Minggu, 02 Desember 2012

Pemeliharaan Alam Semesta dan Al-Quran oleh Allah Swt.



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 8

 Pemeliharaan Alam Semesta dan Al-Quran oleh Allah Swt. 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  Bab 7 tengah dibahas firman Allah Swt. mengenai adanya kesejajaran antara alam semesta jasmani dengan alam   ruhani, firman-Nya:
اِنَّا زَیَّنَّا السَّمَآءَ  الدُّنۡیَا بِزِیۡنَۃِۣ الۡکَوَاکِبِ ۙ﴿﴾   وَ  حِفۡظًا مِّنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ مَّارِدٍ ۚ﴿﴾
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang,   dan telah memeliharanya dari setiap syaitan durhaka.  (Ash-Shaffat [37]:7-8).
      Syaitan-syaitan itu terdiri dari dua golongan: (a) musuh-musuh di dalam selimut jemaat kaum Muslimin sendiri, seperti orang-orang munafik, dan sebagainya, mereka itu disebut “syaitan durhaka,” seperti tersebut dalam ayat ini, dan (b) musuh-musuh dari luar atau orang-orang kafir yang disebut sebagai “syaithanirrajim” (syaitan yang terkutuk),  Allah Swt . berfirman:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا  لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾   وَ  حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar   telah menjadikan gugusan-gugusan bintang di langit dan Kami telah menghiasinya untuk orang-orang yang melihat.   Dan  Kami telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, melainkan  jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya maka ia dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang. (AL-Hijr [15]:17-19).

Pengaruh Baik Bintang-bintang

   Sebagaimana dalam firman Allah Swt. sebelumnya, demikian juga yang dimaksudkan di sini bukan semata-mata keindahan pemandangan planit-planit dan bintang-bintang yang nampak di waktu malam. Tujuan agung yang dipenuhi oleh kejadian benda-benda langit itu, disebut dalam ayat-ayat berikutnya, seperti juga dalam QS.16:17 dan QS.67:6.  dan dalam menjadi sempurnanya tujuan agung itulah terletak keindahan yang sesungguhnya dari benda-benda langit itu.
        Ayat ini menunjukkan bahwa sebagaimana dalam alam kebendaan, orang-orang yang berpembawaan buruk mempunyai sedikit banyak tenaga atau pengaruh, dan dapat mendatangkan beberapa kemudaratan tertentu kepada orang-orang lain, namun mereka sama sekali tidak dapat meluputkan orang-orang dari nikmat-nikmat samawi (dari langit), seperti pengaruh  sehat dari bintang-bintang dan sebagainya,  demikian pula dalam alam keruhanian syaitan (iblis) tidak mempunyai kekuasaan atas nabi-nabi dan pengikut-pengikut mereka yang sejati (QS.15:37-43).
      Surah AL-Hijr [15]:17-19 tersebut menunjuk kepada kesejajaran antara alam kebendaan dan alam keruhanian, bahwa seperti halnya cakrawala alam jasmani  didukung oleh adanya planit-planit dan bintang-bintang, demikian pula cakrawala alam ruhani didukung oleh adanya planit-planit dan bintang-bintang yang terdiri dari nabi-nabi dan mushlih-mushlih rabbani.  Tiap-tiap wujud mereka itu berperan sebagai perhiasan bagi cakrawala alam keruhanian, sebagaimana bintang-bintang dan planit-planit di langit memperindah dan menghiasi cakrawala alam lahir ini.
      Kata “syaitan” dalam ayat yang sedang dibahas ini menunjuk kepada orang-orang kafir tertentu, yang berkeinginan mencapai keakraban (kedekatan) dengan Allah Swt. tanpa mengikuti ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi (QS.15:14-16). Terhadap orang-orang semacam itu memang langit keruhanian telah dijaga dan pintu gerbangnya ditutup erat-erat.
      “Mencuri Kalam Ilahi” dapat mengandung arti perbuatan palsu orang-orang yang berlagak mengemukakan ajaran-ajaran para nabi sebagai ajaran dari mereka sendiri. Mereka itu berusaha menipu orang-orang agar mempercayai, bahwa nabi-nabi tidak membawa ajaran baru, dan bahwa mereka juga mempunyai pengetahuan yang dimiliki oleh para nabi.
       Atau ayat itu dapat juga berarti, bahwa mereka mengutip suatu bagian dari ajaran dengan jalan memisahkannya dari siaq-sabaq (ujung pangkalnya) dan berusaha menyesatkan orang-orang yang sederhana pikirannya, dengan memberikan penafsiran salah tentang kata-kata itu dan mengaburkan artinya.

Ayat-ayat Al-Quran yang  Mutasyābihāt &
Orang yang Berhati Bengkok

      Salah satu contoh orang-orang sesat seperti itu yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran adalah Samiri (QS.20:86-99), demikian juga Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang hatinya bengkok membuat-buat tafsirannya yang keliru   dari ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ مِنۡہُ اٰیٰتٌ مُّحۡکَمٰتٌ ہُنَّ اُمُّ  الۡکِتٰبِ وَ اُخَرُ مُتَشٰبِہٰتٌ ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ زَیۡغٌ فَیَتَّبِعُوۡنَ مَا تَشَابَہَ مِنۡہُ ابۡتِغَآءَ الۡفِتۡنَۃِ وَ ابۡتِغَآءَ تَاۡوِیۡلِہٖ ۚ؃ وَ مَا یَعۡلَمُ  تَاۡوِیۡلَہٗۤ  اِلَّا اللّٰہُ  ۘؔ وَ الرّٰسِخُوۡنَ فِی الۡعِلۡمِ یَقُوۡلُوۡنَ اٰمَنَّا بِہٖ ۙ کُلٌّ  مِّنۡ عِنۡدِ رَبِّنَا ۚ وَ مَا یَذَّکَّرُ  اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾  رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوۡبَنَا بَعۡدَ  اِذۡ ہَدَیۡتَنَا وَ ہَبۡ لَنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ رَحۡمَۃً ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡوَہَّابُ ﴿﴾ 
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab yakni Al-Quran  kepada engkau,  di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok  Al-Kitab, sedangkan yang lain  ayat-ayat mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada ke-bengkokan maka mereka mengikuti darinya apa yang mutasyābihāt  karena ingin menimbulkan fitnah dan ingin mencari-cari takwilnya yang salah, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah, dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya berasal dari sisi Tuhan kami.” Dan  tidak ada yang meraih nasihat kecuali orang-orang yang mempergunakan akal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menyimpangkan hati kami setelah Engkau telah memberi kami petunjuk, dan anugerahilah kami rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Pemberi anugerah. (Ali ‘Imran [3]:8-9).
       Muhkam berarti: (1) hal yang telah terjamin aman dari perobahan atau pergantian; (2) hal yang tidak mengandung arti ganda atau kemungkinan ada keraguan; (3) hal yang jelas artinya dan pasti dalam keterangan, dan (4) ayat yang merupakan ajaran khusus dari Al-Quran (Al-Mufradat dan Lexicon Lane).
  Umm berarti: (1) ibu; (2) sumber atau asal atau dasar sesuatu; (3) sesuatu yang merupakan sarana pembantu dan penunjang, atau sarana islah (reformasi dan koreksi) untuk orang lain; (4) sesuatu yang di sekitarnya benda-benda lain dihubungkan (Aqrab-ul-Mawarid dan Al-Mufradat).
      Mutasyābih dipakai mengenai: (1) ucapan, kalimat atau ayat yang memungkinkan adanya penafsiran yang berbeda, meskipun selaras; (2) hal yang bagian-bagiannya mempunyai persamaan atau yang selaras satu sama lain; (3) hal yang makna sebenarnya mengandung persamaan dengan artian yang tidak dimaksudkan; (4) hal yang arti sebenarnya diketahui hanya dengan menunjuk kepada apa yang disebut muhkam; (5) hal yang tidak dapat dipahami dengan segera  tanpa pengamatan yang berulang-ulang; (6) sesuatu ayat yang berisi ajaran sesuai dengan atau menyerupai apa yang dikandung oleh Kitab-kitab wahyu terlebih dahulu (Al-Mufradat).
     Ta’wil berarti: (1) penafsiran atau penjelasan; (2) terkaan mengenai arti suatu pidato atau tulisan; (3) penyimpangan suatu pidato atau tulisan dari penafsiran yang benar; (4) penafsiran suatu impian; (5) akhir, hasil atau akibat sesuatu (Lexicon Lane). Dalam ayat ini kata ta’wil   dijumpai dua kali, pada tempat pertama  kata itu mengandung arti yang kedua atau yang ketiga, sedangkan pada tempat kedua kata itu mempunyai arti yang pertama atau yang kelima.
      Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, karena itu ada juga “syaitan-syaitan” yang berusaha  menjangkau hakikat-hakikat keruhanian yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Quran, terutama ayat-ayat yang mutasyabihat, tertapi akibatnya adalah bukan saja membuat diri mereka menjadi tersesat  tetapi  juga orang-orang lain yang mempercayai penafsirannya (pemahamannya) yang keliru. 

Al-Quran Kitab Suci yang Terpelihara 
 

     Allah Swt. menyatakan bahwa hanya orang-orang yang disucikan-Nya sajalah yang dapat menyentuh kandungan khazanah ruhani Al-Quran, terutama nabi Allah dan para wali Allah  yang disebut mujaddid, firman-Nya:
فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾   وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾   اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾   فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu  benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,  wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.  Maka apakah terhadap firman  ini kamu menganggap sepele? Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezekimu?    (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).
       Ayat 76  Allah Swt. bersumpah dengan dan berpegang kepada nujum  -- yang selain artinya “bintang-bintang” --  juga berarti  bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik diciptakan-Nya manusia, demikian pula untuk membuktikan keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..
Jika kata mawāqi’ diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat ini bermakna bahwa telah merupakan hukum Ilahi (Sunnatullah) yang tidak pernah salah,  bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah  muncul  maka terjadi gejala meteorik yang hebat berupa  bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya, dan yang demikian itu telah terjadi juga di masa  Nabi Besar Muhammad Saw..  
  Kenyataan bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.
  Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh  Nabi Besar Muhammad Saw.   kepada dunia 14  abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun (Williams Muir). Benarlah firman-Nya berikut ini:

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kamilah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.   (Al-Hijr [15]:10).

Pemeliharaan Allah Swt.  atas Alam Semesta dan Al-Quran

    Makna kalimat “Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,“ Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian,  bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya.
   Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam.   Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 3 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar