بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 178
Nabi
Ibrahim a.s. dan Nabi Besar Muhammad Saw. Pemberantas
Kemusyrikan & Penegak Tauhid
Ilahi Terbesar
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai berpalingnya kaum Yahudi dan Nasrani
(Kristen) dari millat (agama) yang diwariskan
Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ya’qub a.s. kepada keturunannya. Sikap hanīf berkenaan dengan tauhid Ilahi yang diperagakan oleh Nabi Ibrahim a.s. tersebut
dalam Surah-surah Al-Quran yang lain disebut “millah Ibrahim”,
firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ اِبۡرٰہٖمَ اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ
اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی
الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ
لَہٗ رَبُّہٗۤ اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ اَمۡ کُنۡتُمۡ شُہَدَآءَ اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ
الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا
تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ
اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri?
Dan sungguh Kami benar-benar telah memilihnya di dunia dan
sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh. Ingatlah
ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya: “Berserah
dirilah”, ia berkata: ”Aku telah berserah diri kepada Tuhan
seluruh alam.” Dan Ibrahim
mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub seraya berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagi kamu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
berserah diri.” Ataukah
kamu hadir saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhan eng-kau dan Tuhan
bapak-bapak engkau: Ibrahim,
Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.” Itulah umat yang telah berlalu, baginya
apa yang mereka usahakan dan bagimu
apa yang kamu usahakan, dan kamu
tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:131-135).
Makna Hanīf dan Shibghah
Sejalan dengan berlalunya waktu (masa) yang panjang maka wasiyat Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi
Yaqub a.s. terhadap anak-keturunannya tersebut menganai “millat Nabi Ibrahim a.s.” tersebut
kemudian berubah sepenuhnya,
firman-Nya:
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ
نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ
مِلَّۃَ اِبۡرٰہٖمَ حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا کَانَ
مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka
berkata: “Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.”
Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah
agama Ibrahim yang
lurus, dan ia
sekali-kali bukan dari golongan
orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah [2]:136).
Hanīf
berarti: (1) orang yang berpaling dari kesesatan lalu memilih petunjuk (Al-Mufradat); (2) orang yang
dengan tetapnya mengikuti agama yang benar dan tidak pernah menyimpang darinya;
(3) orang yang hatinya condong kepada Islam dengan sempurna dan tetap teguh di
dalamnya (Lexicon Lane); (4)
orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. (Aqrab-al-Mawarid); (5) orang yang beriman kepada semua nabi
(Tafsir
Ibnu Katsir).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai “millat” Nabi Ibrahim a.s. yang
diwarisi oleh Nabi Besar Muhammad
saw. dan para pengikut sejati beliau
saw. dari kalangan Bani Isma’il yakni
umat Islam di zaman awal:
قُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا
بِاللّٰہِ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡنَا وَ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ وَ یَعۡقُوۡبَ وَ الۡاَسۡبَاطِ وَ
مَاۤ اُوۡتِیَ مُوۡسٰی وَ عِیۡسٰی وَ مَاۤ اُوۡتِیَ النَّبِیُّوۡنَ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ لَا نُفَرِّقُ
بَیۡنَ اَحَدٍ
مِّنۡہُمۡ ۫ۖ وَ نَحۡنُ
لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ اٰمَنُوۡا بِمِثۡلِ
مَاۤ اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ فَقَدِ اہۡتَدَوۡا ۚ وَ اِنۡ تَوَلَّوۡا
فَاِنَّمَا ہُمۡ فِیۡشِقَاقٍ ۚ فَسَیَکۡفِیۡکَہُمُ اللّٰہُ ۚ وَ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾ؕ صِبۡغَۃَ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ
اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰہِ صِبۡغَۃً ۫ وَّ نَحۡنُ لَہٗ عٰبِدُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah
oleh kamu: “Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, kepada apa
yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan keturunannya, dan beriman kepada yang diberikan kepada Musa, Isa, dan kepada apa yang diberikan kepada para nabi dari Tuhan
mereka, kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka, dan hanya kepada-Nya kami
berserah diri.” Lalu jika mereka
beriman sebagaimana kamu telah
beriman kepadanya maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan
jika mereka berpaling maka sesungguhnya mereka dalam permusuhan terhadap kamu, tetapi Allah segera mencukupi engkau untuk
menghadapi mereka, dan Dia Maha
Mendengar, Maha Mengetahui. Katakanlah: “Kami menganut agama Allah, dan siapakah yang lebih baik daripada Allah dalam mengajarkan agama, dan kepada-Nya kami beribadah.”
(Al-Baqarah [2]:137-139).
Kata “anak keturunannya“ di sini menunjuk kepada kedua belas suku Bani Israil yang masing-masing disebut
menurut nama kedua belas putra Nabi Ya’qub a.s., — Rubin, Simeon, Levi, Yehuda, Isakhar,
Zebulon, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad dan Asyer (Kejadian 35:23-26, 49: 28).
Hal itu sungguh menambah semarak keagungan Islam karena Islamlah satu-satunya agama yang mengakui
nabi semua bangsa, sedangkan agama-agama lain membatasi kenabian hanya pada lingkungannya masing-masing.
Sewajarnya Al-Quran hanya menyebut nama nabi-nabi
yang dikenal oleh orang-orang Arab
saja yang kepadanya pertama-tama ajaran
Islam (Al-Quran) diberikan, tetapi Al-Quran membuat pernyataan umum yang maksudnya: “Tiada kaum yang kepadanya tidak
pernah diutus seorang Pemberi peringatan” (QS.35:25).
Kata-kata, “Kami tidak
membedakan seorang di antara mereka” berarti bahwa seorang Muslim tidak membeda-bedakan berbagai nabi
Allah dalam hal kenabian. Kata-kata
itu hendaknya jangan dianggap mengandung arti bahwa semua nabi itu taraf keruhaniannya sama, paham demikian itu bertentangan dengan
pernyataan Allah Swt. dalam QS.2:254: “Inilah
rasul-rasul di antara mereka yang telah Kami lebihkan beberapa di antara mereka
di atas yang lain.”
Kalimat “Lalu jika mereka beriman
sebagaimana kamu telah beriman kepadanya maka sungguh mereka telah mendapat
petunjuk, “ orang-orang Islam diperingatkan
di sini, jika orang-orang Yahudi dan Kristen sepakat dengan orang-orang Islam
dalam anggapan bahwa agama itu bukan
turunan, melainkan sebagai penerimaan
atas semua petunjuk wahyu, maka tidak ada perbedaan yang pokok antara mereka, jika tidak demikian maka cara berfikir mereka jauh berbeda dan jurang lebar memisahkan mereka serta tanggung jawab atas perpecahan serta permusuhan
yang terjadi sebagai akibatnya terletak pada kaum Yahudi dan Kristen
dan tidak pada kaum Muslim.
Shibghah berarti: celup
atau warna; macam atau ragam atau sifat sesuatu; agama; peraturan hukum;
pembaptisan. Shibghatallāh berarti: agama Allāh; sifat yang
dianugerahkan Alllah Swt. kepada
manusia (Aqrab-al-Mawarid).
Agama itu disebut demikian karena agama mewarnai
manusia seperti celup atau warna mewarnai sesuatu.
Shibghah dipakai di sini sebagai
pelengkap kata kerja yang mahzuf (tidak disebut karena telah diketahui).
Menurut tata bahasa Arab, kadang-kadang bila ada satu kehendak keras untuk
membujuk seseorang melakukan sesuatu pekerjaan tertentu, maka kata kerjanya
ditinggalkan dan hanya tujuannya saja yang disebut. Maka kata-kata seperti na’khudzu
(kami telah mengambil) atau nattabi’u (kami telah mengikuti) dapat
dianggap sudah diketahui dan anak kalimat itu akan berarti “kami telah menerima atau kami telah menganut
agama sebagaimana Tuhan menghendaki supaya kami menerima atau mengikutinya.”
Bantahan Telak Allah Swt. &
Ke-Muslim-an Sempurna
Nabi Besar Muhammad Saw.
Sehubungan dengan perkataan kaum Yahudi
dan Kristen dalam firman-Nya sebelum ini:
وَ قَالُوۡا کُوۡنُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ
نَصٰرٰی تَہۡتَدُوۡا ؕ قُلۡ بَلۡ
مِلَّۃَ اِبۡرٰہٖمَ حَنِیۡفًا ؕ وَ مَا
کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka
berkata: “Jadilah kamu Yahudi atau Nasrani, barulah kamu akan mendapat petunjuk.”
Katakanlah: “Tidak, bahkan turutilah
agama Ibrahim yang lurus, dan ia sekali-kali bukan dari golongan orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah
[2]:136).
Allah
Swt. selanjutnya mematahkan
kekeliruan mereka yang telah berpaling dari “millat” Nabi Ibrahim a.s. tersebut:
قُلۡ
اَتُحَآجُّوۡنَنَا فِی
اللّٰہِ وَ ہُوَ رَبُّنَا
وَ رَبُّکُمۡ ۚ وَ لَنَاۤ
اَعۡمَالُنَا وَ لَکُمۡ اَعۡمَالُکُمۡ ۚ وَ نَحۡنُ لَہٗ مُخۡلِصُوۡنَ ﴿﴾ۙ اَمۡ تَقُوۡلُوۡنَ اِنَّ اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ وَ یَعۡقُوۡبَ وَ الۡاَسۡبَاطَ کَانُوۡا ہُوۡدًا اَوۡ
نَصٰرٰی ؕ قُلۡ ءَاَنۡتُمۡ اَعۡلَمُ اَمِ اللّٰہُ ؕ وَ مَنۡ
اَظۡلَمُ مِمَّنۡ کَتَمَ شَہَادَۃً عِنۡدَہٗ مِنَ
اللّٰہِ ؕ وَ مَا
اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اُمَّۃٌ قَدۡ خَلَتۡ ۚ لَہَا مَا
کَسَبَتۡ وَ لَکُمۡ مَّا
کَسَبۡتُمۡ ۚ وَ لَا
تُسۡـَٔلُوۡنَ
عَمَّا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾٪
Katakanlah: Apakah kamu memperdebatkan mengenai Allah dengan kami, padahal Dia
adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu
juga? Dan bagi kami amal kami dan bagi kamu amal kamu, dan hanya bagi-Nya kami mengikhlaskan
diri.” Ataukah kamu berkata: “Sesungguhnya Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan keturunannya adalah
Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah?”
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang me-nyembunyikan kesaksian dari Allah
yang ada padanya? Dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
Itulah umat yang telah berlalu, bagi mereka apa yang mereka usahakan dan bagi kamu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai tanggungjawab mengenai apa pun yang senantiasa mereka kerjakan.
Al-Baqarah
[2]:140-142).
Kaum Yahudi dan Kristen secara tidak langsung telah diberitahukan, bagaimana
keadaan Nabi Ibrahim a.s. dan
putra-putra (keturunan) beliau,
seperti dinyatakan oleh mereka, keselamatan
itu monopoli mereka semata-mata,
sebab beliau-beliau hidup pada masa sebelum
Nabi Musa a.s. yaitu ketika agama Yahudi dan Kristen belum berwujud (belum ada).
Kaum
Yahudi dan Kristen diperingatkan pula
bahwa adanya mereka keturunan nabi-nabi
Allah tidak ada gunanya bagi mereka. Mereka akan harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri karena tiada orang
yang harus memikul beban orang lain (QS.6:165).
Berikut adalah pewarisan sempurna “millat”
(agama) -- atau “sikap beragama” yang diperagakan Nabi Ibrahim a.s. -- oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا
قِیَمًا مِّلَّۃَ اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا
ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ
اِنَّ صَلَاتِیۡ وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ
وَ مَمَاتِیۡ لِلّٰہِ رَبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ
وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا اَوَّلُ
الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:
“Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk
oleh Tuhan-ku kepada jalan lurus, agama yang teguh, agama (millat) Ibrahim yang lurus
dan dia bukanlah dari orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku,
kehidupan-ku, dan kematianku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk
itulah aku diperintahkan, dan akulah orang pertama yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164)
Shalat,
korban, hidup, dan mati meliputi seluruh bidang amal perbuatan manusia; dan Nabi Besar Muhammad saw. disuruh menyatakan
bahwa semua segi kehidupan di dunia
ini dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt., semua amal ibadah beliau saw. dipersembahkan
kepada Allah Swt.,
semua pengorbanan dilakukan beliau
untuk Dia; segala penghidupan dihibahkan
beliau saw. untuk berbakti
kepada-Nya, maka bila di jalan agama
beliau saw. mencari maut (kematian), itu pun guna meraih keridhaan-Nya.
Islam dan Muslim
adalah Nama yang Sejak Awal Agama Ilahi Diwahyukan
kepada Para Rasul Allah dan Nama Para Pemeluknya
Benarlah firman-Nya berikut
ini mengenai “millat” Nabi Ibrahim
a.s. dan hubungannya dengan diturunkan-Nya agama
terakhir dan tersempurna (QS.5:4)
yang diberi nama ISLAM dan penganutnya disebut
MUSLIM yang artinya “orang-orang yang sepenuhnya berserah diri”
kepada Allah Swt.:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا وَ اسۡجُدُوۡا
وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ﴿ۚٛ﴾ وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ
عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ
اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ
وَ فِیۡ ہٰذَا لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ
ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, rukuklah
kamu, sujudlah, sembahlah Tuhan kamu, dan berbuatlah
kebaikan supaya kamu memperoleh
kebahagiaan. Dan
berjihadlah kamu di jalan Allah
dengan jihad yang sebenar-benarnya,
Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu
dalam urusan agama, ikutilah millat (agama) bapak kamu,
Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin da-hulu dan dalam Kitab ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu
dan supaya kamu menjadi saksi
atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat,
bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu maka Dia-lah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong. (Al-Hajj [22]:78-79).
Jihad itu ada dua macam: (a) Jihad
melawan keinginan-keinginan dan kecenderungan buruk manusia sendiri, dan (b)
jihad melawan musuh-musuh kebenaran yang meliputi pula berperang untuk membela
diri. Jihad macam pertama dapat dinamakan “Jihad dalam Allah” dan yang
terakhir “Jihad di jalan Allah”. Nabi Besar Muhammad saw. telah menamakan jihad
yang pertama itu sebagai jihad besar (jihad kabir) dan yang kedua
sebagai jihad kecil (jihad saghir).
Kata-kata “Dia telah memberi kamu nama Muslimin, dahulu dan dalam Kitab ini,” menunjuk kepada
nubuatan Yesaya: “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan
ditentukan oleh firman Tuhan .....” (Yesaya
62:2 dan 65:15). Isyarat dalam kata-kata “dan
dalam Kitab ini” ditujukan kepada doa Nabi Ibrahim a.s. yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua ini
hamba yang menyerahkan diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami
jadikanlah satu umat yang tunduk kepada Engkau.” (QS.2:129).
Perumpamaan Keadaan Para Penyembah “Berhala”
Ayat-ayat penutup Surah Al-Hajj tersebut diawali oleh firman-Nya
berkenaan perumpamaan mengenai lemahnya “tuhan-tuhan palsu” (berhala-berhala)
yang disembah oleh orang-orang yang musyrik, yang untuk
tujuan menghapuskan syirik
(kemusyrikan) tersebut Allah Swt. telah mengutus para Rasul Allah guna menegakkan Tauhid
Ilahi yang sejati dan guna memperkenalkan “Tuhan yang Hakiki” yakni
Allah Swt., yang keberadaan-Nya serta Kemaha-sempurnaan Sifat-sifat-Nya diyakini oleh para Rasul Allah, teruatama svoleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Besar
Muhammad saw., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسۡتَمِعُوۡا
لَہٗ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ لَنۡ یَّخۡلُقُوۡا ذُبَابًا وَّ لَوِ اجۡتَمَعُوۡا لَہٗ ؕ وَ اِنۡ یَّسۡلُبۡہُمُ الذُّبَابُ
شَیۡئًا لَّا یَسۡتَنۡقِذُوۡہُ مِنۡہُ ؕ
ضَعُفَ الطَّالِبُ وَ الۡمَطۡلُوۡبُ ﴿﴾ مَا قَدَرُوا اللّٰہَ حَقَّ قَدۡرِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ
مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا وَّ مِنَ
النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ
بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾ یَعۡلَمُ مَا بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مَا خَلۡفَہُمۡ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ تُرۡجَعُ الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾
Hai manusia, suatu tamsil (perumpamaan) telah dikemukakan
maka dengarlah tamsil itu. Sesungguhnya mereka yang kamu seru selain
Allah tidak dapat menjadikan seekor
lalat, walau pun mereka itu
bergabung untuk itu. Dan seandainya
lalat itu menyambar sesuatu dari
mereka, mereka tidak akan dapat
merebutnya kembali dari lalat itu. Sangat lemah yang meminta dan yang
diminta. Mereka sekali-kali tidak
dapat menilai kekuasaan Allah dengan sebenar-benarnya, sesungguhnya
Allah Mahakuat, Maha Perkasa. Allah memilih
rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat
dan dari antara manusia,
sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Dia mengetahui
apa pun yang di hadapan mereka dan apa pun yang di belakang mereka, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan
(Al-Hajj
[22]:74-78).
Ayat
ini menerangkan kepada orang-orang kafir,
bahwa tuhan-tuhan mereka sama sekali
tidak mempunyai kekuasaan dan tidak berdaya, dan betapa bodohnya
mereka untuk menyembah tuhan-tuhan
itu.
Kenyataan, bahwa orang-orang musyrik menjatuhkan derajat mereka sendiri ke tingkat yang begitu rendah, hingga
mereka menyembah patung-patung —
berhala-berhala yang terbuat dari kayu
dan batu — menunjukkan, bahwa mereka
mempunyai anggapan yang sangat keliru
mengenai kekuatan-kekuatan dan Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, Al-Khāliq (Maha Pencipta) Yang Agung.
Kekeliruan Para Penyembah “Manusia yang Dipertuhankan”
Pada hakikatnya, semua kepercayaan yang mengakui adanya banyak tuhan dan semua anggapan-anggapan musyrik adalah timbul
dari pandangan yang lemah dan keliru, bahwa kekuatan-kekuatan dan Sifat-sifat Tuhan terbatas dan mempunyai kekurangan
seperti halnya manusia.
Oleh karena itu betapa kelirunya orang-orang yang telah “mempertuhankan manusia” yang tidak luput dari berbagai kekurangan dan
kelemahan, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ﴿﴾
Dan
orang-orang Yahudi berkata: “Uzair
adalah anak Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka de-ngan mulutnya, mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir
yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai
dipa-lingkan dari Tauhid? Mereka
telah menjadikan ulama-ulama mereka dan
rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padahal mereka
tidak diperintahkan melainkan supaya mereka
menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.
Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut
mereka, tetapi Allah menolak
bahkan menyempurnakan cahaya-Nya,
walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai. Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq
(benar), supaya Dia mengunggulkannya
atas semua agama walau pun orang-orang
musyrik tidak me-nyukainya. (At Taubah
[9]:30-33).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar