebut Tsaur. Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi  Abubakar Shiddiq r.a. yang telah disebut sebagai “salah satu di antara dua orang” dengan disertai Allah Swt.  dan  Allah Swt.  Sendiri meredakan rasa ketakutannya.
      Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika berada dalam gua  Abubakar Shiddiq a.s. mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi Besar Muhammad saw.   mengapa beliau menangis, beliau menjawab: “Saya tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullāh, sebab jika saya mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan merupakan kematian Islam dan kematian seluruh umat Islam.” (Zurqani).
      Firman Allah Swt. tersebut merupakan pengakuan – dan sekaligus pembelaan – Allah Swt. mengenai kemuliaan Abubakar Shiddiq r.a., sebagai Khalifah pertama Nabi Besar Muhammad saw., yang oleh pihak Muslim  golongan Syi’ah, bersama dua orang Khalifah selanjutnya (Umar bin Khaththab r.a. dan Utsman bin Affan r.a.), kekhalifahnya dianggap tidak sah, karena ketiga Khalifah Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dituduh telah merebut hak Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. yang harus menjadi Khalifah  Nabi Besar Muhammad saw. setelah belau saw. wafat.
     Peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad saw. ditemani Abubakar Shiddiq r.a.  yang memakan waktu berhari-hari  --  dan dalam kenyataannya perjalanan tersebut disertai dengan berbagai peristiwa yang sangat menegangkan –    sebelumnya telah dikemukakan oleh Allah Swt. dalam ayat yang dikenal dengan peristiwa Isra, yang di dalam hadits-hadits disertai oleh berbagai “pengalaman ajaib” yang dialami oleh Nabi Besar Muhammad saw., yang sama sekali berbeda dengan kenyataan secara jasmani ketika beliau saw. melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah bersama Abubakar Shiddiq r.a.,  firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ  اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ  اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ  لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia  Yang  memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam  dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha  yang   sekelilingnya telah Kami berkati,   supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami,  sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Bani Israil [17]:2).

Makna  Masjidil-Aqsha (Mesjid yang Jauh)

      “Masjid Aqsha” (masjid yang jauh) menunjuk kepada rumah peribadatan (Kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s.  di Yerusalem.    Kasyaf  -- yakni pengalaman ruhani --  Nabi Besar Muhammad saw.  yang disebut dalam ayat ini mengandung suatu nubuatan yang agung.
       Perjalanan  Nabi Besar Muhammad saw.   ke “Masjid Aqsha” berarti hijrah beliau ke Medinah, tempat beliau  saw. akan mendirikan suatu masjid, yang ditakdirkan kelak akan menjadi masjid pusat Islam, dan penglihatan diri beliau saw. sendiri dalam kasyaf, bahwa beliau saw. mengimami para nabi lainnya dalam shalat,  mengandung arti, bahwa agama baru --  ialah Islam --  tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja di Mekkah atau di Masjidilharam,  melainkan akan tersebar ke seluruh dunia, dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.
     Kepergian  Nabi Besar Muhammad saw.  ke Yerusalem (Masjidil-aqsha) dalam kasyaf dapat pula dianggap mengandung arti, bahwa beliau  saw. akan diberi kekuasaan atas daerah  yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan ini telah menjadi sempurna di masa khilafat (kekhalifahan) Sayyidina Umar bin Khaththab r.a. 
      Kasyaf (Pengalaman ruhani) ini dapat pula diartikan sebagai menunjuk kepada suatu perjalanan ruhani  Nabi Besar Muhammad saw.    ke suatu negara jauh, di suatu masa yang akan datang.  Maksudnya, bahwa ketika kegelapan ruhani akan menutupi seluruh dunia,  Nabi Besar Muhammad saw.   akan muncul kembali secara ruhani dalam wujud salah seorang pengikut beliau saw., dalam satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama beliau saw. diutus (Mekkah) – yang dalamQS.36:14-29 diisyaratkan sebagai “seorang laki-laki yang berlari-lari dari bagian  terjauh kota itu” -- satu penunjukan yang khusus kepada kebangkitan kedua Nabi Besar Muhammad saw.   terdapat dalam QS.62:3-4 dari kalangan “ākharīna minhum”, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Pengutusan Kedua Kali Nabi Besar Muhammad Saw.
Secara Ruhani di Akhir Zaman

  Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw.  meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat 3.  Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan (meninggikan)  kembali dasar (pondasi) Ka’bah (BaitulLāh - QS.2:130).
 Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu Jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan yang  Nabi Besar Muhammad saw.   berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.
  Ayat 4  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ        --  “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” bahwa ajaran  Nabi Besar Muhammad saw.   ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan – tetapi   kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan manusia yang akan datang hingga Kiamat.

Rasul Akhir Zaman” yang Kedatangannya
Ditunggu-tunggu oleh  Pengikut Semua Agama

 Firman-Nya dalam  QS.62:4 tersebut  dapat juga berarti bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  akan dibangkitkan lagi secara ruhani di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam (bersama) para pengikut (umat Islam) semasa hidup beliau saw., yakni sebagai penggenapan makna berikutnya dari  peristiwa  isra Nabi Besar Muhammad saw. pada masa “malam kegelapan Islam selama 1000 tahun” (QS.32:6).
  Jadi, isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.    untuk kedua kali dalam wujud  Al-Masih Mau’ud a.s.  (Al-Masih yang dijanjikan) di Akhir Zaman, sebagai Rasul Akhir Zaman  (QS.61:10) yang kedatangannya sedang ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berbeda-beda, seakan-akan para rasul Allah dibangkitkan lagi untuk yang kedua kalinya (QS.77:12-29).
  Sehubungan ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ      --  “Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” Abu Hurairah r.a. . berkata:
“Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.,  ketika Surah Al-Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata  Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. sambil meletakkan tangan beliau saw. pada Salman  al-Farisi bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
      Hadits Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi.  Pendiri Jemaat Ahmadiyah yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau  Al-Masih Mau’ud a.s.,  adalah dari keturunan Parsi.
     Hadits Nabi Nabi Besar Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. adalah pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
       Yakni setelah umat Islam mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad (300 tahun), akibat ketidak-bersyukuran umat Islam sendiri yang mulai saling bertentangan maka Allah Swt. secara bertahap menarik kembali “ruh” Islam (Al-Quran) kepada-Nya dalam masa 1000 tahun, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.  (As-Sajdah [32]:6).

Pencabutan “Ruh” Islam (Al-Quran)

     Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.:
 “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun (10 abad)  berikutnya.
    Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir).


(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  12 Juni  2013  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar