بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 187
“Pohon Terkutuk” dalam Al-Quran & Golongan “Yang Mendapat Nikmat” serta Golongan Maghdhūb
(Yang Dimurkai) dan Golongan Dhāllīn (Yang Sesat)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai sebutan kera dan babi berkenaan kaum Yahudi,
padahal sebelumnya Bani Israil merupakan “kaum pilihan” Allah Swt. yang menggantikan kaum-kaum purbakala sebelumnya sebagai khalifah (pengganti) di muka bumi (QS. 2:48 & 123), firman-Nya:
قُلۡ ہَلۡ
اُنَبِّئُکُمۡ بِشَرٍّ مِّنۡ ذٰلِکَ مَثُوۡبَۃً عِنۡدَ اللّٰہِ ؕ مَنۡ لَّعَنَہُ
اللّٰہُ وَ غَضِبَ عَلَیۡہِ وَ جَعَلَ مِنۡہُمُ الۡقِرَدَۃَ وَ الۡخَنَازِیۡرَ وَ عَبَدَ الطَّاغُوۡتَ ؕ
اُولٰٓئِکَ شَرٌّ مَّکَانًا وَّ
اَضَلُّ عَنۡ سَوَآءِ السَّبِیۡلِ﴿ ﴾
Katakanlah:
“Maukah aku beritahukan kepada kamu yang lebih buruk daripada itu mengenai
pembalasan dari sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknati Allah, kepadanya Dia murka dan menjadikan sebagian dari mereka kera-kera, babi-babi dan
yang menyembah syaitan. Mereka itu berada di tempat yang buruk dan
tersesat jauh dari jalan lurus. (Al-Māidah [5]:61).
Kalimat کُوۡنُوۡا قِرَدَۃً خٰسِئِیۡنَ -- “Jadilah
kamu kera-kera yang hina!” Kata “kera” telah
dipakai secara kiasan, artinya
orang-orang Bani Israil menjadi nista dan hina seperti kera,
perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk melainkan dalam watak
dan jiwa. “Mereka tidak
sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt. telah memakai ungkapan itu secara
kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
Bila Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera maka kata yang biasa dipergunakan
adalah khashi'ah, bukan khasi’in, yang dipakai untuk wujud-wujud
berakal. Penggunaan kata itu
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa sebagaimana kera itu binatang hina,
begitu pula orang-orang Bani Israil
senantiasa akan dihinakan di dunia
ini dan sungguh pun mereka mempunyai sumber-sumber
daya besar dalam harta dan
pendidikan, mereka tidak akan memiliki suatu kubu pertahanan di bumi secara permanen.
Kehilangan “Nikmat Kenabian “ dan “Tanah
Air” Selama 2000 Tahun
Kenapa demikian? Sebab mereka sejak tahun 70 Masihi -- sebagaimana nubuatan Nabi Isa Ibnu Maryam sebelumnya, akibat penyerbuan dahsyat belatentara Romawi pimpinan Titus ke kota Yerusalem (Matius 24:15-22; QS.17:5-9) – maka selama
2000 tahun orang-orang Yahudi tidak lagi memiliki tanah air (negara), dan mereka
secara berkesinambungan menjadi
“buruan” kaum-kaum yang membenci
mereka, firman-Nya:
فَلَمَّا
عَتَوۡا عَنۡ مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا لَہُمۡ کُوۡنُوۡا
قِرَدَۃً خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکَ لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ
اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ رَبَّکَ
لَسَرِیۡعُ الۡعِقَابِ ۚۖ وَ اِنَّہٗ
لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Maka tatkala
mereka melanggar apa yang dilarang untuk
mengerjakannya, Kami berfirman kepada mereka: ”Jadilah kamu kera-kera yang hina!” . Dan ingatlah
ketika Tuhan engkau mengumumkan
bahwa niscaya Dia akan mengutus kepada
mereka orang-orang yang akan menimpakan
kepada mereka azab yang sangat buruk
hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Tuhan
engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum dan sesungguhnya
Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-A’rāf [7]:167-169).
Jelas dari beberapa ayat
Al-Quran bahwa Allah Swt. sangat lambat dalam menghukum orang-orang durhaka. Dia berkali-kali memberi tenggang waktu kepada mereka. Kata-kata اِنَّ
رَبَّکَ لَسَرِیۡعُ الۡعِقَابِ -- “Sesungguhnya Tuhan engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum” dimaksudkan
bahwa bila pada akhirnya hukuman
ditetapkan menimpa satu kaum maka hukuman
itu datangnya cepat dan tak ada
sesuatu yang dapat memperlambat
kedatangannya.
Jadi kalimat کُوۡنُوۡا قِرَدَۃً
خٰسِئِیۡنَ -- “Jadilah
kamu kera-kera yang hina!” menunjukkan kenistaan dan kehinaan dan pula kerendahan martabat. Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kata-kata
“kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini dalam artian kiasan. Kebiasaan tertentu merupakan ciri khas binatang-binatang tertentu
pula. Ciri-ciri khas itu tidak dapat digambarkan sepenuhnya kalau binatang yang mempunyai kebiasaan
itu tidak disebut namanya dengan jelas.
Kera terkenal karena sifat penirunya dan babi ditandai oleh kebiasaan-kebiasaan
kotor dan tidak bermalu dan juga
oleh kebodohannya. Ungkapan, “yang
menyembah kepada syaitan,” menunjukkan bahwa kata-kata “kera” dan “babi”
telah dipergunakan di sini secara kiasan.
Kutukan Nabi Daud a.s.
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Pendek kata, firman-Nya dalam
QS.7:167 dan juga beberapa ayat
berikutnya menunjukkan bahwa kaum
yang dikatakan sebagai “kera-kera yang hina” dalam ayat sebelumnya itu
tidak sungguh-sungguh berubah menjadi
kera, melainkan mereka itu tetap makhluk manusia walaupun mereka
menjalani peri kehidupan yang hina
dan dipandang rendah oleh orang-orang
lain juga sebagai akibat kedurhakaan yang berulang-ulang mereka lakukan kepada
Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, terutama Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sehingga kedua Rasul Allah tersebut telah
mengutuk mereka:
لُعِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ
وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا
یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ
ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari
kalangan Bani Israil telah
dilaknat oleh
lidah Daud dan Isa ibnu Maryam,
hal demikian itu karena mereka
senantiasa durhaka dan melampaui
batas. Mereka tidak
pernah saling mencegah
dari kemungkaran yang dikerjakannya, benar-benar sangat
buruk apa yang senantiasa mereka
kerjakan. Engkau
melihat kebanyakan dari mereka
menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang
telah mereka dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah me-reka akan kekal. (Al-Māidah
[5]:79-81).
Pada
hakikatnya kutukan Nabi Daud a.s.
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.a. tersebut
merupakan kutukan Allah Swt.
akibat kedurhakaan berulang
kali yang mereka lakukan terhadap Allah
Swt. dan terhadap para Rasul Allah
yang diutus di kalangan mereka,
firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا
مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا
عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ
اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ
اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ فَفَرِیۡقًا
کَذَّبۡتُمۡ ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَمَّا
جَآءَہُمۡ کِتٰبٌ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ ۙ وَ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ یَسۡتَفۡتِحُوۡنَ
عَلَی الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ۚۖ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ مَّا عَرَفُوۡا کَفَرُوۡا بِہٖ
۫ فَلَعۡنَۃُ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ بِئۡسَمَا اشۡتَرَوۡا بِہٖۤ
اَنۡفُسَہُمۡ اَنۡ یَّکۡفُرُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰہُ بَغۡیًا اَنۡ یُّنَزِّلَ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ
عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ ۚ فَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ
عَلٰی غَضَبٍ ؕ وَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابٌ
مُّہِیۡنٌ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di
belakangnya, Kami berikan
kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan
membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu
kamu berlaku takabur, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh? Dan mereka berkata: ”Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan Allah
telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka maka sedikit
sekali apa yang mereka imani. Dan tatkala datang kepada mereka sebuah Kitab yakni Al-Quran dari Allah menggenapi
apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelum itu mereka senantiasa memohon kemenangan atas orang-orang kafir,
tetapi tatkala datang kepada mereka apa yang mereka kenali itu lalu mereka kafir kepadanya
maka laknat Allah atas
orang-orang kafir. Sangat buruk hal yang dengan itu mereka telah menjual dirinya
yakni mereka kafir kepada apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, lalu mereka
ditimpa kemurkaan demi kemurkaan,
dan bagi orang-orang kafir ada azab yang
menghinakan. (Al-Baqarah [2]:88-91).
“Pohon Terkutuk” Dalam Al-Quran
Sesuai dengan pernyataan keras Allah Swt.
terhadap mereka tersebut maka dalam firman-Nya berikut ini Allah Sw. telah
menyebut orang-orang Yahudi yang berulang kali melakukan kedurhakaan tersebut sebagai “pohon terkutuk”, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذۡ قُلۡنَا لَکَ
اِنَّ رَبَّکَ اَحَاطَ بِالنَّاسِ ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الرُّءۡیَا
الَّتِیۡۤ اَرَیۡنٰکَ اِلَّا
فِتۡنَۃً لِّلنَّاسِ وَ الشَّجَرَۃَ الۡمَلۡعُوۡنَۃَ فِی الۡقُرۡاٰنِ ؕ وَ
نُخَوِّفُہُمۡ ۙ فَمَا یَزِیۡدُہُمۡ
اِلَّا طُغۡیَانًا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Kami berfirman kepada engkau: “Sesungguhnya
Tuhan engkau telah mengepung orang-orang ini dengan kebinasaan.” Dan
tidaklah Kami menjadi-kan rukya1627A yang telah Kami perli-hatkan
kepada engkau melainkan sebagai
cobaan bagi manusia, dan juga
pohon terkutuk dalam Al-Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka tetapi itu tidak menambah kepada mereka
kecuali kedurhakaan amat besar. (Bani
Israil [17]:61).
Isyarat di sini tertuju kepada kasyaf yang disebut dalam ayat kedua
dalam Surah Bani Israili. Dalam kasyaf
itu Nabi Besar Muhammad saw. melihat diri beliau saw. mengimami semua nabi lainnya dalam shalat yang dilakukan di Baitul-Muqadas di Yerusalem, yang merupakan kiblat
orang-orang Yahudi.
Kasyaf (pengalaman ruhani) Nabi Besar Muhammad saw. dalam peristiwa Isra itu mengandung arti, bahwa
pada suatu ketika di masa yang akan datang, para pengikut nabi-nabi tersebut akan masuk ke haribaan Islam. Inilah yang dimaksud oleh kata-kata “Tuhan
engkau telah mengepung dengan menakdirkan kebinasaan umat ini”. Penyebaran Islam secara meluas akan datang sesudah
terjadi bencana-bencana yang akan
melanda seluruh dunia seperti telah
disinggung dalam ayat QS.17:59.
Agaknya
“pohon terkutuk” itu adalah kaum
Yahudi yang telah berulang kali disebut dalam Al-Quran dikutuk oleh Allah Swt. (QS.5:14, 61, 65, 79). Kutukan Allah Swt. telah mengejar-ngejar kaum yang malang ini
semenjak Nabi Daud a.s. sampai
zaman kita ini. Penafsiran mengenai ungkapan ini ditunjang oleh kenyataan bahwa
Surah ini secara istimewa membahas hal ihwal kaum Bani Israil, seperti diisyaratkan oleh nama Surah ini sendiri,
yaitu Bani Israil.
Kenyataan bahwa ayat ini mulai
dengan menyebut kasyaf Nabi Besar
Muhammad saw., dan di dalam kasyaf itu beliau lihat diri beliau mengimami nabi-nabi Bani Israil dalam shalat di Yerusalem — pusat agama Yahudi — memberi dukungan lebih lanjut
kepada anggapan, bahwa yang dimaksud oleh “pohon
terkutuk” itu adalah kaum Yahudi.
Kata syajarah mengandung pula arti suku
bangsa.
Ayat ini membahas kasyaf itu, dan juga membahas kaum Yahudi (pohon terkutuk) yang oleh kasyaf ini disinggung secara khusus
sebagai “cobaan bagi manusia.” Orang-orang Yahudi pada tiap kurun zaman
telah menjadi sumber kesengsaraan dan
penderitaan bagi umat manusia, terutama bagi umat
Islam.
Empat Macam Kedudukan Nikmat-nikmat Ruhani
Penglihatan ruhani itu pun sebagai peringatan bagi umat
Islam – yang menurut Nabi Besar Muhammad saw.
jauh sepeninggal beliau saw. umat Islam pun keadaan mereka akan “seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani (Kristen)” seperti “persamaan sepasang sepatu” --
maka Allah Swt. telah mengabadikan hal tersebut dalam Surah Al-Fatihah ayat 7 dengan sebutan الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ -- “orang yang atas mereka Allah murka” atau “orang-orang yang dimurkai Allah”.
Sedangkan orang-orang Yahudi yang
bersikap sebaliknya, yakni yang melampaui
batas dalam menghormati Rasul Allah sehingga telah mempertuhankan mereka – khususnya Nabi
Uzair a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
sebagaimana halnya Saul (Paulus) dalam Surat-surat kirimannya (QS.7:30-33) – Allah Swt. menyebut الضَّآلِّیۡنَ --
“mereka yang sesat” dari Tauhid Ilahi,
firman-Nya:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ﴿﴾
Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang
dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. (Al-Fatihah
[1]:6-7).
Orang beriman sejati tidak akan
puas hanya dengan dibimbing ke jalan yang lurus atau dengan melakukan
beberapa amal shalih tertentu saja.
Ia menempatkan tujuannya jauh lebih tinggi dan berusaha mencapai kedudukan saat Allah Swt. mulai
menganugerahkan karunia-karunia istimewa
kepada hamba-hamba-Nya. Ia melihat
kepada contoh-contoh karunia Ilahi
yang dianugerahkan kepada para hamba
pilihan Ilahi, lalu memperoleh dorongan
semangat dari mereka.
Ia bahkan tidak berhenti sampai
di situ saja, tetapi ia berusaha keras
dan mendoa supaya digolongkan di
antara “orang-orang yang telah mendapat nikmat” dan menjadi seorang dari
antara mereka. Orang-orang yang telah mendapat nikmat itu telah disebut
dalam QS.4:70. Doa itu umum dan tidak untuk sesuatu karunia tertentu.
Orang beriman dalam Surah Al-Fatihah tersebut memohon kepada Allah Swt. agar berkenan menganugerahkan karunia ruhani yang tertinggi kepadanya,
dan terserah kepada Dia untuk
menganugerahkan kepadanya karunia
yang dianggap-Nya pantas dan layak bagi orang
beriman itu menerimanya, firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا﴿﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka
akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada
mereka yakni: nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang
shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa
[4]:70-71).
Kata depan ma’a menunjukkan adanya dua
orang atau lebih, bersama pada suatu
tempat atau pada satu saat, kedudukan,
pangkat atau keadaan. Kata itu mengandung arti bantuan, seperti tercantum dalam
QS.9:40 (Al-Mufradat).
Kata itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam Al-Quran dengan artian fi
artinya “di antara” (QS.3:194; QS.4:
147).
Golongan Maghdhūb (yang Dimurkai) dan Dhāllīn (yang Sesat)
Ayat
ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka
bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — para nabi, para shiddiq, para syuhada dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar
Muhammad saw. dan ajaran Islam
(Al-Quran - QS.3:32; QS.33:22; QS.3:20 & 86; QS.5:4).
Hal
ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw. semata. Tidak ada nabi lain menyamai
beliau saw. dalam perolehan nikmat
ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan:
وَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رُسُلِہٖۤ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الصِّدِّیۡقُوۡنَ ٭ۖ وَ الشُّہَدَآءُ
عِنۡدَ رَبِّہِمۡ ؕ لَہُمۡ
اَجۡرُہُمۡ وَ نُوۡرُہُمۡ ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِنَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾
“Dan
orang-orang yang beriman kepada Allah
dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan
mereka. Bagi mereka ada ganjaran mereka
dan cahaya mereka. Tetapi mereka yang kafir dan mendustakan Tanda-tanda Kami mereka adalah penghuni-penghuni jahannam” (Al-Hadīd [57]: 20).
Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti
bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi
lainnya dapat mencapai martabat shiddiq,
syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar
Muhammad saw. dapat naik ke
martabat nabi juga., yakni kenabian yang tidak membawa syariat baru, karena agama
Islam(Al-Quran) merupakan agama dan Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.3:32; QS.33:22; QS.3:20
& 86; QS.5:4).
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang
mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman dalam empat golongan dalam ayat ini, dan
telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih
rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar
jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.”
Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian
itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang
membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum
masih tetap dapat dicapai.”
Menurut Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah
sebelum ini, bahwa orang-orang yang menolak
dan mendustakan keempat kedudukan nikmat-nikmat keruhanian yang ditetapkan Allah Swt. bagi para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad
saw. adalah golongan الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ -- “orang yang atas mereka Allah murka” atau “orang-orang yang dimurkai Allah”.
Sedangkan orang-orang yang bersikap sebaliknya -- yakni yang melampaui
batas dalam menghormati Rasul Allah sehingga telah mempertuhankan mereka sebagaimana yang
dilakukan orang-orang Kristen (QS.7:30-33) – Allah Swt. menyebut الضَّآلِّیۡنَ -- “mereka yang sesat” dari Tauhid Ilahi, firman-Nya:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ﴿﴾
Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang
dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. (Al-Fatihah
[1]:6-7).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar