Minggu, 09 Desember 2012

Berbagai Kelebihan yang Dimiliki Thalut (Gideon)



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 14

Berbagai Kelebihan 
yang Dimiliki Thalut (Gideon)

Oleh


Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  Akhir Bab 13 telah dikemukakan  masalah Thalut dan persamaannya dengan Gideon serta berbagai kelebihan yang dimilikinya,  sehingga Allah Swt. telah menetapkannya sebagai raja pertama Bani Israil, firman-Nya:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ  اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا  اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata:  Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
    Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab sebelumnya, bahwa Thalut adalah nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira 200 tahun sebelum Nabi Dawud  a.s. dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s.. . Beberapa ahli tafsir Al-Quran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim fasal 6 s/d 8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.

Jumlah Pengikut Thalut (Gideon) Sama
dengan Jumlah Sahabah r.a. dalam Perang Badar

Menurut sementara penulis Kristen, peristiwa yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk kepada dua masa yang berlainan, terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang rentangannya 200 tahun, dan menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut mereka — anachronisme (pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Al-Quran.
Bagian ini memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme (pengacauan waktu) di dalamnya. Al-Quran menunjuk di sini kepada kedua masa itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), 200  tahun sebelum Nabi Dawud a.s., . dan yang akhirnya tercapai  sepenuhnya di zaman Nabi Dawud a.s..  
    Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam  sejarah. Sebab 200 tahun sesudah Nabi Musa a.s.  mereka pecah-belah dalam berbagai suku, tidak  mempunyai raja dan tidak pula angkatan perang.
Dalam tahun 1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan mereka, Allah Swt. membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama 7 tahun dan mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 6:1-6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan dari sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya kepada Bani Israil” (Hakim-hakim 6:7-8),   dan seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon menunjuknya menjadi raja dan menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka sembahnya kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang Israil? Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu di antara orang isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim 6:15).
Hal ini cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon -- dan bukan di zaman Saul -- kaum Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7) tentang cobaan itu memang sama dengan gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim 7: 6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 313 orang.
Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar).

Arti  Kata Thalut dan  Gideon

Hadits itu pun mendukung kesimpulan bahwa Thalut itu adalah  Gideon. Apa yang selanjutnya menguatkan persamaan antara Thalut dengan Gideon ialah, kata itu berasal dari akar-kata yang dalam bahasa Ibrani berarti “menumbangkan” (Encyclopaedia Biblica) atau “menebang” (Jewish Encyclopaedia). Jadi, Gideon berarti “orang yang menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah”, dan Bible sendiri mengatakan mengenai Gideon sebagai “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12).
Dengan demikian benarlah firman-Nya sebelum ini mengenai jawaban nabi mereka atas keberatan yang diajukan oleh para pemuka Bani Israil tentang penetapan Thalut sebagai raja atas mereka:
ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan,” dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
Selanjutnya nabi mereka menjelaskan mengenai kelebihan lainnya yang dimiliki Thalut sehingga Allah Swt,  telah memilihnya sebagai raja, firman-Nya:
 وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ   مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan  nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu dan pusaka peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat, sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagimu, jika kamu sungguh orang-orang yang  beriman.” (Al-Baqarah [2]:249).
  Tabut berarti (1) peti atau kotak; (2) dada atau rusuk dengan apa-apa yang dikandungnya seperti jantung dan sebagainya (Lexicon Lane); (3) hati yang merupakan gudang ilmu, kebijakan, dan keamanan (Al-Mufradat). Para ahli tafsir berselisih tentang makna kata Tabut,  dan Bible menyebutnya sebagai sebuah perahu atau peti, dan gambaran yang diberikan oleh Al-Quran tegas menunjukkan bahwa kata itu telah dipakai di sini dalam arti “hati” atau “dada.”
    Penjelasan tentang Tabut dalam ayat ini -- “yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu” -- tidak dapat dikenakan kepada bahtera (perahu), sebab jauh daripada memberi ketenteraman dan kesejukan hati yang disebut oleh Bible tidak dapat melindungi kaum Bani Israil terhadap kekalahan, pula tidak melindunginya sendiri, sebab perahu itu dibawa lari oleh musuh. Bahkan Saul yang membawa perahu itu dalam peperangan menderita kekalahan-kekalahan yang parah, sehingga bahkan musuhnya pun menaruh kasihan kepadanya dan  ia menemui ajalnya dengan penuh kehinaan.
      Perahu (tabut) demikian tak mungkin merupakan sumber ketenangan bagi kaum Bani Israil. Apa yang dianugerahkan Allah Swt.   kepada mereka adalah  hati yang penuh dengan keberanian dan ketabahan, sehingga sesudah ketenangan tersebut turun kepada mereka, mereka  berhasil membalas serangan musuh dan menimpakan kekalahan berat kepada mereka.

Mewarisi Sifat-sifat Mulia Nabi Musa a.s.
dan Nabi Harun a.s.

       Karunia lain yang diberikan Allah Swt. .  kepada Bani Israil disinggung dalam kata “pusaka.” Tuhan meresapi hati mereka dengan sifat-sifat mulia yang menjadi watak nenek-moyang mereka, keturunan Nabi Musa a.s.  dan Nabi Harun a.s.   Pusaka yang ditinggalkan oleh anak-cucu Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.   tidak terdiri atas hal-hal kebendaan, tetapi yang dimaksudkan ialah akhlak-akhlak baik yang dengan itu mereka mendapat karunia menjadi pewaris leluhur-leluhur agung mereka.
     Berikut firman Allah Swt. mengenai keberanian Nabi Musa a.s. dan Nabi harun a.s. ,ketika  keduanya mengajak Bani Israil untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – dan berperang melawan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya:
وَ  اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ  ﴿﴾ یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی  اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ  یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ  الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ  فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ  نَّدۡخُلَہَاۤ  اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ  اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ  لَاۤ  اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah ketika  Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah  nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepadamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa.   Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan, yang telah ditetapkan Allah bagimu,  dan janganlah kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya  hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu  jika mereka keluar darinya maka kami  akan memasukinya.”  Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka,  lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendak-nya kamu  bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang ber-iman.”  Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami  tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!” Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan  kaum yang fasik itu.” Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi  maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Maidah [5]:21-27).
     Keutamaan sifat-sifat Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. yang diwarisi oleh Thalut digambarkan dalam  firman-Nya: ”Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya“, hal itulah yang digambarkan sebagai tabut   dalam  firman-Nya: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu dan  pusaka peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat.” (QS.2:249).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 10 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar