Minggu, 09 Desember 2012

Proses Pewarisan "Negeri yang Dijanjikan" kepada Bani Israil



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 13

Proses Pewarisan “Negeri yang Dijanjikan

Kepada Bani Israil

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam  Akhir Bab 12 telah dikemukakan masalah pewarisan Kanaan (Palestina)  -- “negeri yang dijanjikan” –   Bible dan Al-Quran sepakat bahwa pewarisan “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) tersebut  selalu dianugerahkan Allah Swt. kepada golongan yang beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), yakni:
  (1) Diwariskan kepada pengikut Nabi Musa a.s.;  ketika mereka melakukan kedurkaaan kepada Allah dan para rasul Allah yang diutus di kalangan mereka, lalu “negeri yang dijanjikan” tersebut diwariskan kepada:
    (2)  pengikut Isa Ibnu Maryam a.s.,  3 abad kemudian setelah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Kaisar Romawi yang musyrik, Konstantin, menjadikan agama Kristen sebagai agama kerajaan; lalu di masa pemerintah Kaisar Heraclius  negeri   yang dijanjikian” (Palestina) tersebut diwariskan Allah Swt. kepada:
    (3)  pengikut misal Nabi Musa  a.s., yaitu  Nabi Besar Muhammad Saw. (QS.46:11),  di masa pemerintahan Umar  bin Khaththab r.a.,  Khalifah kedua Nabi Besar Muhammad Saw., dan
   (4) Insya Allah, sesuai janji Allah Swt. “negeri yang dijanjikan” tersebut akan diwariskan kepada   pengikut misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni pengikut Mirza Ghulam Ahmad a.s. yaitu Jemaat Muslim Ahmadiyah, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا لِّقَوۡمٍ  عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ   وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan  sungguh Kami benar-benar telah menuliskan dalam  Kitab Zabur sesudah pemberi peringatan itu, bahwa negeri itu akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.   Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah. (Al-Anbiyā [21]:106-107).

Proses Pewarisan Kanaan “Negeri yang Dijanjikan

    Karena itu sebagaimana telah dikemukakan pada akhir Bab sebelumnya, berdirinya “negara Israel  hanya merupakan satu babak sementara saja. Sebagai penggenapan nubuatan  dalam Al-Quran  mengenai akan kembalinya “orang-orang  Yahudi” dari berbagai  negeri (QS.17:105), karena orang-orang Islam  -- yakni “hamba-hamba Allah yang shaleh” -- telah ditakdirkan akan menguasainya kembali  -- cepat atau lambat, bahkan malahan lebih cepat daripada lambat, Palestina akan kembali menjadi milik umat  Islam. Hal ini merupakan keputusan Allah Swt. dan tidak ada seorang pun dapat mengubah keputusan Allah Swt.
    Pertanyaannya adalah: Bagaimana proses terjadinya pewarisan “negeri yang dijanjikan” (Palestina) kepada “umat Islam” tersebut? Untuk itu ada beberapa kemungkinan yang terjadi, untuk itu pembahasan  mengenai proses pewarisan “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) tersebut  akan  mulai dari masa Nabi Musa a.s..
     Seandainya  Bani Israil yang hijrah dari Mesir bersama Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tidak menolak  perintah Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – maka yang terjadi adalah peperangan melawan kaum-kaum  yang saat itu menguasai negeri Kanaan, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ  ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی  اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ  یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ  الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ  فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ  نَّدۡخُلَہَاۤ  اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ  اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ  لَاۤ  اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah ketika  Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah  nikmat Allah atasmu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepadamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa.   Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagimu,  dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.”   Mereka berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya  hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu  jika mereka keluar darinya maka kami akan memasukinya.” Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka,  lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami  tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!” Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan  kaum yang fasik itu.”   Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi  maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Maidah [5]:21-27).

Yosua bin Nun &
Perang Merebut Kanaan

     Jadi, menurut Al-Quran akibat menolak berperang melawan kaum-kaum yang berada di wilayah Kanaan maka “negeri yang dijanjikan” tersebut selama 40 tahun belum diwariskan kepada Bani Israil.   Setelah lahir generasi muda yang berjiwa ksatria akibat gemblengan hidup yang keras di padang pasir   dalam masa 40 tahun tersebut,  setelah Yosua bin Nun memimpin suku-suku Bani Israil berperang melawan bangsa-bangsa yang berada di wilayah Kanaan barulah pewarisan “negeri yang dijanjikan” tersebut terlaksana, setelah terlebih dulu mengalahkan   31  orang raja-raja yang berada di wilayah Kanaan  (Yosua 12:7-24).
    Dari Bible mau pun Al-Quran, walau pun Allah Swt. benar-benar mewariskan Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – kepada Bani Israil melalui perjuangan  fisik (peperangan) yang dipimpin oleh Yosua bin Nun, akan tetapi Bani Israil tidak mensyukuri nikmat Allah Swt. tersebut sebaik-baiknya, di antaranya orang-orang Israil kembali menyembah berhala-berhala sembahan bangsa-bangsa bukan Bani Israil  diizinkan tinggal oleh Yosua bin Nun di Kanaan (Hakim-hakim).
     Sebagai hukuman kepada  generasi penerus  Bani Israil  setelah  kematian Yosua bin Nun, Allah Swt.  membiarkan bangsa-bangsa  bukan Bani Israil – seperti kaum Midian,   Amalek, Amori, Het, Feris, Yebus dll – menindas mereka selama bertahun-tahun, dan akhirnya mereka meminta kepada seorang nabi Allah yang ada di kalangan mereka saat itu (Samuel) agar Allah Swt. mengangkat seorang raja bagi mereka untuk memimpin mereka berperang melawan kaum-kaum yang menindas mereka.
    Berikut firman Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad Saw. mengenai hal tersebut, sebagai nasihat dan peringatan bagi para pengikut beliau saw. (umat Islam)  agar tidak melakukan hal-hal buruk yang sama, seperti yang telah dilakukan  pengikut Nabi Musa a.s.:
اَلَمۡ تَرَ  اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ  قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ  اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ  اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ  بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah engkau tidak  melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata:  Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan atasmu?” Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan berperang  di jalan Allah padahal sungguh  kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka,  mereka berpaling  kecuali sedikit  dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang  yang zalim. (Al-Baqarah [2]:247).

Thalut adalah Gideon

     Peristiwa tersebut menunjukkan kemajuan dalam keadaan kaum Bani Israil pada saat seperti dituturkan ayat ini dibandingkan dengan zaman Nabi Musa a.s. sendiri. Dalam  QS.5:25 Al-Quran menuturkan bahwa ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan pengikut-pengikut beliau untuk memerangi musuh di jalan Allah, mereka menjawab: Pergilah engkau bersama Tuhan engkau, kemudian berperanglah kalian berdua; sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!
     Sebaliknya, dalam ayat ini mereka disebutkan telah berkata: Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami? Tetapi, perbaikan sikap itu hanya di mulut saja dan tidak dalam kenyataan (amal perbuatan),  sebab ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur (berperang). Dengan demikian, peristiwa itu merupakan peringatan keras kepada kaum Muslimin untuk waspada agar jangan menempuh jalan yang serupa itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ  اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا  اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata:  Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan  Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
       Thalut adalah nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira 200 tahun sebelum Nabi Dawud  a.s. . dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s..   Beberapa ahli tafsir Al-Quran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim fasal    6 s/d 8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.

Jumlah Pengikut Thalut (Gideon) Sama
dengan Jumlah Sahabah dalam Perang Badar

  Menurut sementara penulis Kristen, peristiwa yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk kepada dua masa yang berlainan, terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang rentangannya 200 tahun, dan menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut mereka — anachronisme (pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Al-Quran.
Bagian ini memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme (pengacauan waktu) di dalamnya. Al-Quran menunjuk di sini kepada kedua masa itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), 200  tahun sebelum Nabi Dawud a.s., . dan yang akhirnya tercapai  sepenuhnya di zaman Nabi Dawud a.s..  
     Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam  sejarah. Sebab 200 tahun sesudah Nabi Musa a.s.  mereka pecah-belah dalam berbagai suku, tidak  mempunyai raja dan tidak pula angkatan perang.
Dalam tahun 1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan mereka, Allah Swt. membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama 7 tahun dan mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 6:1-6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan dari sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya kepada Bani Israil” (Hakim-hakim 6:7-8),” dan seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon menunjuknya menjadi raja dan menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka sembahnya kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang Israil? Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu di antara orang isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim 6:15).
 Hal ini cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon -- dan bukan di zaman Saul -- kaum Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7) tentang cobaan itu memang sama dengan gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim 7:6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 313 orang.
Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 9 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar