Senin, 10 Desember 2012

Makna "Sungai, Jalut dan Bala Tentaranya




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Bab 15

Makna  Sungai, Jalut dan  Bala Tentaranya   

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  Akhir Bab 14 telah dikemukakan  makna pewarisan tabut  oleh Thalut  yaitu keutamaan sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.. Dan keutamaan sifat-sifat Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. yang diwarisi oleh Thalut digambarkan dalam  firman-Nya: ”Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya“, hal itulah yang digambarkan sebagai tabut   dalam  firman-Nya: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu dan  pusaka peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat.” (QS.2:249).

Ujian Melalui “Sungai

    Karena sejak awal pun para pemuka Bani Israil telah mengajukan  berbagai keberatan kepada nabi mereka  mengenai penetapan Allah Swt. mengangkat Thalut (Gideon) sebagai raja mereka, maka  sebelum mereka berangkat berperang melawan Jalut dan bala tentaranya, atas perintah  Allah Swt. Thalut melakukan    pemisahan dengan perantaraan sebuah “sungai” sebagai ujian bagi para pengikutnya, firman-Nya:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ  ۙ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ مِنِّیۡۤ  اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ  ۙ قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ  ۙ  کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً  کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ  اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ  الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa  minum darinya maka ia bukan dariku, dan  barangsiapa tidak pernah mencicipinya   maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan tangannya.” Tetapi  mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi  orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah  berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit  telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (Al-Baqarah [2]:250).
    Kekecualian mengenai air seciduk tangan itu mengandung dua tujuan: (1) memberikan kepada pasukan yang sedang berderap maju itu sedikit kelegaan jasmani dengan mengizinkan mereka membasahi kerongkongan mereka yang kekeringan, tetapi di samping itu mencegah mereka dari minum sebebasnya yang bisa mendinginkan semangat mereka dan menjadikan mereka lengah terhadap musuh; (2) membuat cobaan itu lebih menggelitik perasaan, sebab acapkali terjadi   lebih mudah bagi seseorang untuk menjauhkan diri sama sekali dari sesuatu daripada mencicipinya dalam kadar terbatas sekali. Lihat Hakim-hakim 7:5-6.

Sungai “Kesenangan Kehidupan Duniawi
yang Melemahkan Semangat Jihad di Jalan Allah

       Kata nahar berarti pula “limpah-ruah”. Dalam pengertian tersebut ayat ini berarti bahwa mereka akan diuji oleh “limpah-ruah”,  mereka yang menyerah kepada godaannya biasanya menjadi tidak mampu melaksanakan pekerjaan Allah Swt., tetapi mereka yang menggunakannya dengan mengekang hawa nafsu biasanya meraih kemenangan.
      Kata nahar yang berarti “limpah-ruah” dapat mengisyaratkan kepada kesenangan kehidupan duniawi, yang apabila diraih oleh  manusia akan menimbulkan padamnya atau melemahnya semangat juang yang ketika masih ada dalam masa-masa sulit berkobar-kobar, bahkan melampaui batas kewajaran, firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ اِلَی الَّذِیۡنَ قِیۡلَ لَہُمۡ کُفُّوۡۤا اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ ۚ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ اِذَا فَرِیۡقٌ مِّنۡہُمۡ یَخۡشَوۡنَ النَّاسَ  کَخَشۡیَۃِ  اللّٰہِ اَوۡ اَشَدَّ خَشۡیَۃً ۚ وَ قَالُوۡا رَبَّنَا لِمَ کَتَبۡتَ عَلَیۡنَا الۡقِتَالَ ۚ لَوۡ لَاۤ اَخَّرۡتَنَاۤ اِلٰۤی اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ؕ قُلۡ مَتَاعُ الدُّنۡیَا قَلِیۡلٌ ۚ وَ الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ  لِّمَنِ  اتَّقٰی ۟ وَ لَا تُظۡلَمُوۡنَ  فَتِیۡلًا ﴿﴾
Apakah engkau tidak  melihat mengenai orang-orang yang telah dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tangan kamu dari keinginan berperang, dirikanlah shalat dan bayarlah zakat.” Akan tetapi  tatkala ditetapkan kewajiban  berperang  atas mereka, tiba-tiba segolongan dari mereka takut kepada manusia seperti takut kepada Allah atau lebih takut lagi,  dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami,  menga-pa Engkau menetapkan kewajiban berperang atas diri kami?  Mengapa Engkau tidak memberi kami tenggang waktu sedikit lagi?”  Katakanlah:  Kesenangan  dunia ini hanya sedikit sedangkan kehidupan akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa,  dan kamu tidak akan dizalimi walau sekecil alur biji korma pun. (An-Nisā [4]:78).
     Ayat itu mengisyaratkan kepada segolongan manusia yang memperlihatkan hasrat besar untuk berperang bila mereka dilarang berperang karena bukan masanya,  akan tetapi tatkala tiba saat untuk benar-benar berperang, mereka menolak berperang atau berusaha menghindar dengan segala macam helah, dengan demikian mereka memperlihatkan bahwa keinginan mereka semula untuk berperang itu, tidak tulus atau keinginan itu disebabkan oleh gejolak semangat yang bersifat sementara, sebagaimana kata nabi Allah kepada para pemuka Bani Israil sebelum ini, firman-Nya: 
اَلَمۡ تَرَ  اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ  قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ  اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ  اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ  بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah engkau tidak  melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata:  Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan atasmu?” Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan berperang  di jalan Allah padahal sungguh  kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka,  mereka berpaling  kecuali sedikit  dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang  yang zalim. (Al-Baqarah [2]:247).
        Dengan demikian jelaslah makna  “sungai” yang menjadi ujian bagi orang-orang yang berangkat berperang bersama Thalut (Gideon) untuk menghadapi Jalut dan bala tentaranya sebelum ini, firman-Nya:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ  ۙ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ مِنِّیۡۤ  اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ  ۙ قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ  ۙ  کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً  کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ  اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ  الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa  minum darinya maka ia bukan dariku, dan  barangsiapa tidak pernah mencicipinya maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan tangannya.” Tetapi  mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi  orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit  telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (Al-Baqarah [2]:250).

Makna Jalut dan Bala Tentaranya

   Kata Jalut itu nama sifat yang artinya, seseorang atau satu kaum yang sukar diperintah dan “berkeliar sambil menjarah-rayah” dan mengganggu orang-orang lain. Dalam Bible nama yang sejajar ialah Goliat (I Samuel 17:4) yang berarti “ruh-ruh yang suka berlari-lari, menyamun dan membinasakan,” atau “pemimpin” atau “raksasa” (Encyclopaedia Biblica; Jewish Encyclopaedia).
       Bible memakai nama ini mengenai seseorang  yaitu Goliat, tetapi sesungguhnya kata itu menyandang arti segolongan perampok yang kejam, sungguhpun dapat pula dikenakan kepada perseorangan-perseorangan tertentu yang melambangkan ciri khas golongan itu. Al-Quran agaknya telah mempergunakan kata itu dalam ayat yang sedang dibicarakan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Thalut dan 313 orang pengikutnya yang sejati:   
  وَ لَمَّا بَرَزُوۡا لِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ قَالُوۡا رَبَّنَاۤ  اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ ثَبِّتۡ   اَقۡدَامَنَا وَ انۡصُرۡنَا عَلَی الۡقَوۡمِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Dan tatkala mereka maju untuk menghadapi Jalut dan bala-tentaranya, mereka berkata: “Ya Tuhan kami,  anugerahkanlah  ketabahan atas kami,  teguhkanlah langkah-langkah kami, dan  tolonglah kami terhadap kaum kafir.”  (Al-Baqarah [2]:251).

  Jalut yang disebut dalam ayat ini tidak bermakna seseorang melainkan suatu kaum, sedang kata “balatentara” menunjuk kepada para pembantu dan sekutu kaum itu. Bible menunjuk kepada Jalut dengan nama kaum Midian yang menjarah dan menyerang Bani Israil dan membinasakan tanah mereka untuk beberapa tahun (Hakim-hakim 6:1-6).
  Kaum Amalek dan semua suku bangsa di sebelah timur membantu kaum Midian dalam penyerangan mereka (Hakim-hakim 6:3) dan merupakan “balatentara” yang disebut dalam ayat ini. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
 فَہَزَمُوۡہُمۡ  بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۟ۙ وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ  الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ  اِنَّکَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Maka mereka mengalahkan  mereka itu yakni Jalut dan bala tentaranya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut, Allah memberinya kerajaan dan kebijaksanaan dan mengajarkan kepadanya apa yang Dia kehendaki. Dan  seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan,  tetapi Allah memiliki karunia atas seluruh alam. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang dari antara orang-orang yang diutus. (Al-Baqarah [2]:252-253). 

Perbedaan Makna  Thalut “Mengalahkan” Jalut
dan  Nabi Dawud a.s. “Membunuh” Jalut

    Thalut atau Gideon berhasil mengalahkan Jalut atau kaum Midian, tetapi kekalahan besar yang disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s., kira-kira 200 tahun kemudian. Menurut Bible orang yang dikalahkan oleh Nabi Dawud a.s. adalah Goliat (I Samuel 17:4), yang cocok dengan Jalut. Mungkin nama sifat yang diberikan oleh Al-Quran kepada kaum itu pun disandang oleh pemimpin mereka di zaman Nabi Dawud a.s..
       Makna kalimat “Dan  seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan  dalam firman-Nya:
   وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ  اِنَّکَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan,  tetapi Allah memiliki karunia atas seluruh alam. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang dari antara orang-orang yang diutus. (Al-Baqarah [2]:252-253). 

Falsafah dan Fungsi Utama Perang

     Kata-kata itu melukiskan dengan ringkas seluruh falsafah  ihwal segala bentuk perang yang dilancarkan demi kebenaran dan keadilan. Yaitu perang hanya dipakai sebagai   wahana untuk mencegah kekacauan dan menegakkan kembali keamanan, dan bukan menimbulkan kekacauan, mengganggu keamanan, dan merampas kemerdekaan bangsa-bangsa lemah. Terlebih lagi misi kerasulan Nabi Besar Muhammad Saw. adalah merupakan “rahmat bagi seluruh alam”, firman-Nya:
وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی  اِلَیَّ  اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya  Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya kamu berserah diri” (Al-Anbiya [21]:108-109).
     Nabi Besar Muhammad Saw.  adalah pembawa rahmat untuk seluruh umat manusia, sebab amanat beliau saw. tidak terbatas kepada suatu negeri atau kaum tertentu. Dengan perantaraan beliau saw. bangsa-bangsa dunia telah diberkati, seperti belum pernah mereka diberkati sebelum itu.
    Itulah sebabnya ketika tiba waktunya pewarisan “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) kepada umat Islam di masa Khalifah Umat bin Khaththab r.a. pelaksanaan pewarisan tersebut berlangsung dengan damai, demikian juga setelah “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) berada di bawah kekuasaan umat Islam tidak ada  tindak kekerasan yang terjadi atas nama agama Islam atau pemaksaan terhadap para  pemeluk agama-agama lain untuk memeluk agama Islam, sebagaimana pernyataan Allah Swt.  mengenai tujuan diizinkan-Nya perang bagi umat Islam, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾   اَلَّذِیۡنَ  اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ  فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ  نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ  عَاقِبَۃُ  الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong merekaYaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan  Allah pasti akan menolong siapa yang me-nolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.    Orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi mereka mendirikan shalat, membayar zakat,  menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj [22]:40-42).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,10 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar