بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 193
Pengulangan Sikap Takabur Para pemuka Bani
Israil & Cara Allah Swt. “Mempersatukan Hati Manusia”
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai kepatuhtaatan
sempurna para sahabah dalam
melaksanakan semua perintah Allah Swt. dan Nabi
Besar Muhammad saw. bahwa mereka itu bagaikan para malaikat yang dalam beberapa Surah Al-Quran diisyaratkan dengan
kalimat “bertasbih kepada Allah”, yakni menggunakan kalimat sabbaha atau yusabbihu dalam ayat
sebelumnya, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا
فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Menyanjung kesucian Allah apa pun yang
ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(Ash-Shaf
[61]:2).
Firman-Nya
lagi:
یُسَبِّحُ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ
﴿﴾
Menyanjung kesucian
Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun
yang ada di bumi, Yang Maha
Berdaulat, Maha Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al—Jumu’ah [62]:2).
Sabbaha fī hawā’ijihi artinya: ia menyibukkan diri dalam mencari nafkah,
atau sibuk dalam urusannya. Sabh berarti: mengerjakan pekerjaan, atau
mengerjakannya dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan
ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan
pergi berlindung kepada Allah dan kesigapan
melayani dan menaati perintah-Nya.
Mengingat akan arti dasar kata
ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya menyatakan bahwa Allah Swt. itu
jauh dari segala kekurangan
atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan
sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh (Lexicon Lane).
Oleh karena itu ayat ini berarti
bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan tugasnya masing-masing dengan cermat dan
teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan
serta kekuatan-kekuatan yang
dilimpahkan Allah kepadanya, memenuhi tujuan
ia diciptakan dengan cara yang sangat ajaib,
sehingga kita mau tidak mau harus mengambil kesimpulan bahwa Sang
Perencana dan Arsitek alam
semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, dan bahwa alam semesta secara keseluruhan
dan tiap-tiap makhluk secara individu serta dalam batas kemampuannya masing-masing, memberi kesaksian mengenai kebenaran yang tidak dapat dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta karya Allah Swt. itu mutlak
bebas dari setiap kekurangan, aib
atau ketidaksempurnaan dalam segala
seginya yang beraneka ragam dan banyak itu. Inilah maksud kata tasbih,
firman-Nya berkenaan para malaikat:
وَ مَا مِنَّاۤ اِلَّا لَہٗ
مَقَامٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ
اِنَّا لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ
﴿﴾ۚ وَ اِنَّا
لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
“Dan sekali-kali tidak ada di antara kami melainkan ia memiliki kedudukan yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar
berjajar-jajar di hadapan Tuhan, dan sesungguhnya kami benar-benar senantiasa bertasbih.”
(Ash-Shāffāt
[37]:165-167).
Makna “Bertasbihnya” Para Malaikat kepada Allah Swt. &
Merontokkan Paham
Sesat Allah Swt. Memiliki “Anak”
Dengan demikian penggunaan kalimat sabbaha
atau yusabbihu berkenaan dengan
kesempurnaan tatanan alam semesta
atau berkenaan dengan para malaikat
dalam melaksanakan perintah Allah
Swt. telah merontokkan paham sesat
bahwa Allah Swt. seperti halnya manusia
memiliki istri dan anak – Subhanallāh, firman-Nya:
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ
﴿﴾ۙ اَمۡ خَلَقۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃَ اِنَاثًا
وَّ ہُمۡ شٰہِدُوۡنَ﴿﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ
مِّنۡ اِفۡکِہِمۡ لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ وَلَدَ اللّٰہُ ۙ وَ اِنَّہُمۡ
لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ اَصۡطَفَی الۡبَنَاتِ عَلَی الۡبَنِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Sekarang
tanyailah mereka: “Apakah Tuhan kamu mempunyai anak perempuan, sedangkan untuk mereka anak laki-laki?” Ataukah Kami menciptakan malaikat-malaikat itu
perempuan dan mereka menyaksikannya? Ketahuilah,
sesungguhnya itu adalah
kebohongan mereka dan mereka
benar-benar berkata: “Allah memiliki anak” dan
sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Apakah Dia memilih anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki? (Ash-Shāffāt [37]:150-154).
Walau pun pihak yang diajak bicara oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat-ayat ini adalah kaum Mekkah yang tidak beriman kepada pendakwaan beliau saw., akan tetapi firman Allah Swt. tersebut tertuju juga kepada kaum-kaum lainnya yang juga mememiliki paham sesat yang seperti itu,
bahwa -- na’udzubillāhi min dzālik -- Allah Swt. memiliki anak. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
مَا لَکُمۡ ۟
کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ ﴿﴾ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ۚ اَمۡ
لَکُمۡ سُلۡطٰنٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ۙ فَاۡتُوۡا بِکِتٰبِکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Apakah yang terjadi atas diri kamu? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Apakah kamu
tidak mengerti? Ataukah pada kamu ada bukti yang nyata?
Maka kemukakanlah Kitab kamu jika kamu adalah orang-orang benar. (Ash-Shāffāt [37]:155-158).
Helah dan Alasan yang Dibuat-buat
Selanjutnya Allah Swt. berfiman mengenai helah dan alasan lain yang dibuat-buat
oleh orang-orang
kafir Mekkah yang bersikeras mendustakan dan menentang Nabi Besar
Muhammad saw:
وَ اِنۡ
کَانُوۡا لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ لَوۡ اَنَّ
عِنۡدَنَا ذِکۡرًا مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ
﴿﴾ۙ لَکُنَّا عِبَادَ اللّٰہِ
الۡمُخۡلَصِیۡنَ﴿﴾ فَکَفَرُوۡا بِہٖ
فَسَوۡفَ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ سَبَقَتۡ
کَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الۡمُرۡسَلِیۡنَ﴿﴾ۚۖ اِنَّہُمۡ
لَہُمُ الۡمَنۡصُوۡرُوۡنَ ﴿﴾۪ وَ اِنَّ جُنۡدَنَا لَہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan
sesungguhnya mereka, orang-orang kafir Mekkah, benar-benar akan berkata:
“Seandainya pada kami ada
peringatan seperti kepada orang-orang yang terdahulu, niscaya kami menjadi hamba-hamba Allah yang tulus ikhlas.” Tetapi mereka
kafir kepada-Nya maka mereka akan segera mengetahui. Dan sungguh
benar-benar telah ditetapkan keputusan Kami untuk hamba-hamba Kami para rasul, sesungguhnya
mereka itulah yang akan diberi
pertolongan, dan sesungguhnya lasykar Kami itulah yang benar-benar akan
menang. (Ash-Shāffāt [37]:168-174).
Pada hakikatnya perkataan mereka itu hanya
alasan yang dibuat-buat saja, karena yang mereka maksudkan adalah keberadaan pemberi peringatan sebagaimana yang mereka inginkan, yaitu yang
datang dari kalangan orang-orang besar di antara para pemuka kota Mekkah atau
kota Tha’if -- bukannya Nabi Besar Muhammad saw. yang adalah seorang anak-yatim piatu yang miskin -- firman-Nya:
وَ لَمَّا
جَآءَہُمُ الۡحَقُّ قَالُوۡا ہٰذَا
سِحۡرٌ وَّ اِنَّا بِہٖ کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی
رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ ﴿﴾
Tetapi tatkala datang kepada mereka al-haq (kebenaran),
mereka berkata: "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya." Dan mereka berkata: "Mengapakah Al-Quran ini tidak diturunkan kepada
seseorang besar dari kedua ko-ta
besar itu?” (Az-Zukhruf [43]:31-32).
Kedua kota besar itu pada umumnya
difahami kota-kota Mekkah dan Tha'if. Pada zaman Nabi Besar Muhammad saw. kota-kota itu merupakan dua buah pusat kehidupan sosial dan politik bangsa Arab. Menjawab protes atau helah mereka itu dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
اَہُمۡ
یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ ؕ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَیۡنَہُمۡ مَّعِیۡشَتَہُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ
رَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَتَّخِذَ بَعۡضُہُمۡ بَعۡضًا
سُخۡرِیًّا ؕ وَ رَحۡمَتُ رَبِّکَ خَیۡرٌ
مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ﴿﴾
Apakah mereka yang
membagi-bagikan rahmat Tuhan engkau? Kami-lah Yang membagi-bagikan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami mengangkat sebagian mereka di atas sebagian lain dalam derajat,
supaya sebagian dari mereka dapat melayani
yang lainnya. Dan rahmat Tuhan engkau
adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan. (Az-Zukhruf [43]:33).
Ayat
ini menyatakan penyesalan keras
terhadap orang-orang kafir dengan
mengatakan kepada mereka bahwa sejak kapankah mereka telah menyombongkan diri mengambil peranan
menjadi pembagi rahmat dan kasih-sayang Allah, atau mempunyai hak istimewa memutuskan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak menerima rahmat dan kasih-sayang Allah sebagai rasul-Nya?
Pengulangan Sikap Takabur
dan Jahil Para Pemuka Bani Israil
Sikap takabbur
dan jahil yang sama pernah pula
dilakukan oleh para pemuka kaum Bani
Israil ketika Allah Swt. menetapkan Thalut
(Gideon) sebagai raja bagi mereka, sebagai jawaban keinginan mereka mengenai pentingnya
keberadaan seorang raja yang akan memimpin mereka melawan para penindas mereka,
firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اَلَمۡ
تَرَ اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ
اِذۡ قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ
لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا
تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ
اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ
دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا
اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah
engkau tidak melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa,
ketika mereka berkata kepada seorang
nabi mereka: “Angkatlah bagi kami
seorang raja, supaya kami dapat
berperang di jalan Allah.” Ia berkata: ”Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan
atas kamu?” Mereka berkata: “Mengapa
kami tidak akan berperang di
jalan Allah padahal sungguh kami telah diusir dari rumah-rumah kami
dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka, mereka berpaling kecuali sedikit dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang
yang zalim. (Al-Baqarah [2]:247).
Menanggapi permintaan para pemuka Bani
Israil tersebut nabi mereka – yakni Nabi Samuel a.s. -
menjelaskan:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ
مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ
الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً
مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ
اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ
بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ
عَلِیۡمٌ﴿﴾
Dan nabi
mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya
Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka
berkata: “Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas kami, padahal kami
lebih berhak memiliki kedaulatan daripadanya, karena ia tidak
pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja
atas kamu dan melebihkannya dengan
keluasan ilmu dan kekuatan badan.”
Dan Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas karunia-Nya, Maha
Me-ngetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
Lebih
lanjut terhadap protes yang para pemuka kaum Bani Israil kemukakan tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَ
لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ
فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ
تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾٪
Dan nabi mereka berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya tanda kedaulatannya
ialah bahwa akan datang kepada kamu
suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu dan pusaka
peninggalan keluarga Musa dan kelu-arga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat,
sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagi kamu, jika kamu sungguh orang-orang yang beriman.”
Al-Baqarah
[2]:249).
Mempersatukan “Hati Mahusia” Merupakan Wewenang
Allah Swt.
Melalui Pengutusan Rasul-Nya yang Dijanjikan
Jadi, ada persamaan dalam hal ketakaburan
dan kejahilan antara para pemuka kaum
kafir Mekkah dengan para pemuka Bani Israil berkenaan dengan penetapan
seseorang sebagai Rasul Allah, bahwa menurut mereka seorang rasul Allah itu
harus memiliki harta kekayaan duniawi
yang berlimpah ruah sebagai modal utama
perjuangannya.
Terhadap pandangan keliru tersebut Allah Swt. dalam Surah Az-Zuhruf selanjutnya berfirman:
وَ لَوۡ
لَاۤ اَنۡ یَّکُوۡنَ النَّاسُ
اُمَّۃً وَّاحِدَۃً لَّجَعَلۡنَا لِمَنۡ یَّکۡفُرُ بِالرَّحۡمٰنِ لِبُیُوۡتِہِمۡ
سُقُفًا مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ مَعَارِجَ
عَلَیۡہَا یَظۡہَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ
لِبُیُوۡتِہِمۡ اَبۡوَابًا وَّ سُرُرًا
عَلَیۡہَا یَتَّکِـُٔوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ زُخۡرُفًا ؕ وَ
اِنۡ کُلُّ ذٰلِکَ لَمَّا مَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ؕ وَ
الۡاٰخِرَۃُ عِنۡدَ رَبِّکَ
لِلۡمُتَّقِیۡنَ﴿٪﴾
Dan
seandainya tidak karena manusia akan menjadi satu umat yang
durhaka maka niscaya Kami menjadikan
bagi orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah itu atap-atap rumah mereka dari perak dan juga
tangga-tangga yang di atasnya
mereka naik. Dan Kami menjadikan pintu-pintu rumah mereka dan dipan-dipan dari perak yang padanya mereka bersandar, dan bahkan dari emas. Dan tidak lain itu hanyalah perbekalan sementara kehidupan dunia, sedangkan kesenangan akhirat di sisi Tuhan engkau adalah untuk orang-orang
bertakwa. (Az-Zukhruf [43]:34-36).
Seandainya dengan menghapuskan kesenjangan (ketidakseimbangan) sarana, kekayaan, dan martabat,
segenap umat manusia tidak akan berhenti dari kedurhakaan dan kekafiran
mereka kepada Allah Swt., niscaya Allah Swt. akan mencukupi orang-orang kafir dengan rumah-rumah
dari perak yang berpintu dan
bertangga emas, sebab hal itu semua tidak ada nilainya dan tidak berharga sama sekali dalam
pandangan Ilahi.
Pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut
kembali memperlihatkan kebenarannya
di Akhir Zaman ini, karena ternyata berlimpah-ruahnya “emas
hitam” dan “petro dolar” yang
dimiliki negara-negara Muslim di Timur Tengah terbukti tidak mampu mempersatukan “hati mereka” untuk
menghadapi “negara Zionis Israel”
yang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara
Muslim yang berada di sekelilingnya yang jumlahnya
lebih banyak dan kaya-raya.
Benarlah firman Allah Swt. berikut ini
kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai tidak bermanfaatnya kekayaan duniawi – bagaimana pun
berlimpah-ruahnya – untuk “mempersatukan
hati umat manusia”:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi, Allah
mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Rasul Allah adalah “Tali Allah” yang Terulur dari Langit
Mengisyaratkan kepada kenyataan itu
pulalah peringatan Allah Swt. kepada umat Islam dalam firman-Nya
berikut ini – termasuk umat Islam di Akhir Zaman saat inti yang keadaannya terpecah-belah dan saling bertentangan serta saling mengkafirkan satu sama lain:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا
تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ
اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ
تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی
الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ
تَفَرَّقُوۡا وَ
اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ
عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ
ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ تُرۡجَعُ
الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾٪
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang
sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali
kamu dalam keadaan berserah diri.
Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah, janganlah
kamu berpecah-belah, dan ingatlah
akan nikmat Allah atasmu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan lalu Dia
menyatukan hati kamu dengan kecintaan antara satu sama lain maka dengan
nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada segolongan di antara
kamu yang senantiasa menyeru manusia
kepada keba-ikan, menyuruh
kepada yang makruf, melarang dari berbuat
munkar, dan mereka itulah
orang-orang yang berhasil. Dan janganlah
kamu menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah bukti-bukti
yang jelas datang kepada mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang
baginya ada azab yang besar. Pada hari ketika wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah kamu kafir
sesudah beriman? Karena itu rasakanlah
azab ini disebabkan kekafiran kamu." Dan ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal
di dalamnya. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan Allah
sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman
atas seluruh alam. Dan milik
Allah-lah apa pun yang ada di seluruh
langit dan apa pun yang ada di bumi,
dan kepada Allāh-lah segala urusan
dikembalikan.(Ali ‘Imran [3]:103-109).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8 Juli
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar