بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 192
Makna Para Malaikat dan Alam Semesta Bertasbih Kepada Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
firman-Nya: وَ خَلَقَ کُلَّ شَیۡءٍ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- “Dia-lah Yang
menciptakan segala sesuatu dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu”
(QS.6:105), dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
menjelaskan mengenai kesempurnaan
ilmu
(pengetahuan) Allah Swt., firman-Nya:
لَا تُدۡرِکُہُ الۡاَبۡصَارُ ۫ وَ
ہُوَ یُدۡرِکُ الۡاَبۡصَارَ ۚ وَ
ہُوَ اللَّطِیۡفُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾ قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ۚ فَمَنۡ
اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ عَمِیَ
فَعَلَیۡہَا ؕ وَ مَاۤ اَنَا
عَلَیۡکُمۡ بِحَفِیۡظٍ ﴿﴾
Penglihatan mata tidak mencapai-Nya tetapi Dia mencapai penglihatan, dan Dia
Mahahalus, Maha Mengetahui. Sungguh telah
datang kepada kamu bukti-bukti yang
terang dari Tuhan-mu, maka barangsiapa
melihat maka faedahnya untuk diri-nya, dan barangsiapa buta maka ia sendiri menanggungnya, dan aku
sekali-kali bukan pemelihara kamu.
(Al-An’ām [6]:104-105).
Abshār adalah jamak dari bashar yang berarti penglihatan atau pengertian, dan lathīf berarti: yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera;
halus (Lexicon Lane & Taj-‘ul-‘Urus). Ayat itu
berarti, bahwa akal manusia sendiri
tanpa pertolongan wahyu Ilahi tidak
bisa menghayati pengertian mengenai
Allah Swt., sebab Tuhan
yang hakiki tidak dapat dilihat
dengan mata jasmani, tetapi Dia menampakkan Diri-Nya kepada manusia melalui
nabi-nabi-Nya atau melalui bekerjanya
sifat-sifat-Nya. Dia pun nampak
kepada mata ruhani (QS.3:191-195;
QS.7:144).
Arti Bashāir dan Nur
Bashāir (jamak dari bashirah) dalam
ayat قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ
رَّبِّکُمۡ -- “Sungguh
telah datang kepada kamu bukti-bukti yang terang dari
Tuhan-mu,” berarti: bukti-bukti,
dalil-dalil, tanda-tanda, kesaksian-kesaksian (Lexicon Lane), hal itu dapat mengisyaratkan kepada Al-Quran atau kepada Nabi Besar Muhammad saw., yang di dalam beberapa Surah Al-Quran Allah
Swt. menyebut keduanya nur (cahaya
- QS.5:16; QS.7:158; QS.9:32; QS.39:23;
QS.64:9).
Arti
ungkapan kalimat فَمَنۡ اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ -- “maka barangsiapa melihat maka faedahnya
untuk diri-nya” artinya memanfaatkan
akal, sedangkan maksud وَ مَنۡ عَمِیَ فَعَلَیۡہَا -- “dan barangsiapa buta maka ia sendiri menanggungnya“ artinya menutup matanya terhadap kebenaran
dan betul-betul menjadi buta (ruhani
– QS.17:73; QS.20:125-129).
Kalimat وَ مَاۤ
اَنَا عَلَیۡکُمۡ بِحَفِیۡظٍ -- “dan aku sekali-kali bukan pemelihara
kamu” menerangkan bahwa tugas seorang nabi (rasul)
Allah terbatas pada penyampaian apa yang diwahyukan Allah kepada beliau.
Bukanlah urusan beliau memaksa
orang-orang menerimanya. Secara tidak
langsung ayat itu merupakan satu sanggahan terhadap tuduhan bahwa Islam mendorong atau membenarkan penggunaan kekerasan untuk penyebaran ajarannya (QS.2:257; QS.9:6).
Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai keadaan
para malaikat yang senantiasa bertasbih kepada Allah Swt. atau
menyanjung kesucian-Nya melalui pelaksanaan tugas yang telah telah
ditetapkan Allah Swt. bagi mereka masing-masing (QS.2:31; QS.66:7), firman-Nya:
فَاِنَّکُمۡ وَ مَا
تَعۡبُدُوۡنَ ﴿﴾ۙ مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ بِفٰتِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ اِلَّا
مَنۡ ہُوَ صَالِ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾ وَ مَا مِنَّاۤ
اِلَّا لَہٗ مَقَامٌ
مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ اِنَّا
لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اِنَّا
لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
Maka
sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah itu, kamu sekali-kali tidak dapat menyimpangkan
seorang mengenai Dia, kecuali
orang yang akan masuk
neraka yang menyala-nyala. Dan sekali-kali tidak ada di antara kami melainkan ia memiliki kedudukan yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar
berjajar-jajar di hadapan Tuhan, dan sesungguhnya kami benar-benar senantiasa bertasbih.”
(Ash-Shāffāt
[37]:162-167).
Jemaat Ilahi atau Hizbullāh (Golongan Allah) Hakiki
Hanya kaum yang seperti mereka itulah
dapat disesatkan oleh ruh-ruh jahat – sebagaimana yang
diancamkan Iblis kepada Allah Swt.
ketika ia diusir dari “surga
keridhaan-Nya” karena menolak “sujud” bersama para malaikat kepada Adam
(Khalifah Allah – QS.2:31:35;
QS.7:12-19). Tetapi mereka tidak mempunyai kekuasaan
atau pengaruh atas orang-orang samawi
yakni hamba-hamba Allah yang telah
mengalami kesadaran ruhani atau kebangkitan
ruhani yang baik (QS.7:40-45; QS.38:80-86), mengisyaratkan kepada kenyataan itulah yang
dimaksud dalam ayat-ayat:
وَ مَا مِنَّاۤ اِلَّا لَہٗ
مَقَامٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ
اِنَّا لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ
﴿﴾ۚ وَ اِنَّا
لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
“Dan sekali-kali tidak ada di antara kami melainkan ia memiliki kedudukan yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar
berjajar-jajar di hadapan Tuhan, dan sesungguhnya kami benar-benar senantiasa bertasbih.”
(Ash-Shāffāt
[37]:165-167).
Atau mungkin, sebagaimana dikatakan oleh
beberapa sumber, tertuju kepada para malaikat,
dan menurut pendapat-pendapat lain lagi isyarat itu tertuju kepada orang-orang beriman yang tergabung dalam
jama’ah (Jemaat) seorang Rasul Allah --terutama para sahabah
Nabi Besar Muhammad saw. -- yang berdiri di belakang beliau saw. bagaikan shaf-shaf (jajaran-jajaran) ketika mereka melaksanakan shalat berjama’ah di belakang Nabi Besar
Muhammad saw., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا
فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَ
تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ
﴿﴾ کَبُرَ
مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ اَنۡ
تَقُوۡلُوۡا مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ
﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الَّذِیۡنَ یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ
سَبِیۡلِہٖ صَفًّا کَاَنَّہُمۡ بُنۡیَانٌ
مَّرۡصُوۡصٌ ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Menyanjung
kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi,
dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak
kerjakan? Adalah sesuatu yang paling dibenci di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa yang tidak
kamu ker-jakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dalam barisan-barisan, mereka itu
seakan-akan suatu bangunan yang tersusun
rapat. (Ash-Shaf [61]:1-5).
Dalam ayat 3 Allah Swt. memperingatkan
bahwa perbuatan seorang Muslim
hendaknya sesuai dengan pernyataan-pernyataannya. Sebab bicara sombong dan kosong membawa seseorang tidak keruan kemana yang dituju, dan ikrar-ikrar lidah tanpa disertai perbuatan-perbuatan nyata adalah berbau kemunafikan dan ketidaktulusan.
Dalam ayat selanjutnya
dikemukakan bahwa orang-orang Muslim
diharapkan tampil dalam barisan yang
rapat, teguh dan kuat terhadap kekuatan-kekuatan kejahatan,
di bawah komando pemimpin mereka,
yang terhadapnya mereka harus taat
dengan sepenuhnya dan seikhlas-ikhlasnya.
Tetapi suatu kaum yang
berusaha menjadi satu jemaat yang kokoh-kuat, harus mempunyai satu tata-cara hidup, satu cita-cita, satu maksud, satu tujuan dan
satu rencana untuk mencapai tujuan itu (QS.2:149 ), contohnya adalah
ketika Allah Swt. memerintahkan Nabi
Besar Muhammad saw. dan orang-orang beriman untuk menguasai kota Mekkah dari kekuasaan kaum kafir Quraisy Mekkah (QS.2:143-153), karena di
dalamnya terdapat Ka’bah (Baitullah) yang merupakan lambing Tauhid Ilahi.
Makna Bertasbih
(Menyanjung Kessucian Allah Swt.)
Kepatuh-taatan sempurna para sahabah
dalam melaksanakan semua perintah Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dalam beberapa Surah Al-Quran diisyaratkan dengan
kalimat “bertasbih kepada Allah” yakni menggunakan kalimat sabbaha
atau yusabbihu dalam ayat sebelumnya, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا
فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Menyanjung kesucian Allah apa pun yang
ada di seluruh langit dan apa pun
yang ada di bumi, dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(Ash-Shaf
[61]:2).
Firman-Nya
lagi:
یُسَبِّحُ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ
﴿﴾
Menyanjung kesucian
Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun
yang ada di bumi, Yang Maha
Berdaulat, Maha Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al—Jumu’ah [62]:2).
Sabbaha fī hawā’ijihi artinya: ia menyibukkan diri dalam mencari nafkah,
atau sibuk dalam urusannya. Sabh berarti: mengerjakan pekerjaan, atau
mengerjakannya dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan
ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan
pergi berlindung kepada Allah dan kesigapan
melayani dan menaati perintah-Nya.
Mengingat akan arti dasar kata
ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya menyatakan bahwa Allah Swt. itu
jauh dari segala kekurangan
atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan
sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh (Lexicon Lane).
Oleh karena itu ayat ini berarti
bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan tugasnya masing-masing dengan cermat dan
teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan
serta kekuatan-kekuatan yang
dilimpahkan Allah kepadanya, memenuhi tujuan
ia diciptakan dengan cara yang sangat ajaib,
sehingga kita mau tidak mau harus mengambil kesimpulan bahwa Sang Perencana dan Arsitek alam semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana,
dan bahwa alam
semesta secara keseluruhan dan tiap-tiap makhluk
secara individu serta dalam batas kemampuannya masing-masing, memberi kesaksian mengenai kebenaran yang tidak dapat dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta karya Allah Swt. itu mutlak
bebas dari setiap kekurangan, aib
atau ketidaksempurnaan dalam segala
seginya yang beraneka ragam dan banyak itu. Inilah maksud kata tasbih.
Makna “Bertasbihnya”
Para Malaikat kepada Allah Swt. & Merontokkan Paham
Sesat Allah Swt. Memiliki “Anak”
Dengan demikian penggunaan kalimat sabbaha
atau yusabbihu berkenaan dengan
kesempurnaan tatanan alam semesta atau
berkenaan dengan para malaikat dalam
melaksanakan perintah Allah Swt. telah
merontokkan paham sesat bahwa Allah
Swt. seperti halnya manusia memiliki istri
dan anak – Subhanallāh, firman-Nya:
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ
﴿﴾ۙ اَمۡ خَلَقۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃَ اِنَاثًا
وَّ ہُمۡ شٰہِدُوۡنَ﴿﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ
مِّنۡ اِفۡکِہِمۡ لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ وَلَدَ اللّٰہُ ۙ وَ اِنَّہُمۡ
لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ اَصۡطَفَی الۡبَنَاتِ عَلَی الۡبَنِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Sekarang
tanyailah mereka: “Apakah Tuhan kamu mempunyai anak perempuan, sedangkan untuk mereka anak laki-laki?” Ataukah Kami menciptakan malaikat-malaikat itu
perempuan dan mereka menyaksikannya? Ketahuilah,
sesungguhnya itu adalah
kebohongan mereka dan mereka
benar-benar berkata: “Allah
memiliki anak” dan
sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.
Apakah Dia memilih anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki? (Ash-Shāffāt [37]:150-154).
Walau pun pihak yang diajak bicara oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat-ayat ini adalah kaum Mekkah yang tidak beriman kepada pendakwaan beliau saw., akan tetapi firman Allah Swt. tersebut tertuju juga kepada kaum-kaum lainnya yang juga mememiliki paham sesat yang seperti itu,
bahwa -- na’udzubillāhi min dzālik -- Allah Swt. memiliki anak. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
مَا لَکُمۡ ۟
کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ ﴿﴾ اَفَلَا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ۚ اَمۡ
لَکُمۡ سُلۡطٰنٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ۙ فَاۡتُوۡا بِکِتٰبِکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Apakah yang terjadi atas diri kamu?
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Apakah kamu
tidak mengerti? Ataukah pada kamu ada bukti yang nyata?
Maka kemukakanlah Kitab kamu jika kamu adalah orang-orang benar. (Ash-Shāffāt [37]:155-158).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 6 Juli
2013
Permisi Numpang Promo
BalasHapusRefiza Souvenir menyediakan paket undangan pernikahan cantik nan elegan, paket yasin untuk souvenir acara pengajian tahlilan dan berbagai macam souvenir tasbih cantik dan elegan untuk oleh-oleh haji dan umroh. cek katalog kami di www.refiza.com