Kamis, 15 Agustus 2013

Makna Para Malaikat dan Alam Semesta "Bertasbih" kepada Allah Swt.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 192

Makna Para Malaikat dan Alam Semesta Bertasbih Kepada Allah Swt.  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  akhir  Bab sebelumnya  telah  dikemukakan   firman-Nya:   وَ خَلَقَ کُلَّ  شَیۡءٍ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ  --  Dia-lah  Yang menciptakan segala sesuatu dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.6:105), dalam ayat selanjutnya Allah Swt.  menjelaskan  mengenai kesempurnaan ilmu  (pengetahuan) Allah Swt., firman-Nya:
 لَا تُدۡرِکُہُ  الۡاَبۡصَارُ ۫ وَ ہُوَ یُدۡرِکُ الۡاَبۡصَارَ ۚ وَ  ہُوَ  اللَّطِیۡفُ الۡخَبِیۡرُ ﴿﴾  قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ۚ فَمَنۡ اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ عَمِیَ  فَعَلَیۡہَا ؕ وَ مَاۤ   اَنَا عَلَیۡکُمۡ  بِحَفِیۡظٍ ﴿﴾   
Penglihatan mata tidak mencapai-Nya tetapi Dia mencapai penglihatan, dan  Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.  Sungguh telah datang kepada kamu bukti-bukti yang terang dari Tuhan-mu, maka barangsiapa melihat maka faedahnya untuk diri-nya, dan barangsiapa  buta maka ia sendiri menanggungnya, dan aku sekali-kali  bukan pemelihara kamu. (Al-An’ām [6]:104-105).
  Abshār adalah jamak dari bashar yang berarti penglihatan atau pengertian, dan lathīf berarti:  yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera; halus (Lexicon Lane & Taj-‘ul-‘Urus). Ayat itu berarti, bahwa akal manusia sendiri tanpa pertolongan wahyu Ilahi tidak bisa menghayati pengertian mengenai Allah Swt., sebab  Tuhan yang hakiki tidak dapat dilihat dengan mata jasmani, tetapi Dia menampakkan Diri-Nya kepada manusia melalui nabi-nabi-Nya atau melalui bekerjanya sifat-sifat-Nya. Dia pun nampak kepada mata ruhani (QS.3:191-195; QS.7:144).

Arti  Bashāir  dan Nur

 Bashāir (jamak dari bashirah) dalam ayat  قَدۡ جَآءَکُمۡ بَصَآئِرُ مِنۡ رَّبِّکُمۡ   --  “Sungguh telah datang kepada kamu bukti-bukti yang terang dari Tuhan-mu,”  berarti: bukti-bukti, dalil-dalil, tanda-tanda, kesaksian-kesaksian (Lexicon Lane), hal itu dapat mengisyaratkan kepada Al-Quran atau kepada Nabi Besar Muhammad saw., yang di dalam beberapa Surah Al-Quran Allah Swt. menyebut keduanya nur (cahaya -  QS.5:16; QS.7:158; QS.9:32; QS.39:23; QS.64:9).
 Arti ungkapan  kalimat  فَمَنۡ اَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِہٖ  -- “maka barangsiapa melihat maka faedahnya untuk diri-nya” artinya  memanfaatkan akal, sedangkan maksud  وَ مَنۡ عَمِیَ  فَعَلَیۡہَا  -- “dan barangsiapa  buta maka ia sendiri menanggungnya“ artinya menutup matanya terhadap kebenaran dan betul-betul menjadi buta (ruhani – QS.17:73; QS.20:125-129).
  Kalimat  وَ مَاۤ   اَنَا عَلَیۡکُمۡ  بِحَفِیۡظٍ -- “dan aku sekali-kali  bukan pemelihara kamu menerangkan bahwa tugas seorang nabi (rasul) Allah terbatas pada penyampaian apa yang diwahyukan Allah kepada beliau. Bukanlah urusan beliau memaksa orang-orang menerimanya. Secara tidak langsung ayat itu merupakan satu sanggahan terhadap tuduhan bahwa Islam mendorong atau membenarkan penggunaan kekerasan untuk penyebaran ajarannya (QS.2:257; QS.9:6).
Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai keadaan para malaikat yang senantiasa bertasbih kepada Allah Swt. atau menyanjung kesucian-Nya melalui pelaksanaan tugas yang telah telah ditetapkan Allah Swt. bagi mereka masing-masing (QS.2:31; QS.66:7), firman-Nya:
 فَاِنَّکُمۡ  وَ مَا  تَعۡبُدُوۡنَ ﴿﴾ۙ   مَاۤ   اَنۡتُمۡ  عَلَیۡہِ  بِفٰتِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ   اِلَّا  مَنۡ  ہُوَ  صَالِ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾  وَ مَا مِنَّاۤ   اِلَّا  لَہٗ  مَقَامٌ  مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ   وَّ  اِنَّا  لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ  اِنَّا لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
Maka sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah itu,   kamu sekali-kali tidak dapat menyimpangkan seorang  mengenai  Dia,  kecuali orang yang  akan masuk  neraka yang menyala-nyala.   Dan sekali-kali tidak ada di antara kami melainkan ia memiliki kedudukan yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berjajar-jajar di hadapan Tuhan, dan sesungguhnya kami benar-benar  senantiasa  bertasbih.” (Ash-Shāffāt [37]:162-167).

Jemaat Ilahi atau Hizbullāh (Golongan Allah) Hakiki

      Hanya kaum yang seperti mereka itulah dapat disesatkan oleh ruh-ruh jahat – sebagaimana yang diancamkan  Iblis kepada Allah Swt.  ketika ia diusir dari “surga keridhaan-Nya” karena menolak  “sujud” bersama para malaikat kepada Adam (Khalifah Allah  – QS.2:31:35; QS.7:12-19). Tetapi mereka tidak mempunyai kekuasaan atau pengaruh atas orang-orang samawi yakni hamba-hamba Allah yang telah mengalami kesadaran ruhani  atau kebangkitan ruhani yang baik (QS.7:40-45; QS.38:80-86),  mengisyaratkan kepada kenyataan itulah yang dimaksud dalam ayat-ayat:
وَ مَا مِنَّاۤ   اِلَّا  لَہٗ  مَقَامٌ  مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ   وَّ  اِنَّا  لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ  اِنَّا لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
 “Dan sekali-kali tidak ada di antara kami melainkan ia memiliki kedudukan yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berjajar-jajar di hadapan Tuhan, dan sesungguhnya kami benar-benar senantiasa bertasbih.” (Ash-Shāffāt [37]:165-167).
     Atau mungkin, sebagaimana dikatakan oleh beberapa sumber, tertuju kepada para malaikat, dan menurut pendapat-pendapat lain lagi isyarat itu tertuju kepada orang-orang beriman yang tergabung dalam jama’ah (Jemaat) seorang Rasul Allah --terutama  para sahabah Nabi Besar Muhammad saw. -- yang berdiri di belakang beliau saw. bagaikan shaf-shaf (jajaran-jajaran)  ketika mereka melaksanakan shalat berjama’ah di belakang Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  سَبَّحَ  لِلّٰہِ مَا  فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ  ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا  لِمَ  تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا  تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾   کَبُرَ  مَقۡتًا عِنۡدَ  اللّٰہِ  اَنۡ  تَقُوۡلُوۡا مَا  لَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الَّذِیۡنَ یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ  صَفًّا کَاَنَّہُمۡ  بُنۡیَانٌ  مَّرۡصُوۡصٌ  ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Menyanjung kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun  yang ada di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan?  Adalah sesuatu yang paling dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu ker-jakan.   Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang  dalam barisan-barisan, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun rapat.  (Ash-Shaf [61]:1-5).
   Dalam ayat 3  Allah Swt. memperingatkan bahwa perbuatan seorang Muslim hendaknya sesuai dengan pernyataan-pernyataannya. Sebab bicara sombong dan kosong membawa seseorang tidak keruan kemana yang dituju, dan ikrar-ikrar lidah tanpa disertai perbuatan-perbuatan nyata adalah berbau kemunafikan dan ketidaktulusan.
 Dalam ayat selanjutnya dikemukakan bahwa orang-orang Muslim diharapkan tampil dalam barisan yang rapat, teguh dan kuat terhadap kekuatan-kekuatan kejahatan, di bawah komando pemimpin mereka, yang terhadapnya mereka harus taat dengan sepenuhnya dan seikhlas-ikhlasnya.
 Tetapi suatu kaum yang berusaha menjadi satu jemaat yang kokoh-kuat, harus mempunyai satu tata-cara hidup, satu cita-cita, satu maksud, satu tujuan dan satu rencana untuk mencapai tujuan itu (QS.2:149 ), contohnya adalah ketika Allah Swt. memerintahkan  Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang beriman untuk menguasai kota Mekkah  dari kekuasaan kaum  kafir  Quraisy Mekkah (QS.2:143-153), karena di dalamnya terdapat  Ka’bah (Baitullah) yang merupakan lambing Tauhid Ilahi.

Makna  Bertasbih (Menyanjung Kessucian Allah Swt.)

      Kepatuh-taatan sempurna para sahabah dalam melaksanakan  semua perintah Allah Swt. dan  Nabi Besar Muhammad saw.   tersebut  dalam beberapa Surah Al-Quran diisyaratkan dengan kalimat  bertasbih kepada Allah” yakni menggunakan  kalimat sabbaha atau yusabbihu  dalam ayat sebelumnya, firman-Nya:
سَبَّحَ  لِلّٰہِ مَا  فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ  ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Menyanjung kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun  yang ada di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Ash-Shaf [61]:2).
Firman-Nya lagi:
یُسَبِّحُ  لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾
Menyanjung kesucian  Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, Yang Maha Berdaulat, Maha Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al—Jumu’ah [62]:2).
 Sabbaha fī hawā’ijihi artinya:  ia menyibukkan diri dalam mencari nafkah, atau sibuk dalam urusannya. Sabh berarti: mengerjakan pekerjaan, atau mengerjakannya dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan pergi berlindung kepada Allah dan kesigapan melayani dan menaati perintah-Nya.
Mengingat akan arti dasar kata ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya  menyatakan bahwa Allah Swt.  itu  jauh dari segala kekurangan atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh (Lexicon Lane).
Oleh karena itu ayat ini berarti bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan tugasnya masing-masing dengan cermat dan teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan serta kekuatan-kekuatan yang dilimpahkan Allah kepadanya, memenuhi tujuan ia diciptakan dengan cara yang sangat ajaib,  sehingga kita  mau tidak mau  harus mengambil kesimpulan bahwa Sang Perencana dan Arsitek alam semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, dan bahwa   alam semesta  secara keseluruhan dan tiap-tiap makhluk secara individu serta dalam batas kemampuannya masing-masing, memberi kesaksian mengenai kebenaran yang tidak dapat dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta karya Allah Swt. itu mutlak bebas dari setiap kekurangan, aib atau ketidaksempurnaan dalam segala seginya yang beraneka ragam dan banyak itu. Inilah maksud kata tasbih.

Makna   “Bertasbihnya”  Para Malaikat kepada Allah Swt. & Merontokkan  Paham Sesat Allah Swt. Memiliki “Anak”

 Dengan demikian penggunaan kalimat  sabbaha atau yusabbihu  berkenaan dengan kesempurnaan tatanan alam semesta atau berkenaan dengan para malaikat dalam melaksanakan perintah Allah Swt. telah merontokkan paham sesat bahwa Allah Swt.   seperti halnya manusia   memiliki istri dan anakSubhanallāh, firman-Nya: 
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ  اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ ﴿﴾ۙ  اَمۡ خَلَقۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃَ  اِنَاثًا  وَّ ہُمۡ شٰہِدُوۡنَ﴿﴾  اَلَاۤ  اِنَّہُمۡ  مِّنۡ  اِفۡکِہِمۡ  لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ وَلَدَ اللّٰہُ ۙ وَ  اِنَّہُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ اَصۡطَفَی الۡبَنَاتِ عَلَی الۡبَنِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Sekarang tanyailah mereka: Apakah Tuhan kamu mempunyai anak perempuan, sedangkan untuk mereka anak laki-laki?” Ataukah Kami menciptakan malaikat-malaikat itu perempuan  dan mereka menyaksikannya?   Ketahuilah,  sesungguhnya itu adalah kebohongan mereka dan  mereka benar-benar  berkata:    Allah  memiliki anak dan sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.   Apakah Dia memilih anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki? (Ash-Shāffāt [37]:150-154).
   Walau pun  pihak yang diajak bicara  oleh Nabi Besar Muhammad saw.  dalam ayat-ayat ini adalah kaum Mekkah yang tidak beriman kepada pendakwaan beliau saw., akan tetapi  firman Allah Swt. tersebut   tertuju juga kepada kaum-kaum lainnya yang juga mememiliki paham sesat yang seperti itu,   bahwa -- na’udzubillāhi min dzālik  -- Allah Swt. memiliki anak.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
مَا  لَکُمۡ ۟  کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ ﴿﴾   اَفَلَا  تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ۚ   اَمۡ  لَکُمۡ  سُلۡطٰنٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ۙ  فَاۡتُوۡا بِکِتٰبِکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Apakah yang terjadi atas diri kamu? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?  Apakah kamu tidak mengerti?   Ataukah pada kamu ada  bukti yang nyata?   Maka kemukakanlah Kitab kamu   jika kamu adalah orang-orang benar. (Ash-Shāffāt [37]:155-158).
  
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  6  Juli  2013


1 komentar:

  1. Permisi Numpang Promo
    Refiza Souvenir menyediakan paket undangan pernikahan cantik nan elegan, paket yasin untuk souvenir acara pengajian tahlilan dan berbagai macam souvenir tasbih cantik dan elegan untuk oleh-oleh haji dan umroh. cek katalog kami di www.refiza.com

    BalasHapus