بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 15
Makna Sungai, Jalut dan Bala Tentaranya
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab 14 telah dikemukakan makna pewarisan tabut oleh Thalut
yaitu keutamaan sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi
Harun a.s.. Dan keutamaan sifat-sifat Nabi Musa a.s. dan Nabi
Harun a.s. yang diwarisi oleh Thalut digambarkan dalam firman-Nya: ”Dua orang laki-laki dari
antara mereka yang takut kepada
Allah dan Allah telah memberi
nikmat kepada keduanya“, hal itulah yang digambarkan sebagai tabut
dalam firman-Nya: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya
mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu
dan pusaka
peninggalan keluarga Musa dan keluarga
Harun, yang dipikul oleh
malaikat-malaikat.” (QS.2:249).
Ujian Melalui “Sungai”
Karena
sejak awal pun para pemuka Bani Israil telah mengajukan berbagai keberatan
kepada nabi mereka mengenai penetapan
Allah Swt. mengangkat Thalut (Gideon)
sebagai raja mereka, maka sebelum mereka berangkat berperang melawan Jalut dan bala tentaranya, atas perintah
Allah Swt. Thalut melakukan pemisahan dengan perantaraan sebuah
“sungai” sebagai ujian bagi para
pengikutnya, firman-Nya:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ ۙ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ
شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ
مِنِّیۡۤ اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ
بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ
ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۙ
قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ
الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ ۙ کَمۡ
مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala
Thalut berangkat dengan balatentaranya
ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan
mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa minum darinya maka
ia bukan dariku, dan barangsiapa tidak pernah mencicipinya maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan
tangannya.” Tetapi mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka
berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami
hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi orang-orang
yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit
telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(Al-Baqarah [2]:250).
Kekecualian mengenai air seciduk tangan itu mengandung dua tujuan: (1) memberikan kepada
pasukan yang sedang berderap maju itu sedikit kelegaan jasmani dengan
mengizinkan mereka membasahi kerongkongan mereka yang kekeringan, tetapi di
samping itu mencegah mereka dari minum sebebasnya yang bisa mendinginkan
semangat mereka dan menjadikan mereka lengah terhadap musuh; (2) membuat cobaan
itu lebih menggelitik perasaan, sebab acapkali terjadi lebih mudah bagi seseorang untuk menjauhkan
diri sama sekali dari sesuatu daripada mencicipinya dalam kadar terbatas
sekali. Lihat Hakim-hakim 7:5-6.
Sungai “Kesenangan Kehidupan
Duniawi”
yang Melemahkan Semangat
Jihad di Jalan Allah
Kata nahar berarti pula “limpah-ruah”. Dalam pengertian tersebut
ayat ini berarti bahwa mereka akan diuji oleh “limpah-ruah”, mereka yang
menyerah kepada godaannya biasanya
menjadi tidak mampu melaksanakan pekerjaan Allah Swt., tetapi mereka yang
menggunakannya dengan mengekang hawa nafsu
biasanya meraih kemenangan.
Kata nahar yang berarti “limpah-ruah”
dapat mengisyaratkan kepada kesenangan kehidupan
duniawi, yang apabila diraih oleh
manusia akan menimbulkan padamnya
atau melemahnya semangat juang yang
ketika masih ada dalam masa-masa sulit berkobar-kobar,
bahkan melampaui batas kewajaran,
firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ اِلَی الَّذِیۡنَ قِیۡلَ لَہُمۡ کُفُّوۡۤا
اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
اٰتُوا الزَّکٰوۃَ ۚ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ اِذَا فَرِیۡقٌ
مِّنۡہُمۡ یَخۡشَوۡنَ النَّاسَ
کَخَشۡیَۃِ اللّٰہِ اَوۡ اَشَدَّ
خَشۡیَۃً ۚ وَ قَالُوۡا رَبَّنَا لِمَ کَتَبۡتَ عَلَیۡنَا الۡقِتَالَ ۚ لَوۡ لَاۤ
اَخَّرۡتَنَاۤ اِلٰۤی اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ؕ قُلۡ مَتَاعُ الدُّنۡیَا قَلِیۡلٌ ۚ وَ
الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ لِّمَنِ اتَّقٰی ۟ وَ لَا تُظۡلَمُوۡنَ فَتِیۡلًا ﴿﴾
Apakah
engkau tidak melihat mengenai
orang-orang yang telah dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tangan kamu dari
keinginan berperang, dirikanlah
shalat dan bayarlah zakat.” Akan
tetapi tatkala ditetapkan kewajiban berperang
atas mereka, tiba-tiba segolongan dari mereka takut kepada manusia
seperti takut kepada Allah atau lebih takut lagi, dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, menga-pa Engkau
menetapkan kewajiban berperang atas diri kami? Mengapa Engkau tidak memberi kami
tenggang waktu sedikit lagi?” Katakanlah: ”Kesenangan dunia ini hanya
sedikit sedangkan kehidupan akhirat itu lebih baik bagi orang yang
bertakwa, dan kamu tidak akan
dizalimi walau sekecil alur biji korma pun. (An-Nisā [4]:78).
Ayat itu mengisyaratkan kepada
segolongan manusia yang memperlihatkan hasrat
besar untuk berperang bila mereka
dilarang berperang karena bukan
masanya, akan tetapi tatkala tiba saat untuk benar-benar berperang, mereka menolak berperang atau berusaha
menghindar dengan segala macam helah,
dengan demikian mereka memperlihatkan bahwa keinginan
mereka semula untuk berperang itu, tidak tulus atau keinginan itu disebabkan oleh gejolak
semangat yang bersifat sementara,
sebagaimana kata nabi Allah kepada
para pemuka Bani Israil sebelum ini, firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ اِلَی
الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ قَالُوۡا
لِنَبِیٍّ لَّہُمُ
ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ
عَسَیۡتُمۡ اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ
الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ
اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ
الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika
mereka berkata kepada seorang nabi
mereka: “Angkatlah bagi kami seorang
raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata: ”Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan
atasmu?” Mereka berkata: “Mengapa
kami tidak akan berperang di
jalan Allah padahal sungguh kami telah
diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?”
Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas
mereka, mereka berpaling kecuali sedikit
dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah
[2]:247).
Dengan demikian jelaslah makna “sungai” yang menjadi ujian bagi orang-orang yang berangkat berperang bersama Thalut (Gideon) untuk menghadapi Jalut dan bala tentaranya sebelum ini, firman-Nya:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ ۙ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ
شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ
مِنِّیۡۤ اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ
بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ
ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۙ
قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ
الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ ۙ کَمۡ
مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala
Thalut berangkat dengan balatentaranya
ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan
mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa minum darinya maka
ia bukan dariku, dan barangsiapa tidak pernah mencicipinya maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan
tangannya.” Tetapi mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka
berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami
hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi orang-orang
yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit
telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(Al-Baqarah [2]:250).
Makna Jalut dan Bala Tentaranya
Kata Jalut itu nama sifat
yang artinya, seseorang atau satu kaum yang sukar diperintah dan “berkeliar
sambil menjarah-rayah” dan mengganggu orang-orang lain. Dalam Bible nama yang
sejajar ialah Goliat (I Samuel
17:4) yang berarti “ruh-ruh yang suka
berlari-lari, menyamun dan membinasakan,” atau “pemimpin” atau “raksasa”
(Encyclopaedia Biblica; Jewish Encyclopaedia).
Bible memakai nama ini mengenai seseorang yaitu Goliat, tetapi sesungguhnya kata itu
menyandang arti segolongan perampok
yang kejam, sungguhpun dapat pula dikenakan kepada perseorangan-perseorangan
tertentu yang melambangkan ciri khas
golongan itu. Al-Quran agaknya telah mempergunakan kata itu dalam ayat yang
sedang dibicarakan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Thalut dan 313 orang pengikutnya yang
sejati:
وَ لَمَّا بَرَزُوۡا
لِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ قَالُوۡا رَبَّنَاۤ
اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ ثَبِّتۡ
اَقۡدَامَنَا وَ انۡصُرۡنَا عَلَی الۡقَوۡمِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Dan tatkala
mereka maju untuk menghadapi Jalut
dan bala-tentaranya, mereka
berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah ketabahan atas kami, teguhkanlah langkah-langkah kami, dan tolonglah
kami terhadap kaum kafir.” (Al-Baqarah [2]:251).
Jalut yang disebut dalam ayat ini tidak
bermakna seseorang melainkan suatu kaum,
sedang kata “balatentara” menunjuk kepada para pembantu dan sekutu kaum
itu. Bible menunjuk kepada Jalut
dengan nama kaum Midian yang menjarah
dan menyerang Bani Israil dan membinasakan tanah mereka untuk beberapa tahun (Hakim-hakim 6:1-6).
Kaum
Amalek dan semua suku bangsa di sebelah timur membantu kaum Midian dalam penyerangan mereka (Hakim-hakim 6:3) dan merupakan “balatentara” yang
disebut dalam ayat ini. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَہَزَمُوۡہُمۡ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۟ۙ وَ قَتَلَ دَاوٗدُ
جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ الۡمُلۡکَ
وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ
النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ
عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اٰیٰتُ
اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ اِنَّکَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Maka mereka mengalahkan mereka itu yakni Jalut dan bala
tentaranya dengan izin Allah, dan Dawud
membunuh Jalut, Allah memberinya
kerajaan dan kebijaksanaan dan mengajarkan kepadanya apa yang Dia kehendaki.
Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian
manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi
akan penuh dengan kerusakan, tetapi Allah
memiliki karunia atas seluruh alam. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami
membacakannya kepada engkau dengan haq, dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang dari
antara orang-orang yang diutus. (Al-Baqarah [2]:252-253).
Perbedaan Makna Thalut “Mengalahkan”
Jalut
dan Nabi Dawud a.s. “Membunuh” Jalut
Thalut atau Gideon berhasil mengalahkan
Jalut atau kaum Midian, tetapi kekalahan
besar yang disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s., kira-kira 200 tahun kemudian. Menurut Bible orang
yang dikalahkan oleh Nabi Dawud a.s. adalah Goliat (I Samuel
17:4), yang cocok dengan Jalut.
Mungkin nama sifat yang diberikan
oleh Al-Quran kepada kaum itu pun
disandang oleh pemimpin mereka di
zaman Nabi Dawud a.s..
Makna kalimat “Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh
sebagian lainnya, niscaya bumi akan
penuh dengan kerusakan“ dalam
firman-Nya:
وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ
بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ
نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ اِنَّکَ
لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan
penuh dengan kerusakan, tetapi Allah
memiliki karunia atas seluruh alam. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami
membacakannya kepada engkau dengan haq, dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang dari
antara orang-orang yang diutus. (Al-Baqarah [2]:252-253).
Falsafah dan Fungsi Utama Perang
Kata-kata itu melukiskan dengan ringkas
seluruh falsafah ihwal segala bentuk perang yang dilancarkan demi kebenaran
dan keadilan. Yaitu perang hanya dipakai sebagai wahana untuk mencegah kekacauan dan menegakkan
kembali keamanan, dan bukan
menimbulkan kekacauan, mengganggu keamanan, dan merampas kemerdekaan bangsa-bangsa lemah. Terlebih lagi misi kerasulan Nabi Besar Muhammad Saw. adalah merupakan “rahmat bagi
seluruh alam”, firman-Nya:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ
مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah: “Sesungguhnya telah
diwahyukan kepadaku, bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya
hendaknya kamu berserah diri” (Al-Anbiya [21]:108-109).
Nabi Besar Muhammad Saw. adalah pembawa rahmat untuk seluruh umat
manusia, sebab amanat beliau saw.
tidak terbatas kepada suatu negeri
atau kaum tertentu. Dengan
perantaraan beliau saw. bangsa-bangsa
dunia telah diberkati, seperti belum
pernah mereka diberkati sebelum itu.
Itulah sebabnya ketika tiba
waktunya pewarisan “negeri yang dijanjikan”
(Kanaan/Palestina) kepada umat Islam
di masa Khalifah Umat bin Khaththab r.a. pelaksanaan pewarisan tersebut
berlangsung dengan damai, demikian juga setelah “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) berada di bawah
kekuasaan umat Islam tidak ada tindak kekerasan yang terjadi atas nama agama Islam atau pemaksaan terhadap para
pemeluk agama-agama lain untuk memeluk agama Islam, sebagaimana
pernyataan Allah Swt. mengenai tujuan diizinkan-Nya perang bagi umat Islam, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ
ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی
نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ اَلَّذِیۡنَ اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا
الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ
نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ
عَاقِبَۃُ الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi
mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya
Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah.” Dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang me-nolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. Orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi mereka mendirikan shalat, membayar zakat,
menyuruh berbuat kebaikan dan
melarang dari keburukan. Dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.
(Al-Hajj
[22]:40-42).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,10 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar