بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 191
Mereka
yang Mempersekutukan Jin dengan Allah Swt. & Makna Sifat Allah Swt. Al-Badī’ (Yang Memulai Penciptaan)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai alasan kenapa haq
(kebenaran) yang dikemukakan oleh para Rasul
Allah – termasuk di Akhir Zaman
ini (QS.61:10) -- telah ditakdirkan
Allah Swt. unggul atas kebatilan, yang diusung oleh para penentang para Rasul Allah
yang jumlahnya mayoritas?
Sebab menurut Allah Swt., kebatilan tersebut biar pun pada awalnya senantiasa
berada di atas haq (kebenaran), tetapi pada akhirnya ia akan hilang sirna bagaikan buih dan sampah ketika hujan lebat
menggenangi lembah, firman-Nya:
اَنۡزَلَ
مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَالَتۡ اَوۡدِیَۃٌۢ بِقَدَرِہَا فَاحۡتَمَلَ
السَّیۡلُ زَبَدًا رَّابِیًا ؕ وَ مِمَّا یُوۡقِدُوۡنَ عَلَیۡہِ فِی النَّارِ
ابۡتِغَآءَ حِلۡیَۃٍ اَوۡ مَتَاعٍ زَبَدٌ
مِّثۡلُہٗ ؕ کَذٰلِکَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡحَقَّ وَ الۡبَاطِلَ ۬ؕ فَاَمَّا
الزَّبَدُ فَیَذۡہَبُ جُفَآءً ۚ وَ اَمَّا مَا یَنۡفَعُ النَّاسَ فَیَمۡکُثُ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ کَذٰلِکَ یَضۡرِبُ
اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ ﴿ؕ﴾ لِلَّذِیۡنَ اسۡتَجَابُوۡا لِرَبِّہِمُ الۡحُسۡنٰی ؕؔ
وَ الَّذِیۡنَ لَمۡ یَسۡتَجِیۡبُوۡا
لَہٗ لَوۡ اَنَّ
لَہُمۡ مَّا فِی الۡاَرۡضِ
جَمِیۡعًا وَّ مِثۡلَہٗ مَعَہٗ
لَافۡتَدَوۡا بِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ سُوۡٓءُ الۡحِسَابِ ۬ۙ وَ مَاۡوٰىہُمۡ
جَہَنَّمُ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ ﴿﴾
Dia menurunkan air dari langit
maka lembah-lembah mengalir
menurut ukurannya, lalu air bah itu
membawa buih yang menggelembung di atasnya. Dan demikian juga dari apa yang
mereka bakar dalam api untuk berusaha
membuat perhiasan atau perkakas-perkakas timbul buih semacam itu. Demikianlah Allah melukiskan yang haq dan yang batil, maka adapun buih itu akan hilang bagaikan sampah, dan ada pun apa yang bermanfaat bagi manusia maka akan
tetap di bumi, demikianlah Allah
mengamukakan tamsil-tamsil. Bagi orang-orang
yang menyambut baik seruan Tuhan mereka ada kebaikan yang abadi,
sedangkan orang-orang yang tidak
menyambut seruan-Nya, seandainya mereka mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan semisal itu pula bersamanya, niscaya mereka itu akan menebus dirinya dengan itu dari azab. Mereka itulah yang baginya ada perhitungan yang buruk, dan
tempat tinggal me-reka adalah Jahannam,
dan sangat bu-ruk tempat tinggal itu. (Al-Ra’d [13]:18-19).
Kepastian Keunggulan Misi Para Rasul Allah
Ayat ini telah memakai dua
gambaran yang sangat tepat. Dalam
gambaran pertama “kebenaran” (haq) itu dibandingkan dengan air dan “kepalsuan” (bathil) dengan buih. Mula-mula kepalsuan
itu nampaknya seperti akan menang
terhadap kebenaran, tetapi pada
akhirnya disapu bersih oleh kebenaran,
seperti sampah dan buih
disapu bersih oleh arus air yang
dahsyat.
Dalam gambaran kedua, kebenaran itu dipersamakan dengan emas atau perak, yang
bila dicairkan dengan cara dibakar melepaskan
kotorannya sambil meninggalkan logam yang murni dan berkilau-kilauan. Berikut adalah ketetapan Allah Swt. mengenai hal
tersebut, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ
لَاَغۡلِبَنَّ اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha
Perkasa. (Al-Mujadalah [58]:21).
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran
sejarah bahwa kebenaran (haq) senantiasa
menang terhadap kepalsuan (bathil), firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ کَانَ
زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan
katakanlah: ”Haq yakni kebenaran
telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatil-an itu pasti lenyap.”
(Bani
Israil [17]:82). Lihat pula QS.10:58; QS.12:112; QS.16:90.
Inilah salah satu mukjizat gaya bahasa Al-Quran
bahwa untuk ini mengemukakan
salah satu misal semacam itu. Sesudah takluknya kota Mekkah, ketika Nabi Besar
Muhammad saw. selagi membersihkan Ka’bah
dari berhala-berhala yang telah mengotorinya, beliau berulang-ulang
mengucapkan ayat tersebut sementara beliau saw. memukuli berhala-berhala (Bukhari).
Penisbahan yang Tidak Adil Terhadap Allah Swt.
Kembali kepada pokok bahasan
dalam Surah Ash-Shaffat mengenai kepercayaan sesat tentang hubungan Allah Swt. dengan para malaikat,
firman-Nya:
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ
﴿﴾ۙ اَمۡ خَلَقۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃَ اِنَاثًا
وَّ ہُمۡ شٰہِدُوۡنَ﴿﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ
مِّنۡ اِفۡکِہِمۡ لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ وَلَدَ اللّٰہُ ۙ وَ اِنَّہُمۡ
لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ اَصۡطَفَی الۡبَنَاتِ عَلَی الۡبَنِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Sekarang
tanyailah mereka: “Apakah Tuhan kamu mempunyai anak perempuan, sedangkan untuk mereka anak laki-laki?” Ataukah Kami menciptakan malaikat-malaikat itu
perempuan dan mereka menyaksikannya? Ketahuilah,
sesungguhnya itu adalah
kebohongan mereka dan mereka
benar-benar berkata: “Allah
memiliki anak” dan
sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Apakah Dia memilih anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki? (Ash-Shāffāt [37]:150-154).
Sehubungan dengan hal tersebut
berikut adalah pernyataan Allah Swt.
sebelum ini mengenai pandangan
sesat bangsa Arab jahiliyah
mengenai kaum anak-anak perempuan:
وَ
یَجۡعَلُوۡنَ لِلّٰہِ الۡبَنٰتِ سُبۡحٰنَہٗ ۙ وَ لَہُمۡ مَّا یَشۡتَہُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذَا بُشِّرَ اَحَدُہُمۡ بِالۡاُنۡثٰی
ظَلَّ وَجۡہُہٗ مُسۡوَدًّا
وَّ ہُوَ کَظِیۡمٌ ﴿ۚ﴾ یَتَوَارٰی مِنَ
الۡقَوۡمِ مِنۡ سُوۡٓءِ مَا بُشِّرَ بِہٖ ؕ اَیُمۡسِکُہٗ عَلٰی ہُوۡنٍ اَمۡ یَدُسُّہٗ
فِی التُّرَابِ ؕ اَلَا سَآءَ مَا
یَحۡکُمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka
menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan, Maha Suci Dia, sedang bagi mereka sendiri apa yang
mereka inginkan yaitu anak laki-laki. Dan apabila salah seorang di antara
mereka diberi kabar gembira mengenai
kelahiran seorang anak perempuan maka wajahnya menjadi hitam dan
dia sangat sedih. Dia menyembunyikan diri dari masyarakat
disebabkan buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah ia
akan memeliharanya meskipun dengan menanggung kehinaan, ataukah ia akan menguburnya di dalam tanah?
Ketahuilah, sangat buruk apa yang
mereka pertimbangkan. (An-Nahl [16]:58-60).
Walau pun pihak yang diajak bicara oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.37:150-154) adalah kaum Mekkah yang tidak beriman kepada pendakwaan beliau saw., akan tetapi firman Allah Swt. tersebut tertuju juga kepada kaum-kaum lainnya yang
juga mememiliki paham sesat yang
seperti itu, bahwa -- na’udzubillāhi min dzālik -- Allah Swt. memiliki anak.
Atas ketidak-adilan penisbahan pemahaman
sesat tersebut berkenaan dengan
Allah Swt. dan diri mereka selanjutnya Allah Swt. berfirman:
مَا لَکُمۡ ۟
کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ ﴿﴾ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ۚ اَمۡ
لَکُمۡ سُلۡطٰنٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ۙ فَاۡتُوۡا بِکِتٰبِکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Apakah yang terjadi atas diri kamu?
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
Apakah kamu
tidak mengerti? Ataukah pada kamu ada bukti yang nyata?
Maka kemukakanlah Kitab kamu jika kamu adalah orang-orang benar. (Ash-Shāffāt [37]:155-158).
Mempersekutukan Jin
Tidak ada satu pun Kitab Suci memberi dukungan
sedikit pun kepada paham yang tolol lagi
menjijikkan tersebut. Lebih lanjut Allah Swt. berfirman
mengenai jenis kemusyrikan lainnya yang berkembang di kalangan umat manusia yang berhubungan dengan jin, firman-Nya:
وَ
جَعَلُوۡا بَیۡنَہٗ وَ بَیۡنَ
الۡجِنَّۃِ نَسَبًا ؕ وَ لَقَدۡ عَلِمَتِ
الۡجِنَّۃُ اِنَّہُمۡ لَمُحۡضَرُوۡنَ ﴿﴾ۙ سُبۡحٰنَ اللّٰہِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ۙ اِلَّا عِبَادَ
اللّٰہِ الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka mengada-ada hubungan keluarga di
antara Dia dan kaum jin, dan sungguh jin-jin itu benar-benar mengetahui sesungguhnya mereka pasti akan
dihadapkan kepada azab. Maha
Suci Allah dari segala apa yang
mereka sifatkan. Kecuali hamba-hamba Allah yang tulus ikhlas. (Ash-Shāffāt
[37]:159-161).
Firman-Nya
lagi:
وَ جَعَلُوۡا لِلّٰہِ شُرَکَآءَ الۡجِنَّ وَ خَلَقَہُمۡ وَ خَرَقُوۡا
لَہٗ بَنِیۡنَ وَ بَنٰتٍۭ بِغَیۡرِ عِلۡمٍ
ؕ سُبۡحٰنَہٗ وَ تَعٰلٰی عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka menjadikan jin-jin sebagai sekutu bagi Allah padahal Dia menciptakan mereka yakni jin-jin
itu, dan mereka telah mengada-adakan
anak-anak lelaki dan anak-anak anak
perempuan bagi-Nya tanpa ilmu. Maha-suci Dia dan Mahaluhur dari apa yang mereka sifatkan (Al-An’ām
[6]:101)
Jin
adalah wujud yang sembunyi atau memencilkan diri dari orang-orang awam. Ayat
itu berarti bahwa manusia tergelincir
bila ia menolak wahyu Ilahi dan
mengikuti pertimbangan akalnya
sendiri, lalu menyekutukan jin dan malaikat-malaikat dengan Allah Swt. dan menisbahkan anak laki-laki dan anak
perempuan kepada Dia.
Faham sesat seperti itu terjadi
karena mereka benar-benar tidak memiliki
makrifat tentang Sifat-sifat sempurna Allah Swt., yang salah satu di antaranya
adalah Al-Badī’ yakni Wujud Yang Memulai
penciptaan dari ketiadaan, firman-Nya:
بَدِیۡعُ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اَنّٰی
یَکُوۡنُ لَہٗ وَلَدٌ وَّ لَمۡ تَکُنۡ لَّہٗ صَاحِبَۃٌ ؕ وَ
خَلَقَ کُلَّ شَیۡءٍ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ
شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ ذٰلِکُمُ اللّٰہُ
رَبُّکُمۡ ۚ لَاۤ اِلٰہَ
اِلَّا ہُوَ ۚ خَالِقُ کُلِّ شَیۡءٍ
فَاعۡبُدُوۡہُ ۚ وَ ہُوَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ وَّکِیۡلٌ﴿﴾
Dia-lah Yang memulai penciptaan seluruh langit dan bumi, bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia
tidak pernah mempunyai isteri, Dia-lah
Yang men-ciptakan segala sesuatu
dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Wujud Yang demikian itulah Allah,
Tuhan-mu. Tidak ada Tuhan kecuali Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. (Al-An’ām
[6]:102-103).
Jadi, hanya dengan memahami
Sifat Al-Badi’ (Yang memulai penciptaan dari ketiadaan) maka
hal tersebut membatalkan (menolak) segala bentuk penisbahan anak – baik anak laki-laki mau pun anak perempuan – terhadap Allah Swt.. Kata waladun, wuldun dan waldun
berarti: bocah, anak laki-laki anak perempuan, atau anak sesuatu apa pun,
anak-anak, anak-anak laki-laki, anak-anak perempuan; atau bocah-bocah, juga
anak-cucu (Lexicon Lane).
Manusia dapat memperoleh anak hanya apabila mempunyai istri. Allah Swt. tidak mempunyai istri,
maka dari itu Dia tidak mempunyai anak.
Lebih-lebih, karena Allah Swt. adalah Pencipta
segala sesuatu dan memiliki pengetahuan
yang sempurna, maka Dia tidak memerlukan anak untuk membantu-Nya atau menjadi penerus-Nya.
Kesempurnaan Pengetahuan Allah Swt.
Sehubungan dengan ayat وَ خَلَقَ کُلَّ شَیۡءٍ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- “Dia-lah Yang
men-ciptakan segala sesuatu dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu”,
dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
menjelaskan mengenai kesempurnaan
ilmu
(pengetahuan) Allah Swt., firman-Nya:
لَا تُدۡرِکُہُ الۡاَبۡصَارُ ۫ وَ
ہُوَ یُدۡرِکُ الۡاَبۡصَارَ ۚ وَ
ہُوَ اللَّطِیۡفُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾ قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ۚ فَمَنۡ
اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ عَمِیَ
فَعَلَیۡہَا ؕ وَ مَاۤ اَنَا
عَلَیۡکُمۡ بِحَفِیۡظٍ ﴿﴾
Penglihatan mata tidak mencapai-Nya tetapi Dia mencapai penglihatan, dan Dia
Mahahalus, Maha Mengetahui. Sungguh telah
datang kepada kamu bukti-bukti yang
terang dari Tuhan-mu, maka barangsiapa
melihat maka faedahnya untuk diri-nya, dan barangsiapa buta maka ia sendiri menanggungnya, dan aku
sekali-kali bukan pemelihara kamu.
(Al-An’ām [6]:104-105).
Abshār adalah jamak dari bashar yang berarti penglihatan atau pengertian, dan lathīf berarti: yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera; halus
(Lexicon Lane & Taj-‘ul-‘Urus). Ayat itu
berarti, bahwa akal manusia sendiri
tanpa pertolongan wahyu Ilahi tidak
bisa menghayati pengertian mengenai
Allah Swt., sebab Tuhan
yang hakiki tidak dapat dilihat
dengan mata jasmani, tetapi Dia menampakkan Diri-Nya kepada manusia melalui
nabi-nabi-Nya atau melalui bekerjanya
sifat-sifat-Nya. Dia pun nampak
kepada mata ruhani (QS.3:191-195;
QS.7:144).
Arti Bashaair dan Nur
Bashaair (jamak dari bashirah) dalam
ayat قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ
رَّبِّکُمۡ -- “Sungguh
telah datang kepada kamu bukti-bukti yang terang dari
Tuhan-mu,” berarti: bukti-bukti,
dalil-dalil, tanda-tanda, kesaksian-kesaksian (Lexicon Lane), hal itu dapat mengisyaratkan kepada Al-Quran atau kepada Nabi Besar Muhammad saw., yang di dalam bberapa Surah Al-Quran Allah Swt.
menyebut keduanya nur (cahaya - QS.5:16; QS.7:158; QS.9:32; QS.39:23; QS.64:9).
Arti
ungkapan kalimat فَمَنۡ اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ -- “maka barangsiapa melihat maka faedahnya
untuk diri-nya” artinya memanfaatkan
akal, sedangkan maksud وَ مَنۡ عَمِیَ فَعَلَیۡہَا -- “dan barangsiapa buta maka ia sendiri menanggungnya“ artinya menutup matanya terhadap kebenaran
dan betul-betul menjadi buta (ruhani
– QS.17:73; QS.20:125-129).
Kalimat وَ مَاۤ
اَنَا عَلَیۡکُمۡ بِحَفِیۡظٍ -- “dan aku sekali-kali bukan pemelihara kamu” menerangkan bahwa tugas seorang nabi (rasul) Allah terbatas pada
penyampaian apa yang diwahyukan Allah kepada beliau. Bukanlah urusan beliau
memaksa orang-orang menerimanya. Secara tidak langsung ayat
itu merupakan satu sanggahan terhadap tuduhan bahwa Islam mendorong atau membenarkan penggunaan kekerasan untuk penyebaran ajarannya (QS.2:257; QS.9:6).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 6 Juli
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar