بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 14
Berbagai Kelebihan
yang Dimiliki Thalut
(Gideon)
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam
Akhir Bab 13 telah dikemukakan masalah Thalut
dan persamaannya dengan Gideon serta berbagai
kelebihan yang dimilikinya, sehingga Allah Swt. telah menetapkannya
sebagai raja pertama Bani Israil,
firman-Nya:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ
مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ
الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً
مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی
الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya
Allah telah mengangkat Thalut menjadi
raja bagi kamu.” Mereka berkata: “Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas
kami, padahal kami lebih berhak
memiliki kedaulatan daripadanya,
karena ia tidak pernah diberi harta yang
berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya
Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan
badan.” Dan Allah
memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha
Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
Sebagaimana telah dikemukakan
dalam Bab sebelumnya, bahwa Thalut
adalah nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira
200 tahun sebelum Nabi Dawud a.s. dan
kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s.. . Beberapa
ahli tafsir Al-Quran telah keliru
mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok
dengan Gideon (Hakim-hakim fasal 6 s/d 8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum
Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.
Jumlah Pengikut Thalut (Gideon) Sama
dengan Jumlah Sahabah r.a. dalam Perang Badar
Menurut sementara penulis Kristen, peristiwa
yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk kepada dua masa yang berlainan,
terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang rentangannya 200 tahun, dan
menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut mereka — anachronisme
(pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Al-Quran.
Bagian ini
memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme
(pengacauan waktu) di dalamnya. Al-Quran menunjuk di sini kepada kedua masa
itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), 200 tahun sebelum Nabi Dawud a.s., . dan
yang akhirnya tercapai sepenuhnya di
zaman Nabi Dawud a.s..
Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat
sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum
Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam sejarah. Sebab 200 tahun sesudah Nabi Musa
a.s. mereka pecah-belah dalam berbagai suku,
tidak mempunyai raja dan tidak pula angkatan
perang.
Dalam tahun
1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan
mereka, Allah Swt. membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama 7 tahun dan mereka
terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 6:1-6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan dari
sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya kepada
Bani Israil” (Hakim-hakim 6:7-8), ”dan
seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon menunjuknya menjadi raja dan
menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka
sembahnya kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang
Israil? Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu di antara orang
isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim 6:15).
Hal ini
cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon -- dan bukan di zaman Saul -- kaum
Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7)
tentang cobaan itu memang sama dengan
gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim
7: 6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan
tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 313 orang.
Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar).
Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar).
Arti Kata Thalut dan Gideon
Hadits itu pun mendukung kesimpulan bahwa Thalut itu adalah Gideon.
Apa yang selanjutnya menguatkan persamaan antara Thalut dengan Gideon
ialah, kata itu berasal dari akar-kata yang dalam bahasa Ibrani berarti
“menumbangkan” (Encyclopaedia Biblica)
atau “menebang” (Jewish Encyclopaedia).
Jadi, Gideon berarti “orang yang
menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah”, dan Bible sendiri mengatakan
mengenai Gideon sebagai “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12).
Dengan demikian benarlah firman-Nya sebelum
ini mengenai jawaban nabi mereka atas
keberatan yang diajukan oleh para
pemuka Bani Israil tentang penetapan Thalut
sebagai raja atas mereka:
ؕ
قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی
الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Ia berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya
sebagai raja atas kamu dan melebihkannya
dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan,” dan Allah Maha Luas karunia-Nya,
Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
Selanjutnya nabi mereka menjelaskan mengenai kelebihan lainnya yang dimiliki Thalut
sehingga Allah Swt, telah memilihnya
sebagai raja, firman-Nya:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ
مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ
بَقِیَّۃٌ مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی
وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ
اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan nabi mereka berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya tanda kedaulatannya
ialah bahwa akan datang kepada kamu
suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu dan pusaka peninggalan
keluarga Musa dan keluarga Harun,
yang dipikul oleh malaikat-malaikat,
sesungguhnya dalam hal ini benar-benar
ada suatu Tanda bagimu, jika kamu sungguh orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah
[2]:249).
Tabut berarti (1) peti atau kotak;
(2) dada atau rusuk dengan apa-apa yang dikandungnya seperti jantung dan
sebagainya (Lexicon Lane);
(3) hati yang merupakan gudang ilmu, kebijakan, dan keamanan (Al-Mufradat). Para ahli tafsir
berselisih tentang makna kata Tabut, dan Bible menyebutnya sebagai sebuah perahu atau peti, dan gambaran yang diberikan oleh Al-Quran tegas
menunjukkan bahwa kata itu telah dipakai di sini dalam arti “hati” atau “dada.”
Penjelasan tentang Tabut
dalam ayat ini -- “yang di dalamnya
mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu” -- tidak dapat dikenakan kepada bahtera (perahu), sebab jauh daripada
memberi ketenteraman dan kesejukan hati yang disebut oleh Bible
tidak dapat melindungi kaum Bani Israil terhadap kekalahan, pula tidak melindunginya sendiri, sebab perahu itu dibawa lari oleh musuh.
Bahkan Saul yang membawa perahu itu dalam peperangan menderita
kekalahan-kekalahan yang parah, sehingga bahkan musuhnya pun menaruh kasihan
kepadanya dan ia menemui ajalnya dengan
penuh kehinaan.
Perahu (tabut) demikian tak mungkin
merupakan sumber ketenangan bagi kaum
Bani Israil. Apa yang dianugerahkan Allah Swt. kepada mereka adalah hati
yang penuh dengan keberanian dan ketabahan, sehingga sesudah ketenangan tersebut turun kepada mereka,
mereka berhasil membalas serangan musuh
dan menimpakan kekalahan berat kepada mereka.
Mewarisi Sifat-sifat Mulia
Nabi Musa a.s.
dan Nabi Harun a.s.
Karunia lain yang diberikan Allah
Swt. . kepada Bani Israil
disinggung dalam kata “pusaka.” Tuhan meresapi hati mereka dengan sifat-sifat mulia yang menjadi watak
nenek-moyang mereka, keturunan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Pusaka yang ditinggalkan oleh anak-cucu
Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tidak terdiri atas hal-hal kebendaan, tetapi yang dimaksudkan ialah
akhlak-akhlak baik yang dengan itu
mereka mendapat karunia menjadi pewaris leluhur-leluhur agung mereka.
Berikut firman Allah Swt.
mengenai keberanian Nabi Musa a.s.
dan Nabi harun a.s. ,ketika keduanya mengajak Bani Israil untuk memasuki
Kanaan – “negeri yang dijanjikan” –
dan berperang melawan bangsa-bangsa
yang ada di dalamnya:
وَ اِذۡ قَالَ
مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ
فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ
یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا
عَلٰۤی اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا
خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی
یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ
یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا
عَلَیۡہِمُ الۡبَابَ ۚ فَاِذَا
دَخَلۡتُمُوۡہُ فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ
وَ عَلَی اللّٰہِ فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَاۤ اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ
وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ اِنَّا ہٰہُنَا
قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ
اِنِّیۡ لَاۤ اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ
بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ
سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ
الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu,
menjadikan kamu raja-raja, dan
Dia memberikan kepadamu apa yang tidak
diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. Hai
kaumku, masukilah Tanah yang disucikan,
yang telah ditetapkan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu
kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka
berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam
negeri itu ada suatu kaum yang
kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah
memasukinya hingga mereka keluar sendiri
darinya, lalu jika mereka keluar
darinya maka kami akan memasukinya.”
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah
dan Allah telah memberi nikmat
kepada keduanya berkata: “Masuklah
melalui pintu gerbang mereka, lalu
apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan
hanya kepada Allah-lah hendak-nya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar
orang-orang yang ber-iman.” Mereka
berkata: “Hai Musa, sesungguhnya
kami tidak akan pernah memasuki negeri
itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama
Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak
duduk-duduk saja di sini!” Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku
dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah
antara kami dengan kaum yang fasik
itu.” Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat
puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Maidah
[5]:21-27).
Keutamaan sifat-sifat Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. yang diwarisi oleh Thalut digambarkan dalam firman-Nya: ”Dua orang laki-laki dari
antara mereka yang takut kepada
Allah dan Allah telah memberi
nikmat kepada keduanya“, hal itulah yang digambarkan sebagai tabut
dalam firman-Nya: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya
mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu
dan pusaka
peninggalan keluarga Musa dan keluarga
Harun, yang dipikul oleh
malaikat-malaikat.” (QS.2:249).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar