Minggu, 18 Agustus 2013

"Tali Allah" yang Mempersatukan Hati Para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. & Kekeliruan Dugaan Buruk Pemimpin Kaum Munafik Madinah



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 194

“Tali Allah”  yang Mempersatukan Hati Para Sahabah  Nabi Besar Muhammad saw.  &
Kekeliruan Dugaan Buruk  Pemimpin Kaum Munafik Madinah

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  akhir  Bab sebelumnya  telah  dikemukakan   mengenai  pandangan keliru para pemuka Bani Israil mengenai pentingnya kekayaan yang berlimpah-ruah yang wajib dimiliki oleh seorang  calon raja (QS.2: 247-249), Allah Swt. dalam Surah Az-Zuhruf selanjutnya berfirman:
وَ لَوۡ لَاۤ  اَنۡ یَّکُوۡنَ النَّاسُ اُمَّۃً  وَّاحِدَۃً لَّجَعَلۡنَا  لِمَنۡ یَّکۡفُرُ بِالرَّحۡمٰنِ لِبُیُوۡتِہِمۡ سُقُفًا مِّنۡ فِضَّۃٍ  وَّ مَعَارِجَ عَلَیۡہَا یَظۡہَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾   وَ لِبُیُوۡتِہِمۡ  اَبۡوَابًا وَّ سُرُرًا عَلَیۡہَا یَتَّکِـُٔوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ زُخۡرُفًا ؕ وَ اِنۡ کُلُّ  ذٰلِکَ لَمَّا مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ  الدُّنۡیَا ؕ وَ الۡاٰخِرَۃُ  عِنۡدَ  رَبِّکَ  لِلۡمُتَّقِیۡنَ﴿﴾
Dan seandainya tidak karena  manusia akan menjadi satu umat yang durhaka maka niscaya Kami menjadikan bagi orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah itu atap-atap rumah mereka dari perak dan juga tangga-tangga yang di atasnya mereka naik.  Dan Kami menjadikan pintu-pintu rumah mereka dan dipan-dipan dari perak yang padanya mereka bersandar,   dan bahkan dari emas. Dan tidak lain itu hanyalah perbekalan sementara kehidupan dunia,  sedangkan kesenangan akhirat di sisi Tuhan engkau adalah untuk orang-orang bertakwa. (Az-Zukhruf [43]:34-36).
  Seandainya dengan menghapuskan kesenjangan (ketidakseimbangan) sarana, kekayaan, dan martabat, segenap umat manusia tidak akan berhenti dari kedurhakaan dan kekafiran mereka kepada Allah Swt., niscaya Allah Swt. akan mencukupi orang-orang kafir dengan rumah-rumah dari perak yang berpintu dan bertangga emas, sebab hal itu semua tidak ada nilainya dan tidak berharga sama sekali dalam pandangan Ilahi.
  Pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut kembali memperlihatkan kebenarannya di Akhir Zaman ini,  karena ternyata berlimpah-ruahnya  emas hitam” dan “petro dolar” yang dimiliki negara-negara Muslim di Timur Tengah terbukti tidak mampu mempersatukan “hati mereka” untuk menghadapi “negara Zionis Israel” yang kecil   jika dibandingkan dengan negara-negara Muslim yang berada di sekelilingnya yang jumlahnya lebih banyak dan kaya-raya.
     Benarlah firman Allah Swt. berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai tidak bermanfaatnya kekayaan duniawi – bagaimana pun berlimpah-ruahnya – untuk “mempersatukan hati umat manusia”:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).

Rasul Allah adalah “Tali Allah” yang Terulur dari Langit

      Mengisyaratkan kepada kenyataan itu pulalah peringatan Allah Swt. kepada umat Islam dalam firman-Nya berikut ini – termasuk umat Islam di Akhir Zaman saat inti yang keadaannya terpecah-belah dan saling bertentangan serta saling mengkafirkan satu sama lain:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ  ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri.  Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah, janganlah kamu berpecah-belah,  dan   ingatlah akan nikmat Allah atasmu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan lalu  Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk.   Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu   yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan,   menyuruh kepada yang makruf,  melarang dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasilDan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang  berpecah belah dan berselisih sesudah  bukti-bukti yang jelas datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang  yang baginya  ada azab yang besar.   Pada hari ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."   Dan  ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal  di dalamnya. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq,  dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman  atas seluruh alam.   Dan milik Allah-lah apa pun  yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.(Ali ‘Imran [3]:103-109).

Pentingnya Ketakwaan yang Sejati  dan
Berpegang Teguh pada “Tali Allah
     Makna ayat   یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ   --  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri.”  (Ali ‘Imran [3]:103-109), mengisyaratkan kepada pentingnya orang-orang yang beriman memiliki ketakwaan yang hakiki, salah satu tandanya adalah bahwa karena kedatangan saat kematian tidak diketahui,  maka orang-orang beriman dapat berkeyakinan akan mati dalam keadaan berserah  diri kepada Allah Swt. hanya bila diri mereka senantiasa tetap dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya. Jadi ungkapan itu mengandung arti bahwa orang-orang beriman harus senantiasa tetap patuh kepada Allah Swt..
   Ayat selanjutnya  menjelaskan  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا   -- “Dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali  Allah,   janganlah kamu berpecah-belah.”  Habl berarti: seutas tali atau pengikat yang dengan itu sebuah benda diikat atau dikencangkan; suatu ikatan, suatu perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban yang karenanya kita menjadi bertanggung jawab untuk keselamatan seseorang atau suatu barang; persekutuan dan perlindungan (Lexicon Lane). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda:  “Kitab Allah itu tali Allāh yang telah diulurkan dari langit ke bumi” (Tafsir Ibnu Jarir, IV, 30).
       “Tali Allah” pun dapat mengisyaratkan kepada wujud Rasul Allah, sebab melalui pengutusan Rasul Allah itulah terbentuknya suatu Jama’ah  (Jemaat)  orang-orang  beriman, sebagaimana yang terjadi di kalangan  bangsa Arab yang beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).

“Tulang Belulang Berserakan” Menjadi “Satu Tubuh yang Utuh”

     Selanjutnya Allah Swt. berfirman  وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا   -- “dan   ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan lalu  Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara.
  Sangat sukar kita mendapatkan suatu kaum yang terpecah-belah lebih daripada orang-orang Arab sebelum  kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.   di tengah mereka, tetapi dalam pada itu sejarah umat manusia tidak dapat mengemukakan satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia Junjungan Agung mereka, Nabi Besar Muhammad saw..
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keadaan sangat membahayakan yang dihadapi  bangsa Arab sebelum kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.  وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا  --  “dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya.   Kata-kata “di tepi jurang Api” berarti peperangan, saling membinasakan yang di dalam peperangan itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka.
  Pendek kata, demikian luar biasa eratnya “persaudaraan ruhani” yang tercipta di kalangan bangsa Arab ketika mereka beriman dan patuh-taat sepenuhnya kepada Allah Swt. dan kepada Nabi Besar Muhammad saw., padahal  keadaan mereka sebelumnya adalah bagaikan “tulang-belulang yang berserakan” (QS.17:50-53), tiba-tiba saja mereka menjadi “satu tubuh yang hidup” dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah berlimpah-ruahnya harta kekayaan duniawi, firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).  

Kekeliruan Dugaan Buruk ‘Abdullah bin Ubay bin Salul

      Oleh karena itu sangat keliru dugaan Abdullah bin Ubay bin Salul – pemimpin orang-orang munafik Madinah – ketika ia berkata kepada para pengikutnya:
ہُمُ  الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ  لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ  رَسُوۡلِ اللّٰہِ  حَتّٰی  یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ  الۡمُنٰفِقِیۡنَ  لَا  یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾  یَقُوۡلُوۡنَ  لَئِنۡ  رَّجَعۡنَاۤ  اِلَی  الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ  مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ  وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ لٰکِنَّ  الۡمُنٰفِقِیۡنَ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Merekalah orang-orang yang berkata: “Janganlah kamu membelan-jakan harta bagi orang yang bersama Rasul Allah, supaya mereka lari karena kelaparan. Padahal kepunyaan Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi,  tetapi orang-orang munafik itu tidak mengerti.    Mereka berkata: “Jika kita kembali ke Medinah, niscaya  orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina darinya.” Padahal kemuliaan hakiki itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman,  tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (Al-Munafiqūn [63]:8-9).
  Karena tidak ada ketulusan dan kejujuran dalam dirinya, seorang orang munafik memandang orang-orang lain seperti dirinya sendiri. Kaum munafikin Medinah membuat pikiran totol dan keliru sama sekali mengenai ketulusan tujuan para sahabah Nabi Besar Muhammad saw.. , sebab mereka menyangka para sahabah beliau saw.  telah berkumpul di sekitar beliau karena pertimbangan kepentingan duniawi, dan mereka menyangka apabila mereka (para sahabat) itu menyadari bahwa harapan mereka itu tidak terlaksana, mereka itu akan meninggalkan Nabi Besar Muhammad saw. Perjalanan masa membatalkan sama sekali segala harapan mereka yang sia-sia itu.
 Dalam suatu gerakan pasukan (mungkin gerakan pasukan menggempur Banu Musthaliq), ‘Abdullah bin Ubayy – pemimpin kaum munafik Medinah, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur berantakan dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.  pada peristiwa itu – diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali ke Medinah ia “yang paling mulia dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya,  Nabi Besar Muhammad saw..
 Abdullah, anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay bin Salul,  mendengar kecongkakan kotor ayahnya; lalu  ketika rombongan mereka sampai ke Medinah, ia menghunus pedangnya dan menghalangi ayahnya masuk kota, sebelum ayahnya mau mengakui dan menyatakan bahwa ayahnya sendirilah yang paling hina di antara penduduk kota Medinah, dan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.    adalah yang paling mulia di antara mereka. Dengan demikian keangkuhannya telah berbalik menimpa kepalanya sendiri.
Bahkan ‘Abdullah sebelumnya meminta izin kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk membunuh ayahnya yang takabur tersebut, tetapi beliau saw. tidak mengizinkannya. Diriwayatkan ketika pemimpin orang-orang munafik Madinah tersebut mati,  beliau saw. berkenan  memberikan jubah beliau saw. sebagai kain kafannya  bahkan menyalatkan jenazahnya yang seakan-akan  bertentangan dengan ayat  QS.9:84 mengenai larangan melakukan shalat jenazah bagi mereka.  Peristiwa  tersebut membuktikan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  benar-benar merupakan “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar9  Juli  2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar