Sabtu, 03 Agustus 2013

Bani Israil "Kaum Terpilih" yang kemudian Menjadi "Kaum yang Dilaknat" Allah Swt.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 

Bab 186

   Bani Israil   Kaum Terpilih” yang Kemudian Menjadi “Kaum yang  Dilaknat” Allah Swt.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam    Bab sebelumnya  telah  dikemukakan   nasib baik kaum Nabi Yunus a.s. setelah mereka mempercayai peringatan Nabi unus a.s. kepada mereka mengenai azab Ilahi yang akan menimpa   mereka jika tidak segera taubat kepada Allah Swt. dari kedurhakaan atau kemusyrikan  yang mereka lakukan.
   Tetapi mereka telah memperolok-olok  peringatan Nabi Yunus a.s. tersebut, sehingga dengan   kecewa atau   marah atas kedegilan kaumnya tersebut Nabi Yunus a.s. pergi meninggalkan kaumnya menyebrang lautan, namun – sesuai takdir Ilahi --  ternyata beliau harus mengalami peristiwa menyedihkan di lautan, yakni beliau ditelan ikan besar  ketika undian jatuh pada diri beliau, firman-Nya:
وَ  اِنَّ یُوۡنُسَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ؕ   اِذۡ   اَبَقَ  اِلَی الۡفُلۡکِ الۡمَشۡحُوۡنِ ﴿﴾ۙ  فَسَاہَمَ فَکَانَ مِنَ الۡمُدۡحَضِیۡنَ ﴿﴾ۚ   فَالۡتَقَمَہُ  الۡحُوۡتُ وَ ہُوَ  مُلِیۡمٌ﴿﴾  فَلَوۡ لَاۤ  اَنَّہٗ  کَانَ مِنَ الۡمُسَبِّحِیۡنَ ﴿﴾ۙ  لَلَبِثَ فِیۡ  بَطۡنِہٖۤ  اِلٰی یَوۡمِ یُبۡعَثُوۡنَ ﴿﴾ۚؒ 
Dan sesungguhnya Yunus  benar-benar termasuk salah seorang dari para rasul.   Ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan.   Lalu ia ikut berundi dengan orang-orang lain, lalu ia termasuk orang-orang yang dilempar ke laut.   Maka seekor ikan paus menelannya ketika ia sedang menyesali diri.  Maka jika ia bukan di antara orang-orang yang mensucikan Tuhan, niscaya ia akan tetap tinggal di dalam perut ikan paus itu hingga hari kebangkitan.  (As-Shāffāt [37]:146-149).
      Jadi, Nabi Yunus a.s. dalam “perut ikan besar  hanya mengalami “mati suri” (pingsan berat) selama “3 hari tiga malam”, sebagaimana yang dirujuk oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai jawaban atas tuntutan  para pemuka agama Yahudi, agar beliau memperlihatkan suatu tanda (mukjizat):
Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: “Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari padamu”. Tetapi jawabnya kepada mereka: “Angkatan (generasi) yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian  juga anak manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan (generasi) ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!” (Matius 12:38-41).
    Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah Swt berfirman mengenai kejadian selanjutnya yang menimpa Nabi Yunus a.s.:
فَنَبَذۡنٰہُ  بِالۡعَرَآءِ  وَ  ہُوَ  سَقِیۡمٌ ﴿﴾ۚ  وَ اَنۡۢبَتۡنَا عَلَیۡہِ شَجَرَۃً مِّنۡ یَّقۡطِیۡنٍ ﴿﴾ۚ  وَ اَرۡسَلۡنٰہُ  اِلٰی مِائَۃِ  اَلۡفٍ اَوۡ یَزِیۡدُوۡنَ ﴿﴾ۚ  فَاٰمَنُوۡا  فَمَتَّعۡنٰہُمۡ   اِلٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ؕ  فَاسۡتَفۡتِہِمۡ  اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ ﴿﴾ۙ
Kemudian Kami melemparkannya ke tanah kosong, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan atas tanah itu sebatang pohon dari pohon labu.   Dan Kami mengutus dia kepada seratus ribu orang atau lebih, maka mereka beriman karena itu Kami memberikan kepada mereka kesejahteraan hidup hingga waktu lama.  (As-Shāffāt [37]:146-149).
     Nampaknya,  setelah Nabi Yunus a.s. pergi meninggalkan kaum beliau dengan membawa “kemarahan” dalam hati beliau kepada kaumnya yang  tidak mempercayai peringatan beliau mengenai kedatangan azab Ilahi kepada mereka, kemudian kaum  tersebut  baru menyadari mengenai kebenaran peringatan Nabi Yunus a.s., lalu mereka taubat kepada Allah Swt., lalu Allah Swt. menerima taubat mereka dan menangguhkan kedatangan azab Ilahi yang telah  diperingatkan   Nabi Yunus a.s. kepada mereka.

Nasib Baik Kaum Nabi Yunus a.s. Setelah Mereka Beriman

   Dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman mengenal  “nasib baik” yang dianugerahkan Allah Swt. kepada kaum Nabi Yunus a.s. yang kemudian Nabi Yunus a.s pun  kembali lagi kepada  kaum beliau yang telah beriman, firman-Nya: 
فَلَوۡ لَا کَانَتۡ قَرۡیَۃٌ اٰمَنَتۡ فَنَفَعَہَاۤ اِیۡمَانُہَاۤ  اِلَّا قَوۡمَ یُوۡنُسَ ؕ لَمَّاۤ  اٰمَنُوۡا کَشَفۡنَا عَنۡہُمۡ عَذَابَ الۡخِزۡیِ  فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ مَتَّعۡنٰہُمۡ اِلٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
Maka mengapa tidak ada suatu penduduk  kota yang beriman dan keimanannya itu  bermanfaat baginya kecuali kaum Yunus? Tatkala mereka beriman Kami menyingkirkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan di dunia, dan Kami memberi mereka perbekalan untuk sementara waktu. (Yunus [10]:99).
      Maksud    qaryah (kota) di sini warga kota.   Nabi Yunus a.s.  disebut pada enam tempat yang berlainan dalam Al-Quran (QS.4:164; QS.6:87; QS.21:88; QS.37:140; QS.68:49 dan di sini).  Dalam Bible beliau disebut sebagai nabi Bani Israil (2 Raja-raja, 14:25), yang diperintahkan pergi ke Ninewe, ibukota Asyir dan memberi peringatan kepada penghuninya.
      Tetapi menurut Al-Quran  Nabi Yunus a.s. diutus kepada kaumnya sendiri. Beliau bukan dari Bani Israil atau beliau tidak diutus ke Ninewe, melainkan kepada sebagian dari kaumnya. Para ahli Bible sendiri tidak sepakat  bahwa Nabi Yunus a.s.  itu seorang dari Bani Israil.
      Demikianlah  beberapa hubungan antara kisah Nabi Yunus a.s. dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., terutama berupa adanya persamaan berupa   mukjizat  terhindar dari kematian secara hina  dan hubungannya dengan “duel makar” yang selalu terjadi pada setiap zaman pengutusan Rasul Allah (QS.7:35-37), antara makar buruk  para penentang Rasul Allah dengan “makar tandingan” Allah Swt.  yang mendukung kebenaran pendakwaan para Rasul Allah, termasuk di Akhir Zaman ini.

Makna Gelar Al-Masih (Mesiah/Mesias) &
Mencari “Sepuluh Domba-domba (Suku-suku) Israil” yang Hilang

      Jadi, sebagaimana  firman Allah Swt.  dalam QS.37:140-149 Nabi Yunus a.s. setelah   sembuh dari  keadaan mati suri (pingsan berat)  -- akibat berada  dalam perut ikan besar yang kemudian memuntahkan beliau ke daratan  -- kemudian pergi  kepada kaumnya serta mendapatkan mereka telah menjadi orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. sebagaimana peringatan yang telah beliau sampaikan sebelumnya kepada mereka,  demikian  pula halnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. setelah  beliau sembuh dari keadaan mati suri  (pingsan  berat) akibat peristiwa penyaliban  lalu keluar dari “kuburan” beliau dan secara diam-diam bertemu dengan murid-muridnya  dan   beberapa  lama tinggal bersama mereka sampai kesehatannya pulih benar (Markus 16:1-20), lalu beliau pergi meninggalkan Palestina -- untuk menggenapi gelarnya sebagai Al-Masih (Mesiah/Mesias)  -- guna mencari  10 “domba-dobma Israel” (suku-suku Israil) yang tersesat di luar “kandang” (Palestina) sebagaimana dijelaskan dalam   Yohanes 10:1-21.
       Kata (gelar)  Al-Masih diserap dari masaha yang berarti: ia menyapu bersih kotoran dari barang itu dengan tangannya; ia mengurapinya (menggosoknya) dengan minyak; ia berjalan di muka bumi; Tuhan memberkatinya (Aqrab-al-Mawarid). Jadi, Masih berarti: (1) orang yang diurapi; (2) orang yang banyak mengadakan perjalanan; (3) orang yang diberkati. Al-Masih adalah  bentuk kata Arab dari Mesiah yang sama dengan Masyiah dalam bahasa Ibrani, artinya orang yang diurapi [dalam upacara pembaptisan, Pent.] (Encyclopaedia Biblica; Encyclopaedia  of Religions    & Ethnic).
     Nabi Isa ibnu Maryam a.s. diberi nama  Al-Masih  karena beliau banyak mengadakan perjalanan panjang dan lama yaitu dalam rangka mencari 10 suku-suku Bani Israil yang  hilang  yang tersebar luas di luar Palestina (Kanaan).  Tetapi  kalau  mengikuti penuturan Injil, tugas beliau hanya terbatas untuk masa tiga tahun saja, dan perjalanan beliau hanya ke beberapa kota Palestina atau Suriah saja,  dengan demikian  gelar Masih itu sekali-kali tidak cocok bagi beliau.
     Tetapi  penyelidikan sejarah akhir-akhir ini telah membuktikan, bahwa sesudah beliau pulih dari rasa terkejut dan luka-luka akibat penyaliban, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menempuh perjalanan jauh ke negeri-negeri sebelah timur dan akhirnya sampai ke Kasymir untuk menyampaikan amanat Ilahi kepada suku-suku Bani Israil yang hilang dan tinggal di bagian-bagian negeri itu.   Dalam QS.23:51    Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dikatakan telah diberi perlindungan di suatu daerah yang berbukit-bukit.
      Kata Masih (Al-Masih) seperti disebut di atas berarti pula “yang diurapi” , karena kelahiran Nabi Isa tidak sebagaimana lazimnya dan mudah dipandang tidak sah, maka untuk melenyapkan tuduhan yang mungkin dilancarkan beliau disebut “telah diurapi” dengan urapan Allah Swt.   Sendiri, sama seperti para nabi Allah semuanya telah diurapi (disucikan).
      Dengan demikian  gelar Al-Masih (Mesiah/Mesias)  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menolak rekayasa Paulus dalam Surat-surat kirimannya bahwa Allah Swt. telah menakdirkan beliau  untuk  mati terkutuk di atas tiang salib guna menebus “dosa warisan” dari Adam dan Hawa, sebab ketika itu di Palestina hanya ada dua suku Bani Israil saja, sedangkan yang sepuluh suku Bani Israil lainnya – yakni “domba-domba Israil” yang tersesat, yang harus beliau cari dan gembalakan pula – berada di luar kawasan Palestina, barulah pengakuan beliau sebagai “penggembala yang baik” terbukti kebenarannya (Yohanes 10:1-20).

Korban-korban  Makar Tandingan” Allah Swt.

     Jadi betapa  makar tandingan” Allah Swt. melayani “makar buruk” yang dirancang para pemuka Yahudi yang berusaha membunuh Nabi isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban  telah banyak menelan “korban” di antaranya adalah Paulus yang kemudian merekayasa ajaran  Trinitas” dan “Penebusan Dosa” dalam surat-surat kirimannya.
      Begitulah Sunnatullah, bahwa semakin besar  kedurhakaan suatu kaum maka semakin berat  dan semakin menjebak  pula  “ujian keimanan” atau “makar tandingan” yang Allah  Swt. lancarkan menghadapi “makar-makar buruk” yang mereka lakukan terhadap para Rasul Allah yang diutus kepada mereka. Contohnya adalah pelanggaran hari sabat  yang dilakukan orang-orang Yahudi, firman-Nya:
وَ سۡـَٔلۡہُمۡ عَنِ الۡقَرۡیَۃِ  الَّتِیۡ کَانَتۡ حَاضِرَۃَ  الۡبَحۡرِ ۘ اِذۡ یَعۡدُوۡنَ فِی السَّبۡتِ اِذۡ تَاۡتِیۡہِمۡ حِیۡتَانُہُمۡ یَوۡمَ سَبۡتِہِمۡ شُرَّعًا وَّ یَوۡمَ لَا یَسۡبِتُوۡنَ ۙ لَا  تَاۡتِیۡہِمۡ ۚۛ کَذٰلِکَ ۚۛ نَبۡلُوۡہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَتۡ اُمَّۃٌ مِّنۡہُمۡ لِمَ تَعِظُوۡنَ قَوۡمَۨا ۙ اللّٰہُ مُہۡلِکُہُمۡ اَوۡ مُعَذِّبُہُمۡ عَذَابًا شَدِیۡدًا ؕ قَالُوۡا مَعۡذِرَۃً  اِلٰی رَبِّکُمۡ  وَ لَعَلَّہُمۡ  یَتَّقُوۡنَ ﴿﴾  فَلَمَّا نَسُوۡا مَا ذُکِّرُوۡا بِہٖۤ اَنۡجَیۡنَا الَّذِیۡنَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ السُّوۡٓءِ وَ اَخَذۡنَا الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا بِعَذَابٍۭ بَئِیۡسٍۭ بِمَا کَانُوۡا  یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾  فَلَمَّا عَتَوۡا عَنۡ مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا لَہُمۡ   کُوۡنُوۡا  قِرَدَۃً  خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾
Dan tanyakanlah kepada mereka mengenai kota  yang terletak di dekat laut, ketika mereka melanggar aturan pada hari  Sabat, yaitu ketika ikan-ikan mereka mendatangi mereka bermunculan di permukaan air pa-da hari Sabat,   tetapi pada hari ketika mereka tidak merayakan Sabat ikan-ikan itu tidak mendatangi mereka. Demikianlah Kami  menguji mereka sebab mereka senantiasa berbuat fasik (durhaka).  Dan ketika segolongan di antara mereka berkata kepada golongan lain: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan  membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang sangat keras?” Mereka berkata:  Agar kami punya  dalih di hadapan Tuhan kamu, dan supaya mereka bertakwa.”   Maka tatkala mereka melupakan yang telah dinasihatkan kepadanya, Kami menyelamatkan orang-orang yang melarang berbuat keburukan dan  Kami menghukum orang-orang zalim dengan siksaan yang sangat buruk karena mereka senantiasa berbuat fasik (durhaka) Maka tatkala mereka melanggar apa yang dilarang untuk mengerjakannya, Kami berfirman kepada mereka:  Jadilah kamu kera-kera yang hina!” (Al-A’rāf [7]:164-167).
     Qaryah yang dimaksudkan dalam ayat ini, konon ialah Aila (Elath) di Pantai Laut Merah. Letaknya pada sayap timur Laut Merah. di Teluk Aelanitic (yang namanya diambil dari nama tempat itu sendiri) yang disebutkan sebagai salah satu dari tahap terakhir pengembaraan kaum Bani Israil (1 Raja-raja 9:26 & II Tawarikh 8:17). Zaman Nabi Sulaiman a.s.  kota itu jatuh ke tangan kaum Bani Israil, tetapi boleh jadi kemudian, direbut dari tangan mereka. Kemudian Uzziah merebutnya kembali, tetapi di bawah Ahaz kota itu terlepas lagi (Encyclopaedia  Biblica  & Jewish Encyclopaedia).
       Syura’an  selain “bermunculan di permukaan air” berarti juga  mereka (ikan-ikan itu) datang berbondong-bondong. Dan karena pada hari Sabat orang-orang pantang  (dilarang) menangkap ikan, ikan-ikan mengetahui secara naluri waktu yang aman dan karena itu perasaan aman secara naluri ini telah membuat ikan-ikan itu bermunculan ke permukaan air atau mendekati pantai dalam jumlah yang besar pada hari Sabat.   Keadaan ini ternyata merupakan godaan yang terlalu besar bagi orang-orang Yahudi dan mereka mengadakan persiapan untuk menangkap ikan pada hari Sabat, dan dengan demikian mereka menodai kekeramatan hari itu.

Bani Israil “Kaum  Terpilih” yang Kemudian   Menjadi
Kaum yang  Dilaknat  Allah Swt. 

        Kalimat کُوۡنُوۡا  قِرَدَۃً  خٰسِئِیۡنَ  -- “Jadilah kamu kera-kera yang hina!” Kata “kera” telah dipakai secara kiasan, artinya orang-orang Bani Israil menjadi nista dan hina seperti kera, perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk melainkan  dalam watak dan jiwa. “Mereka tidak sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt.  telah memakai ungkapan itu secara kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
      Bila Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera maka kata yang biasa dipergunakan adalah khashi'ah, bukan khasi’in, yang dipakai untuk wujud-wujud berakal.
       Penggunaan kata itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa sebagaimana kera itu binatang hina, begitu pula orang-orang Bani Israil senantiasa akan dihinakan di dunia ini dan sungguh pun mereka mempunyai sumber-sumber daya besar dalam harta dan pendidikan, mereka tidak akan memiliki suatu kubu pertahanan di bumi secara permanen, arti akar kata menunjukkan kenistaan dan kehinaan dan pula kerendahan martabat.  Firman-Nya lagi:
قُلۡ ہَلۡ اُنَبِّئُکُمۡ بِشَرٍّ مِّنۡ ذٰلِکَ مَثُوۡبَۃً عِنۡدَ اللّٰہِ ؕ مَنۡ لَّعَنَہُ اللّٰہُ وَ غَضِبَ عَلَیۡہِ وَ جَعَلَ مِنۡہُمُ الۡقِرَدَۃَ  وَ الۡخَنَازِیۡرَ وَ عَبَدَ الطَّاغُوۡتَ ؕ اُولٰٓئِکَ شَرٌّ مَّکَانًا وَّ  اَضَلُّ  عَنۡ  سَوَآءِ السَّبِیۡلِ﴿ ﴾  
Katakanlah: “Maukah  aku beritahukan kepada kamu yang lebih buruk daripada itu mengenai pembalasan dari sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknati Allāh, kepadanya Dia  murka dan menjadikan sebagian dari mereka kera-kera, babi-babi dan yang menyembah  syaitan.  Mereka itu berada di tempat yang buruk dan   tersesat jauh dari jalan lurus.  (Al-Māidah [5]:61).
       Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya,  bahwa kata-kata “kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini dalam artian kiasan. Kebiasaan tertentu merupakan ciri khas binatang-binatang tertentu pula. Ciri-ciri khas itu tidak dapat digambarkan sepenuhnya kalau binatang yang  mempunyai kebiasaan itu tidak disebut namanya dengan jelas.
    Kera terkenal karena sifat penirunya dan babi ditandai oleh kebiasaan-kebiasaan kotor dan tidak bermalu dan juga oleh kebodohannya. Ungkapan, “yang menyembah kepada syaitan,” menunjukkan bahwa kata-kata “kera” dan “babi” telah dipergunakan di sini secara kiasan.
     Pendek kata, firman-Nya dalam QS.7:167  dan juga beberapa ayat berikutnya menunjukkan bahwa kaum yang dikatakan sebagai “kera-kera yang hina” dalam ayat sebelumnya itu tidak sungguh-sungguh berubah menjadi kera, melainkan mereka itu tetap makhluk manusia walaupun mereka menjalani peri kehidupan yang hina dan dipandang rendah oleh orang-orang lain juga sebagai akibat kedurhakaan yang berulang-ulang mereka lakukan kepada Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, terutama Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sehingga kedua Rasul Allah tersebut telah mengutuk mereka:
لُعِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ  وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾  تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang  yang kafir  dari kalangan Bani Israil telah   dilaknat oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam, hal demikian itu karena mereka senantiasa durhaka dan melampaui batas.   Mereka tidak pernah  saling mencegah dari kemungkaran yang di-kerjakannya, benar-benar sangat  bu-ruk apa yang senantiasa  mereka kerjakan.   Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai  pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang telah  mereka dahulukan  bagi diri mereka   yaitu bahwa Allah  murka kepada mereka, dan di dalam azab inilah me-reka akan kekal.  (Al-Māidah [5]:79-81).
       Allah Swt. telah mengabadikan mereka dalam Surah Al-Fatihah  ayat 7 dengan sebutan   الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ    --  orang yang   atas mereka  Allah murka” atau “orang-orang yang dimurkai Allah”, sedangkan yang bersikap sebaliknya dari mereka, yakni yang melampaui batas dalam menghormati Rasul Allah sehingga telah mempertuhankan mereka (QS.7:30-33) – khususnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  – Allah Swt. menyebut    الضَّآلِّیۡنَ  -- “mereka yang sesat” dari Tauhid Ilahi.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  1 Juli   2013

1 komentar:

  1. Tetapi penyelidikan sejarah akhir-akhir ini telah membuktikan, bahwa sesudah beliau pulih dari rasa terkejut dan luka-luka akibat penyaliban, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menempuh perjalanan jauh ke negeri-negeri sebelah timur dan akhirnya sampai ke Kasymir untuk menyampaikan amanat Ilahi


    Nabi isa tidak pernah di salib. Yang di salib adalah yudas iskariot. Dalam alquran audah allah jelaskan. Jadi tolong di perbaiki tulisannya...

    BalasHapus