Rabu, 21 Agustus 2013

Hakikat "Wajah-wajah Putih" dan "Wajah-wajah Hitam"





 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 198

Hakikat “Wajah-wajah Putih” dan
Wajah-wajah Hitam

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam    Bab sebelumnya  telah  dikemukakan   mengenai   perintah Allah Swt.:     وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ  --  “Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan,   menyuruh kepada yang makruf, melarang dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasil.”  (QS.3:105).
    Sebagaimana telah dijelaskan bahwa walau pun benar bahwa melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar  merupakan kewajiban setiap pribadi orang-orang  bertakwa  tetapi perintah dalam ayat tersebut bukan terbatas pada  perseorangan melainkan  suatu umat atau  golongan atau kelompok atau jama’ah Muslim, dan di Akhir Zaman ini perintah Allah Swt. tersebut sedang dilaksanakan oleh Jemaat Ahmadiyah dibawah pimpinan Al-Masih Mau’ud a.s. dan para Khalifatul- Masih, yang saat ini Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul- Masih V, Mirza Masroor Ahmad, dalam rangka mewujudkan firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
      Dengan demikian peringatan Allah Swt. berikutnya telah dilaksanakan sepenuhnya oleh Jemaat Ahmadiyah,  tetapi tidak demikian hal dengan keadaan umumnya umat Islam di luar Jemaat Ahmadiyah yang terus menerus bergelut dalam “perpecahan umat”, akibat telah melepaskan pegangan  mereka pada “Tali Allah”, firman-Nya:
وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang  berpecah belah dan berselisih sesudah  bukti-bukti yang jelas datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang  yang baginya  ada azab yang besar.  (Ali ‘Imran [3]:106).
     Ayat ini menunjuk kepada perpecahan dan perselisihan-perselisihan di tengah-tengah para Ahlul Kitab untuk menyadarkan kaum Muslimin akan bahaya ketidak-serasian dan ketidaksepakatan yang akan membuat kekuatan mereka menjadi lemah.

Hakikat “Wajah-wajah Putih” dan “Wajah-wajah Hitam

    Selanjutnya – sehubungan dengan kedatangan Rasul Akhir Zaman -- Allah Swt. mengemukakan dua golongan umat Islam secara umum, yakni  yang “wajahnya putih” (bercahaya), dan  yang “wajahnya hitam” (diliputi kegelapan) karena tidak memiliki Imam (pemimpin) hakiki yang datang dari Allah Swt., firman-Nya:
یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾   
Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi hitam.  Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."  .(Ali ‘Imran [3]:107).
     Kata wujuh (wajah-wajah) dalam bahasa Arab berarti pula para pemimpin. Al-Quran telah menerangkan warna-warna “putih” dan “hitam” sebagai lambang, masing-masing untuk “kebahagiaan” dan “kesedihan” (QS.3:107, 108; QS.75:23-25; QS.80:39-41).
    Jika  seseorang melakukan perbuatan yang karenanya ia mendapat pujian, orang Arab mengatakan mengenai dia: ibyadhdhaha wajhuhu, yakni wajah orang itu menjadi putih. Dan bila ia melakukan suatu pekerjaan yang patut disesali, maka dikatakan mengenai dia iswadda wajhuhu, yakni, wajahnya telah menjadi hitam.
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang “wajahnya putih” atau “bercahaya” karena  mereka  telah beriman dan membantu perjuangan suci Rasul Akhir Zaman:
 وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ  ﴿﴾٪
Dan  ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal di dalamnya. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman  atas seluruh alam.  Dan  milik Allah-lah apa pun  yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.(Ali ‘Imran [3]:108-110).
      Sehubungan dengan mereka yang “berwajah putih” atau “bercahaya” tersebut Allah Swt.  berfirman dalam Surah At-Tahrim:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ تَوۡبَۃً  نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی رَبُّکُمۡ  اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ  مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ  النَّبِیَّ  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ  نُوۡرُہُمۡ  یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا  النَّبِیُّ  جَاہِدِ الۡکُفَّارَ وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ اغۡلُظۡ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ  بِئۡسَ  الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh jadi Tuhan kamu akan menghapuskan dari kamu keburukan-keburukanmu dan akan memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang beriman besertanya, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan  di sebelah kanannya, mereka akan berkata: “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami,  dan maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”  Hai Nabi, berjihadlah  terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap  tegaslah   terhadap mereka. Tempat tinggal mereka adalah Jahannam, dan seburuk-buruk tempat kembali. (At-Tahrīm [66]:9-10).

Kemajuan Terus Menerus Dalam Surga

  Keinginan tidak kunjung padam bagi kesempurnaan pada pihak orang-orang yang beriman di surga -- sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata,  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا --  “Hai  Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami“  -- menunjukkan bahwa kehidupan di surga itu bukanlah kehidupan menganggur dan statis. Kebalikannya, kemajuan ruhani di surga tiada berhingga,  sebab bila orang-orang beriman  akan mencapai kesempurnaan  yang menjadi ciri tingkat surga tertentu, mereka tidak akan berhenti sampai di situ, melainkan serentak terlihat di hadapannya ada tingkat kesempurnaan lebih tinggi dan diketahuinya bahwa tingkat yang didapati olehnya itu bukan tingkat tertinggi maka ia akan maju terus dan seterusnya tanpa berakhir.
  Selanjutnya tampak dari kalimat  وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ --  dan maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” bahwa setelah masuk surga orang-orang beriman  akan mencapai maghfirah – penutupan kekurangan (Lexicon Lane). Mereka akan terus-menerus berdoa kepada Allah untuk mencapai kesempurnaan dan sama sekali tenggelam dalam Nur Ilahi dan akan terus naik kian menanjak ke atas dan memandang tiap-tiap tingkat (maqam/martabat) sebagai ada kekurangan dibandingkan dengan tingkat lebih tinggi yang didambakan oleh mereka, dan karena itu akan berdoa kepada Allah Swt.  supaya Dia menutupi ketidaksempurnaannya sehingga mereka akan mampu mencapai tingkat lebih tinggi itu. Inilah makna yang sesungguhnya mengenai istighfar, yang secara harfiah berarti “mohon ampunan atas segala kealpaan.”
Bertolak-belakang  dengan keadaan  hamba-hamba Allah yang mendapat karunia beriman  kepada Rasul Akhir Zaman, berikut firman-Nya mengenai mereka yang “wajahnya hitam”: 
یَوۡمَ یَقُوۡلُ  الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ ۚ  قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا ؕ فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ  بَابٌ ؕ بَاطِنُہٗ  فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ  مِنۡ  قِبَلِہِ  الۡعَذَابُ  ﴿ؕ﴾
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan akan berkata kepada orang-orang beriman: “Tunggulah kami supaya kami memperoleh sebagian cahaya kamu.” Dikatakan: Kembalilah ke belakang kamu dan carilah cahaya.” Maka akan didirikan di antara mereka dinding  yang berpintu, di dalamnya ada rahmat dan di luarnya ada azab. (Al-Hadīd [57]:14).
   Kalimat “cahaya kamu” dalam ayat  انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ   --  “Tunggulah kami supaya kami memperoleh sebagian cahaya kamu”, dapat diartikan, “cahaya keimanan kamu dan amal shalih kamu” atau, cahaya makrifat Ilahi dan cahaya kemampuan mencari dan mencapai keridhaan Allah  di dunia ini juga.

Hari Ketika   Bai’un (Jual-beli), Hullah (Persahabatan) dan
 Syafa’at (rekomendasi) Tidak Diterima Allah Swt.

  Kata قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا   “Kembalilah ke belakang kamu dan carilah cahaya” dapat diartikan kehidupan di dunia ini. Sedangkan  kata “dinding” boleh diartikan dinding Islam atau dinding Al-Quran. Karena orang-orang munafik tinggal di sebelah luar dinding itu, maka tindakan mereka itu di akhirat akan mengambil bentuk seperti sebuah dinding. Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan:
یُنَادُوۡنَہُمۡ  اَلَمۡ  نَکُنۡ مَّعَکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی وَ لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ  اَنۡفُسَکُمۡ وَ تَرَبَّصۡتُمۡ وَ ارۡتَبۡتُمۡ وَ غَرَّتۡکُمُ الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ  اَمۡرُ اللّٰہِ  وَ غَرَّکُمۡ بِاللّٰہِ الۡغَرُوۡرُ
Mereka  akan berseru kepada mereka yang beriman: “Bukankah kami beserta kamu?” Mereka yang beriman berkata: “Tidak, bahkan  kamu menjatuhkan dirimu ke dalam cobaan dan kamu menunggu kehancuran kami dan kamu ragu serta keinginan kamu yang sia-sia memperdayakan kamu, hingga datang keputusan Allah  dan  si penipu telah  menipu kamu mengenai Allah. (Al-Hadīd [57]:15).
       Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan kesia-siaan serta kegagalan berbagai upaya yang mereka lakukan untuk melepaskan diri dari kepungan berbagai musibah mau pun azab di dunia ini  -- seperti yang sedang terjadi di Akhir Zaman ini -- mau pun di akhirat nanti, firman-Nya:
فَالۡیَوۡمَ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ  وَّ لَا مِنَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ؕ مَاۡوٰىکُمُ  النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
“Maka pada hari ini tidak akan diterima dari kamu tebusan, dan tidak pula dari orang-orang yang kafir. Tempat tinggal kamu adalah Api. Itulah sahabat kamu, dan seburuk-buruknya tempat kembali.”  (Al-Hadīd [57]:14-16).
Makna ayat  حَتّٰی جَآءَ  اَمۡرُ اللّٰہِ     --   “hingga datang keputusan Allah”   adalah datangnya azab Ilahi. Sedangkan  ayat  ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ   -- “itulah sahabat kamu” agaknya telah dipergunakan secara sindiran. Atau, kata-kata itu dapat diartikan, bahwa hanya api neraka akan membersihkan mereka dari kekotoran dan karat dosa yang dahulu diperbuat orang-orang kafir di dunia ini dan akan menjadikan mereka mampu mencapai kemajuan ruhani, dan dengan demikian akan menjadi “sahabat” (maula) bagi mereka.
     Benarlah peringatan Allah Swt. berikut ini  mengenai tidak akan diterimanya bai’un (jual-beli), hullah (persahabatan) dan   syafa’at (rekomendasi), firman-Nya:
 یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ ؕ وَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ  الظّٰلِمُوۡنَ
Hai orang-orang yang beriman,  belanjakanlah apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum datang hari yang tidak ada jual-beli  di dalamnya,  tidak ada persahabatan, dan  tidak pula syafaat, dan orang-orang yang kafir  mereka itulah orang-orang  zalim. (Al-Baqarah [2]:255).
       Peringatan yang sama pun sebelumnya telah Allah Swt. berikan kepada Bani Israil, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَنِّیۡ فَضَّلۡتُکُمۡ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ اتَّقُوۡا یَوۡمًا لَّا تَجۡزِیۡ نَفۡسٌ عَنۡ نَّفۡسٍ شَیۡئًا وَّ لَا یُقۡبَلُ مِنۡہَا شَفَاعَۃٌ وَّ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡہَا عَدۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ یُنۡصَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil,   ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan bahwa   Aku  telah memuliakan kamu atas seluruh bangsa.  Dan takutlah hari itu ketika  suatu jiwa tidak dapat menggantikan jiwa yang lainnya sedikit pun dan tidak akan diterima untuknya  syafaat,  dan tidak akan diambil suatu tebusan darinya dan tidak pula mereka akan ditolong. (Al-Baqarah [2]:48-49).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  11  Juli  2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar