بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 198
Hakikat
“Wajah-wajah Putih” dan
“Wajah-wajah Hitam”
“Wajah-wajah Hitam”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai perintah
Allah Swt.: وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ
-- “Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu yang senantiasa menyeru manusia
kepada kebaikan, menyuruh
kepada yang makruf, melarang dari berbuat
munkar, dan mereka itulah
orang-orang yang berhasil.”
(QS.3:105).
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
walau pun benar bahwa melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar merupakan kewajiban
setiap pribadi orang-orang bertakwa
tetapi perintah dalam ayat tersebut bukan terbatas pada perseorangan
melainkan suatu umat
atau golongan
atau kelompok atau jama’ah Muslim, dan di Akhir Zaman ini perintah Allah Swt. tersebut sedang dilaksanakan oleh Jemaat Ahmadiyah dibawah pimpinan Al-Masih Mau’ud a.s. dan para Khalifatul- Masih, yang saat ini Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul- Masih V, Mirza Masroor Ahmad,
dalam rangka mewujudkan firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
Dengan demikian peringatan Allah Swt. berikutnya telah dilaksanakan sepenuhnya oleh Jemaat
Ahmadiyah, tetapi tidak demikian hal
dengan keadaan umumnya umat Islam di
luar Jemaat Ahmadiyah yang terus menerus bergelut dalam “perpecahan umat”, akibat
telah melepaskan pegangan mereka pada “Tali Allah”, firman-Nya:
وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ
تَفَرَّقُوۡا وَ
اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ
عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ
Dan
janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang berpecah
belah dan berselisih sesudah bukti-bukti
yang jelas datang kepada mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang
baginya ada azab yang besar. (Ali ‘Imran [3]:106).
Ayat ini menunjuk kepada perpecahan dan perselisihan-perselisihan
di tengah-tengah para Ahlul Kitab
untuk menyadarkan kaum Muslimin akan bahaya
ketidak-serasian dan ketidaksepakatan
yang akan membuat kekuatan mereka
menjadi lemah.
Hakikat “Wajah-wajah Putih”
dan “Wajah-wajah Hitam”
Selanjutnya – sehubungan dengan
kedatangan Rasul Akhir Zaman -- Allah
Swt. mengemukakan dua golongan umat Islam
secara umum, yakni yang “wajahnya putih” (bercahaya), dan yang “wajahnya
hitam” (diliputi kegelapan) karena tidak memiliki Imam (pemimpin) hakiki
yang datang dari Allah Swt., firman-Nya:
یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾
Pada
hari ketika wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah kamu kafir
sesudah beriman? Karena itu rasakanlah
azab ini disebabkan kekafiran kamu."
.(Ali ‘Imran [3]:107).
Kata wujuh
(wajah-wajah) dalam bahasa Arab berarti pula para pemimpin. Al-Quran telah menerangkan warna-warna “putih” dan
“hitam” sebagai lambang, masing-masing untuk “kebahagiaan” dan “kesedihan”
(QS.3:107, 108; QS.75:23-25; QS.80:39-41).
Jika seseorang melakukan perbuatan yang karenanya ia mendapat pujian, orang Arab mengatakan mengenai dia: ibyadhdhaha wajhuhu,
yakni wajah orang itu menjadi putih. Dan bila ia melakukan suatu
pekerjaan yang patut disesali, maka
dikatakan mengenai dia iswadda
wajhuhu, yakni, wajahnya telah
menjadi hitam.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
orang-orang yang “wajahnya putih”
atau “bercahaya” karena mereka
telah beriman dan membantu perjuangan
suci Rasul Akhir Zaman:
وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ
ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ تُرۡجَعُ
الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾٪
Dan
ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah,
mereka kekal di dalamnya. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu
kezaliman atas seluruh alam. Dan milik
Allah-lah apa pun yang ada di seluruh
langit dan apa pun yang ada di bumi,
dan kepada Allah-lah segala urusan
dikembalikan.(Ali ‘Imran [3]:108-110).
Sehubungan dengan mereka yang “berwajah
putih” atau “bercahaya” tersebut Allah Swt. berfirman dalam Surah At-Tahrim:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ
جَاہِدِ الۡکُفَّارَ وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ اغۡلُظۡ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ
مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh jadi Tuhan kamu akan menghapuskan dari kamu keburukan-keburukanmu dan akan memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang
beriman besertanya, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanannya, mereka akan berkata: “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan maafkanlah
kami, sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Hai
Nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap
tegaslah terhadap mereka.
Tempat tinggal mereka adalah Jahannam,
dan seburuk-buruk tempat kembali. (At-Tahrīm
[66]:9-10).
Kemajuan Terus Menerus Dalam Surga
Keinginan tidak
kunjung padam bagi kesempurnaan pada
pihak orang-orang yang beriman di surga
-- sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata,
رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ
لَنَا نُوۡرَنَا -- “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami“ -- menunjukkan bahwa kehidupan di surga itu bukanlah
kehidupan menganggur dan statis. Kebalikannya, kemajuan ruhani di surga tiada berhingga,
sebab bila orang-orang beriman akan mencapai kesempurnaan yang menjadi
ciri tingkat surga tertentu, mereka tidak akan berhenti sampai di situ,
melainkan serentak terlihat di hadapannya ada tingkat kesempurnaan lebih tinggi dan diketahuinya bahwa tingkat
yang didapati olehnya itu bukan tingkat tertinggi maka ia akan maju terus dan
seterusnya tanpa berakhir.
Selanjutnya tampak dari kalimat وَ اغۡفِرۡ
لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- “dan
maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”
bahwa setelah masuk surga orang-orang beriman
akan mencapai maghfirah – penutupan kekurangan (Lexicon Lane). Mereka akan
terus-menerus berdoa kepada Allah
untuk mencapai kesempurnaan dan sama
sekali tenggelam dalam Nur Ilahi dan
akan terus naik kian menanjak ke atas dan memandang tiap-tiap tingkat (maqam/martabat) sebagai ada kekurangan dibandingkan dengan tingkat lebih tinggi yang didambakan
oleh mereka, dan karena itu akan berdoa
kepada Allah Swt. supaya Dia menutupi ketidaksempurnaannya sehingga
mereka akan mampu mencapai tingkat lebih
tinggi itu. Inilah makna yang sesungguhnya mengenai istighfar, yang
secara harfiah berarti “mohon ampunan
atas segala kealpaan.”
Bertolak-belakang dengan keadaan hamba-hamba
Allah yang mendapat karunia beriman kepada Rasul
Akhir Zaman, berikut firman-Nya mengenai mereka yang “wajahnya hitam”:
یَوۡمَ
یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ
الۡمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ
ۚ قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ
فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا ؕ فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ بَابٌ ؕ بَاطِنُہٗ فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ مِنۡ
قِبَلِہِ الۡعَذَابُ ﴿ؕ﴾
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki
dan orang-orang munafik perempuan
akan berkata kepada orang-orang beriman:
“Tunggulah kami supaya kami memperoleh
sebagian cahaya kamu.” Dikatakan: “Kembalilah ke belakang kamu dan
carilah cahaya.” Maka akan didirikan di antara mereka dinding
yang berpintu, di dalamnya ada rahmat
dan di luarnya ada azab. (Al-Hadīd
[57]:14).
Kalimat “cahaya kamu” dalam ayat انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ
-- “Tunggulah kami supaya kami memperoleh
sebagian cahaya kamu”, dapat diartikan, “cahaya
keimanan kamu dan amal shalih kamu”
atau, cahaya makrifat Ilahi dan cahaya kemampuan mencari dan mencapai keridhaan Allah di dunia ini juga.
Hari Ketika Bai’un
(Jual-beli), Hullah (Persahabatan)
dan
Syafa’at (rekomendasi) Tidak Diterima Allah
Swt.
Kata قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ
فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا “Kembalilah ke belakang kamu dan
carilah cahaya” dapat diartikan kehidupan
di dunia ini. Sedangkan kata “dinding”
boleh diartikan dinding Islam
atau dinding Al-Quran. Karena
orang-orang munafik tinggal di sebelah luar dinding
itu, maka tindakan mereka itu di akhirat akan mengambil bentuk seperti sebuah
dinding. Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan:
یُنَادُوۡنَہُمۡ اَلَمۡ
نَکُنۡ مَّعَکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی وَ لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ اَنۡفُسَکُمۡ وَ تَرَبَّصۡتُمۡ وَ ارۡتَبۡتُمۡ
وَ غَرَّتۡکُمُ الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ
اَمۡرُ اللّٰہِ وَ غَرَّکُمۡ
بِاللّٰہِ الۡغَرُوۡرُ
Mereka akan
berseru kepada mereka yang beriman: “Bukankah kami beserta kamu?” Mereka yang beriman berkata: “Tidak, bahkan kamu
menjatuhkan dirimu ke dalam cobaan dan kamu
menunggu kehancuran kami dan kamu
ragu serta keinginan kamu yang
sia-sia memperdayakan kamu, hingga datang keputusan Allah dan si penipu telah menipu
kamu mengenai Allah. (Al-Hadīd [57]:15).
Selanjutnya Allah Swt.
mengemukakan kesia-siaan serta kegagalan berbagai upaya yang
mereka lakukan untuk melepaskan diri dari kepungan berbagai musibah
mau pun azab di dunia ini --
seperti yang sedang terjadi di Akhir Zaman ini -- mau pun di akhirat
nanti, firman-Nya:
فَالۡیَوۡمَ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ وَّ لَا مِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ مَاۡوٰىکُمُ النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
“Maka pada hari ini tidak akan diterima dari kamu
tebusan, dan tidak pula dari orang-orang
yang kafir. Tempat tinggal kamu adalah Api.
Itulah sahabat kamu, dan seburuk-buruknya tempat kembali.” (Al-Hadīd [57]:14-16).
Makna ayat حَتّٰی جَآءَ اَمۡرُ اللّٰہِ --
“hingga datang keputusan Allah”
adalah datangnya azab Ilahi. Sedangkan
ayat ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ -- “itulah sahabat kamu”
agaknya telah dipergunakan secara sindiran.
Atau, kata-kata itu dapat diartikan, bahwa hanya api neraka akan membersihkan
mereka dari kekotoran dan karat dosa yang dahulu diperbuat orang-orang kafir di dunia ini dan akan
menjadikan mereka mampu mencapai kemajuan
ruhani, dan dengan demikian akan menjadi “sahabat” (maula) bagi mereka.
Benarlah peringatan Allah Swt. berikut ini
mengenai tidak akan diterimanya bai’un
(jual-beli), hullah (persahabatan)
dan syafa’at (rekomendasi), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ
یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ ؕ وَ
الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ
Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah apa yang telah Kami rezekikan
kepada kamu sebelum datang hari yang
tidak ada jual-beli di
dalamnya, tidak ada persahabatan, dan tidak
pula syafaat, dan orang-orang
yang kafir mereka itulah orang-orang
zalim. (Al-Baqarah [2]:255).
Peringatan yang sama pun sebelumnya
telah Allah Swt. berikan kepada Bani Israil, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ
اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَنِّیۡ فَضَّلۡتُکُمۡ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ
اتَّقُوۡا یَوۡمًا لَّا تَجۡزِیۡ نَفۡسٌ عَنۡ نَّفۡسٍ شَیۡئًا وَّ لَا یُقۡبَلُ
مِنۡہَا شَفَاعَۃٌ وَّ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡہَا عَدۡلٌ وَّ لَا ہُمۡ یُنۡصَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani
Israil, ingatlah
nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan bahwa Aku telah memuliakan kamu atas seluruh bangsa.
Dan takutlah hari itu ketika suatu jiwa tidak dapat menggantikan jiwa yang
lainnya sedikit pun dan tidak akan diterima untuknya syafaat, dan tidak
akan diambil suatu tebusan darinya dan tidak pula mereka akan ditolong. (Al-Baqarah [2]:48-49).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 Juli
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar