بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 13
Proses Pewarisan “Negeri yang Dijanjikan”
Kepada Bani Israil
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam
Akhir Bab 12 telah dikemukakan masalah pewarisan Kanaan (Palestina)
-- “negeri yang dijanjikan” – Bible
dan Al-Quran sepakat bahwa pewarisan
“negeri yang dijanjikan”
(Kanaan/Palestina) tersebut selalu
dianugerahkan Allah Swt. kepada golongan yang beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), yakni:
(1) Diwariskan kepada pengikut Nabi Musa a.s.; ketika mereka melakukan kedurkaaan kepada Allah dan para rasul Allah yang diutus di kalangan
mereka, lalu “negeri yang dijanjikan”
tersebut diwariskan kepada:
(2) pengikut Isa Ibnu Maryam a.s.,
3 abad kemudian setelah Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. Kaisar Romawi yang musyrik,
Konstantin, menjadikan agama Kristen
sebagai agama kerajaan; lalu di masa
pemerintah Kaisar Heraclius “negeri yang
dijanjikian” (Palestina) tersebut diwariskan
Allah Swt. kepada:
(3) pengikut misal
Nabi Musa a.s., yaitu Nabi Besar Muhammad Saw. (QS.46:11), di masa pemerintahan Umar bin Khaththab r.a., Khalifah kedua Nabi Besar Muhammad Saw., dan
(4) Insya
Allah, sesuai janji Allah Swt. “negeri yang dijanjikan” tersebut akan diwariskan kepada pengikut
misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni pengikut Mirza
Ghulam Ahmad a.s. yaitu Jemaat
Muslim Ahmadiyah, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ
بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا
لِّقَوۡمٍ عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا
رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menuliskan dalam Kitab
Zabur sesudah pemberi peringatan
itu, bahwa negeri itu akan
diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.
Sesungguhnya dalam hal ini ada
suatu amanat bagi kaum yang beribadah. (Al-Anbiyā [21]:106-107).
Proses Pewarisan Kanaan “Negeri yang
Dijanjikan”
Karena itu sebagaimana telah
dikemukakan pada akhir Bab sebelumnya, berdirinya “negara Israel” hanya
merupakan satu babak sementara saja.
Sebagai penggenapan nubuatan dalam Al-Quran mengenai akan kembalinya “orang-orang
Yahudi” dari berbagai negeri
(QS.17:105), karena orang-orang Islam
-- yakni “hamba-hamba Allah yang shaleh” -- telah ditakdirkan akan menguasainya kembali -- cepat atau lambat, bahkan malahan lebih
cepat daripada lambat, Palestina akan
kembali menjadi milik umat Islam. Hal ini merupakan keputusan Allah Swt. dan tidak ada
seorang pun dapat mengubah keputusan
Allah Swt.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana proses
terjadinya pewarisan “negeri yang
dijanjikan” (Palestina) kepada “umat Islam” tersebut? Untuk itu ada
beberapa kemungkinan yang terjadi, untuk itu pembahasan mengenai proses pewarisan “negeri yang dijanjikan”
(Kanaan/Palestina) tersebut akan mulai dari masa Nabi Musa a.s..
Seandainya Bani Israil yang hijrah dari Mesir bersama Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tidak menolak perintah Nabi Musa a.s. untuk memasuki
Kanaan – “negeri yang dijanjikan” –
maka yang terjadi adalah peperangan
melawan kaum-kaum yang saat itu menguasai negeri Kanaan, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ
مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ
فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ
یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا
عَلٰۤی اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا
خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی
یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ
یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا
عَلَیۡہِمُ الۡبَابَ ۚ فَاِذَا
دَخَلۡتُمُوۡہُ فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ
وَ عَلَی اللّٰہِ فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَاۤ اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ
اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ اِنَّا
ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ لَاۤ اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ
بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ
سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ
الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu,
menjadikan kamu raja-raja, dan
Dia memberikan kepadamu apa yang tidak
diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. Hai
kaumku, masukilah Tanah yang disucikan,
yang telah ditetapkan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu
kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka
berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam
negeri itu ada suatu kaum yang
kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah
memasukinya hingga mereka keluar sendiri
darinya, lalu jika mereka keluar
darinya maka kami akan memasukinya.” Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah
dan Allah telah memberi nikmat
kepada keduanya berkata: “Masuklah
melalui pintu gerbang mereka, lalu
apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan
hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar
orang-orang yang beriman.” Mereka
berkata: “Hai Musa, sesungguhnya
kami tidak akan pernah memasuki negeri
itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama
Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak
duduk-duduk saja di sini!” Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku
dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah
antara kami dengan kaum yang fasik
itu.” Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat
puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Maidah
[5]:21-27).
Yosua bin Nun &
Perang Merebut Kanaan
Jadi, menurut Al-Quran akibat menolak berperang melawan kaum-kaum yang
berada di wilayah Kanaan maka “negeri yang dijanjikan” tersebut selama 40 tahun belum diwariskan kepada Bani Israil. Setelah
lahir generasi muda yang berjiwa ksatria akibat gemblengan hidup
yang keras di padang pasir dalam masa
40 tahun tersebut, setelah Yosua bin Nun memimpin suku-suku Bani
Israil berperang melawan bangsa-bangsa yang berada di wilayah Kanaan barulah pewarisan “negeri yang dijanjikan” tersebut
terlaksana, setelah terlebih dulu mengalahkan 31 orang raja-raja yang berada di wilayah Kanaan
(Yosua 12:7-24).
Dari Bible mau pun Al-Quran, walau pun
Allah Swt. benar-benar mewariskan
Kanaan – “negeri yang dijanjikan” –
kepada Bani Israil melalui perjuangan
fisik
(peperangan) yang dipimpin oleh Yosua bin
Nun, akan tetapi Bani Israil tidak
mensyukuri nikmat Allah Swt. tersebut sebaik-baiknya, di antaranya
orang-orang Israil kembali menyembah
berhala-berhala sembahan bangsa-bangsa bukan Bani Israil diizinkan tinggal oleh Yosua bin Nun di
Kanaan (Hakim-hakim).
Sebagai hukuman kepada generasi
penerus Bani Israil setelah
kematian Yosua bin Nun, Allah
Swt. membiarkan bangsa-bangsa bukan
Bani Israil – seperti kaum Midian,
Amalek, Amori, Het, Feris, Yebus dll – menindas mereka selama
bertahun-tahun, dan akhirnya mereka meminta
kepada seorang nabi Allah yang ada di
kalangan mereka saat itu (Samuel) agar Allah Swt. mengangkat seorang raja bagi mereka untuk memimpin mereka berperang melawan kaum-kaum yang menindas mereka.
Berikut firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad Saw. mengenai hal
tersebut, sebagai nasihat dan peringatan bagi para pengikut beliau
saw. (umat Islam) agar tidak melakukan hal-hal buruk yang sama, seperti yang
telah dilakukan pengikut Nabi Musa a.s.:
اَلَمۡ تَرَ اِلَی
الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ قَالُوۡا
لِنَبِیٍّ لَّہُمُ
ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا
تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ
اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ
دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا
اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika
mereka berkata kepada seorang nabi
mereka: “Angkatlah bagi kami seorang
raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata: ”Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan
atasmu?” Mereka berkata: “Mengapa
kami tidak akan berperang di
jalan Allah padahal sungguh kami telah
diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?”
Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas
mereka, mereka berpaling kecuali sedikit
dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah
[2]:247).
Thalut adalah Gideon
Peristiwa tersebut menunjukkan kemajuan dalam keadaan kaum Bani Israil
pada saat seperti dituturkan ayat ini dibandingkan dengan zaman Nabi Musa a.s.
sendiri. Dalam QS.5:25 Al-Quran
menuturkan bahwa ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan
pengikut-pengikut beliau untuk memerangi
musuh di jalan Allah, mereka
menjawab: Pergilah engkau bersama Tuhan engkau, kemudian berperanglah kalian
berdua; sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!
Sebaliknya,
dalam ayat ini mereka disebutkan telah berkata: Mengapakah kami tidak akan
berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan
dipisahkan dari anak-anak kami? Tetapi, perbaikan
sikap itu hanya di mulut saja dan
tidak dalam kenyataan (amal
perbuatan), sebab ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak
dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur (berperang). Dengan demikian, peristiwa itu merupakan peringatan keras kepada kaum Muslimin untuk waspada agar jangan
menempuh jalan yang serupa itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ
مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ
الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً
مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی
الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan nabi mereka berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata: “Bagaimana
ia bisa memiliki kedaulatan atas kami,
padahal kami lebih berhak memiliki
kedaulatan daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang
berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya
Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan
badan.” Dan Allah
memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha
Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
Thalut adalah nama
sifat seorang raja Bani Israil yang
hidup kira-kira 200 tahun sebelum Nabi Dawud
a.s. . dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi
Musa a.s.. Beberapa ahli tafsir Al-Quran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim
fasal 6 s/d 8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi
dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.
Jumlah Pengikut Thalut (Gideon) Sama
dengan Jumlah Sahabah dalam Perang Badar
Menurut
sementara penulis Kristen, peristiwa yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk
kepada dua masa yang berlainan, terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang
rentangannya 200 tahun, dan menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut
mereka — anachronisme (pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Al-Quran.
Bagian ini
memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme
(pengacauan waktu) di dalamnya. Al-Quran menunjuk di sini kepada kedua masa
itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), 200 tahun sebelum Nabi Dawud a.s., . dan
yang akhirnya tercapai sepenuhnya di zaman Nabi Dawud a.s..
Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat
sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum
Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam sejarah. Sebab 200 tahun sesudah Nabi Musa
a.s. mereka pecah-belah dalam berbagai suku,
tidak mempunyai raja dan tidak pula angkatan
perang.
Dalam tahun
1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan
mereka, Allah Swt. membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama 7 tahun dan mereka
terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 6:1-6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan
dari sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya
kepada Bani Israil” (Hakim-hakim
6:7-8),” dan seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon menunjuknya
menjadi raja dan menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka sembahnya
kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang Israil?
Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu
di antara orang isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim
6:15).
Hal ini
cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon -- dan bukan di zaman Saul -- kaum
Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7)
tentang cobaan itu memang sama dengan
gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim
7:6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan
tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 313 orang.
Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu
seorang sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami
berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah
orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi,
bab Siyar).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar