بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 186
Bani Israil “Kaum Terpilih” yang Kemudian Menjadi “Kaum yang Dilaknat” Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
Bab sebelumnya
telah dikemukakan nasib
baik kaum Nabi Yunus a.s. setelah
mereka mempercayai peringatan Nabi
unus a.s. kepada mereka mengenai azab
Ilahi yang akan menimpa mereka jika
tidak segera taubat kepada Allah Swt.
dari kedurhakaan atau kemusyrikan yang mereka lakukan.
Tetapi mereka telah memperolok-olok peringatan
Nabi Yunus a.s. tersebut, sehingga dengan kecewa
atau marah
atas kedegilan kaumnya tersebut Nabi
Yunus a.s. pergi meninggalkan kaumnya menyebrang lautan, namun – sesuai takdir Ilahi -- ternyata beliau harus mengalami peristiwa menyedihkan di lautan, yakni
beliau ditelan ikan besar ketika undian
jatuh pada diri beliau, firman-Nya:
وَ اِنَّ یُوۡنُسَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ؕ اِذۡ
اَبَقَ اِلَی الۡفُلۡکِ الۡمَشۡحُوۡنِ
﴿﴾ۙ فَسَاہَمَ فَکَانَ مِنَ
الۡمُدۡحَضِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَالۡتَقَمَہُ الۡحُوۡتُ وَ ہُوَ مُلِیۡمٌ﴿﴾ فَلَوۡ لَاۤ
اَنَّہٗ کَانَ مِنَ
الۡمُسَبِّحِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَلَبِثَ فِیۡ بَطۡنِہٖۤ
اِلٰی یَوۡمِ یُبۡعَثُوۡنَ ﴿﴾ۚؒ
Dan sesungguhnya Yunus benar-benar termasuk salah seorang dari
para rasul. Ketika ia
lari ke kapal yang penuh muatan. Lalu ia ikut berundi dengan orang-orang
lain, lalu ia termasuk orang-orang
yang dilempar ke laut. Maka seekor
ikan paus menelannya ketika ia sedang menyesali diri. Maka jika
ia bukan di antara orang-orang yang mensucikan Tuhan, niscaya ia akan tetap tinggal di dalam perut ikan
paus itu hingga hari kebangkitan. (As-Shāffāt [37]:146-149).
Jadi, Nabi Yunus a.s. dalam “perut ikan besar” hanya mengalami “mati suri” (pingsan berat) selama “3 hari tiga malam”, sebagaimana yang dirujuk oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai jawaban atas tuntutan
para pemuka agama Yahudi, agar beliau memperlihatkan suatu tanda (mukjizat):
Pada waktu
itu berkatalah beberapa ahli Taurat
dan orang Farisi kepada Yesus:
“Guru, kami ingin melihat suatu tanda
dari padamu”. Tetapi jawabnya kepada mereka: “Angkatan (generasi) yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda.
Tetapi kepada mereka tidak akan
diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal
di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga anak
manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan
bangkit bersama angkatan (generasi) ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang
Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya
yang ada di sini lebih dari pada Yunus!” (Matius 12:38-41).
Sehubungan dengan hal tersebut
selanjutnya Allah Swt berfirman mengenai kejadian selanjutnya yang menimpa Nabi
Yunus a.s.:
فَنَبَذۡنٰہُ بِالۡعَرَآءِ
وَ ہُوَ سَقِیۡمٌ ﴿﴾ۚ
وَ اَنۡۢبَتۡنَا عَلَیۡہِ شَجَرَۃً مِّنۡ یَّقۡطِیۡنٍ ﴿﴾ۚ وَ اَرۡسَلۡنٰہُ
اِلٰی مِائَۃِ اَلۡفٍ اَوۡ
یَزِیۡدُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَاٰمَنُوۡا فَمَتَّعۡنٰہُمۡ اِلٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ؕ فَاسۡتَفۡتِہِمۡ
اَلِرَبِّکَ الۡبَنَاتُ وَ لَہُمُ الۡبَنُوۡنَ ﴿﴾ۙ
Kemudian Kami melemparkannya ke tanah kosong,
sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan atas tanah itu sebatang
pohon dari pohon labu. Dan Kami mengutus dia kepada seratus ribu orang
atau lebih, maka mereka beriman
karena itu Kami memberikan kepada mereka
kesejahteraan hidup hingga waktu lama. (As-Shāffāt [37]:146-149).
Nampaknya,
setelah Nabi Yunus a.s. pergi meninggalkan kaum beliau dengan membawa
“kemarahan” dalam hati beliau kepada kaumnya yang tidak mempercayai peringatan beliau mengenai
kedatangan azab Ilahi kepada mereka,
kemudian kaum tersebut baru menyadari mengenai kebenaran peringatan Nabi Yunus a.s., lalu mereka taubat kepada Allah Swt., lalu Allah
Swt. menerima taubat mereka dan menangguhkan kedatangan azab Ilahi yang telah diperingatkan
Nabi Yunus a.s. kepada mereka.
Nasib Baik Kaum Nabi Yunus a.s.
Setelah Mereka Beriman
Dalam Surah berikut ini Allah Swt.
berfirman mengenal “nasib baik” yang
dianugerahkan Allah Swt. kepada kaum
Nabi Yunus a.s. yang kemudian Nabi Yunus a.s pun kembali lagi kepada kaum beliau yang telah beriman, firman-Nya:
فَلَوۡ لَا
کَانَتۡ قَرۡیَۃٌ اٰمَنَتۡ فَنَفَعَہَاۤ اِیۡمَانُہَاۤ اِلَّا قَوۡمَ یُوۡنُسَ ؕ لَمَّاۤ اٰمَنُوۡا کَشَفۡنَا عَنۡہُمۡ عَذَابَ الۡخِزۡیِ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ مَتَّعۡنٰہُمۡ
اِلٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
Maka mengapa tidak ada suatu penduduk kota
yang beriman dan keimanannya
itu bermanfaat baginya kecuali kaum Yunus? Tatkala mereka
beriman Kami menyingkirkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan di
dunia, dan Kami memberi mereka
perbekalan untuk sementara waktu. (Yunus [10]:99).
Maksud qaryah
(kota) di sini warga kota. Nabi Yunus a.s. disebut pada enam tempat yang berlainan
dalam Al-Quran (QS.4:164; QS.6:87; QS.21:88; QS.37:140; QS.68:49 dan di sini). Dalam Bible
beliau disebut sebagai nabi Bani Israil
(2 Raja-raja, 14:25), yang diperintahkan pergi ke Ninewe, ibukota Asyir dan memberi peringatan kepada penghuninya.
Tetapi menurut Al-Quran Nabi Yunus a.s. diutus kepada kaumnya sendiri. Beliau bukan dari Bani Israil atau beliau tidak diutus ke Ninewe, melainkan kepada sebagian dari
kaumnya. Para ahli Bible sendiri
tidak sepakat bahwa Nabi Yunus a.s. itu seorang dari Bani Israil.
Demikianlah beberapa hubungan antara kisah Nabi Yunus
a.s. dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., terutama berupa adanya persamaan
berupa mukjizat terhindar dari kematian secara hina dan hubungannya
dengan “duel makar” yang selalu
terjadi pada setiap zaman pengutusan Rasul
Allah (QS.7:35-37), antara makar
buruk para penentang Rasul Allah dengan “makar tandingan” Allah Swt.
yang mendukung kebenaran pendakwaan para Rasul Allah, termasuk di Akhir
Zaman ini.
Makna Gelar Al-Masih (Mesiah/Mesias) &
Mencari “Sepuluh Domba-domba
(Suku-suku) Israil” yang Hilang
Jadi, sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS.37:140-149 Nabi Yunus a.s.
setelah sembuh dari keadaan mati suri (pingsan berat) -- akibat berada dalam perut ikan besar yang kemudian memuntahkan beliau ke daratan -- kemudian pergi kepada kaumnya serta mendapatkan mereka telah
menjadi orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt. sebagaimana peringatan
yang telah beliau sampaikan sebelumnya kepada mereka, demikian
pula halnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. setelah beliau sembuh
dari keadaan mati suri (pingsan
berat) akibat peristiwa penyaliban
lalu keluar dari “kuburan” beliau
dan secara diam-diam bertemu dengan murid-muridnya dan
beberapa lama tinggal bersama
mereka sampai kesehatannya pulih benar (Markus
16:1-20), lalu beliau pergi meninggalkan Palestina
-- untuk menggenapi gelarnya sebagai Al-Masih
(Mesiah/Mesias) -- guna mencari 10 “domba-dobma Israel” (suku-suku Israil)
yang tersesat di luar “kandang” (Palestina) sebagaimana dijelaskan dalam Yohanes 10:1-21.
Kata (gelar) Al-Masih
diserap dari masaha yang berarti: ia menyapu bersih kotoran dari barang
itu dengan tangannya; ia mengurapinya (menggosoknya) dengan minyak; ia berjalan di muka bumi; Tuhan
memberkatinya (Aqrab-al-Mawarid).
Jadi, Masih berarti: (1) orang yang diurapi; (2) orang yang banyak mengadakan perjalanan; (3) orang yang diberkati. Al-Masih
adalah bentuk kata Arab dari Mesiah
yang sama dengan Masyiah dalam bahasa Ibrani, artinya orang yang diurapi
[dalam upacara pembaptisan, Pent.] (Encyclopaedia
Biblica; Encyclopaedia of Religions & Ethnic).
Nabi Isa ibnu Maryam a.s. diberi
nama Al-Masih karena beliau banyak mengadakan perjalanan panjang dan lama yaitu dalam
rangka mencari 10 suku-suku Bani Israil
yang hilang yang tersebar luas di luar Palestina (Kanaan).
Tetapi
kalau mengikuti penuturan Injil,
tugas beliau hanya terbatas untuk masa tiga
tahun saja, dan perjalanan beliau hanya ke beberapa kota Palestina atau
Suriah saja, dengan demikian gelar Masih itu sekali-kali tidak
cocok bagi beliau.
Tetapi penyelidikan sejarah akhir-akhir ini telah
membuktikan, bahwa sesudah beliau pulih dari rasa terkejut dan luka-luka akibat
penyaliban, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menempuh perjalanan jauh ke
negeri-negeri sebelah timur dan akhirnya sampai ke Kasymir untuk menyampaikan amanat Ilahi kepada suku-suku Bani Israil yang hilang dan tinggal di bagian-bagian negeri itu. Dalam
QS.23:51 Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dikatakan telah diberi perlindungan di
suatu daerah yang berbukit-bukit.
Kata Masih (Al-Masih) seperti disebut di
atas berarti pula “yang diurapi” , karena kelahiran Nabi Isa tidak
sebagaimana lazimnya dan mudah dipandang tidak sah, maka untuk melenyapkan
tuduhan yang mungkin dilancarkan beliau disebut “telah diurapi” dengan urapan
Allah Swt. Sendiri, sama
seperti para nabi Allah semuanya
telah diurapi (disucikan).
Dengan demikian gelar Al-Masih
(Mesiah/Mesias) Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. menolak rekayasa
Paulus dalam Surat-surat kirimannya
bahwa Allah Swt. telah menakdirkan
beliau untuk mati
terkutuk di atas tiang salib guna
menebus “dosa warisan” dari Adam dan Hawa, sebab ketika itu di Palestina
hanya ada dua suku Bani Israil saja, sedangkan yang sepuluh suku Bani Israil lainnya – yakni “domba-domba
Israil” yang tersesat, yang harus beliau cari dan gembalakan pula
– berada di luar kawasan Palestina, barulah pengakuan beliau sebagai “penggembala yang baik” terbukti
kebenarannya (Yohanes 10:1-20).
Korban-korban “Makar Tandingan” Allah Swt.
Jadi betapa “makar
tandingan” Allah Swt. melayani “makar buruk” yang dirancang para pemuka
Yahudi yang berusaha membunuh Nabi
isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban telah banyak menelan “korban” di antaranya adalah Paulus
yang kemudian merekayasa ajaran “Trinitas” dan “Penebusan Dosa” dalam surat-surat kirimannya.
Begitulah Sunnatullah, bahwa semakin besar
kedurhakaan suatu kaum maka semakin berat dan semakin menjebak pula
“ujian keimanan” atau “makar tandingan” yang Allah Swt. lancarkan menghadapi “makar-makar buruk” yang mereka lakukan
terhadap para Rasul Allah yang diutus
kepada mereka. Contohnya adalah pelanggaran hari
sabat yang dilakukan orang-orang
Yahudi, firman-Nya:
وَ
سۡـَٔلۡہُمۡ عَنِ الۡقَرۡیَۃِ الَّتِیۡ
کَانَتۡ حَاضِرَۃَ الۡبَحۡرِ ۘ اِذۡ
یَعۡدُوۡنَ فِی السَّبۡتِ اِذۡ تَاۡتِیۡہِمۡ حِیۡتَانُہُمۡ یَوۡمَ سَبۡتِہِمۡ
شُرَّعًا وَّ یَوۡمَ لَا یَسۡبِتُوۡنَ ۙ لَا
تَاۡتِیۡہِمۡ ۚۛ کَذٰلِکَ ۚۛ نَبۡلُوۡہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَتۡ
اُمَّۃٌ مِّنۡہُمۡ لِمَ تَعِظُوۡنَ قَوۡمَۨا ۙ اللّٰہُ مُہۡلِکُہُمۡ اَوۡ
مُعَذِّبُہُمۡ عَذَابًا شَدِیۡدًا ؕ قَالُوۡا مَعۡذِرَۃً اِلٰی رَبِّکُمۡ وَ لَعَلَّہُمۡ یَتَّقُوۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا نَسُوۡا مَا ذُکِّرُوۡا بِہٖۤ اَنۡجَیۡنَا الَّذِیۡنَ
یَنۡہَوۡنَ عَنِ السُّوۡٓءِ وَ اَخَذۡنَا الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا بِعَذَابٍۭ
بَئِیۡسٍۭ بِمَا کَانُوۡا یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا عَتَوۡا عَنۡ مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا
لَہُمۡ کُوۡنُوۡا قِرَدَۃً
خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾
Dan
tanyakanlah kepada mereka mengenai kota
yang terletak di dekat laut,
ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabat, yaitu ketika ikan-ikan mereka mendatangi mereka
bermunculan di permukaan air pa-da hari Sabat, tetapi pada hari ketika mereka tidak merayakan Sabat ikan-ikan itu tidak mendatangi mereka. Demikianlah Kami menguji mereka sebab mereka
senantiasa berbuat fasik (durhaka). Dan ketika segolongan di antara
mereka berkata kepada golongan lain: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang sangat
keras?” Mereka berkata: “Agar
kami punya dalih di hadapan Tuhan kamu, dan supaya mereka bertakwa.” Maka tatkala mereka melupakan yang telah
dinasihatkan kepadanya, Kami
menyelamatkan orang-orang yang melarang berbuat keburukan dan Kami menghukum orang-orang zalim dengan
siksaan yang sangat buruk karena mereka
senantiasa berbuat fasik (durhaka) Maka tatkala mereka melanggar apa yang
dilarang untuk mengerjakannya, Kami berfirman kepada mereka: ”Jadilah kamu kera-kera yang hina!” (Al-A’rāf [7]:164-167).
Qaryah yang dimaksudkan dalam ayat ini,
konon ialah Aila (Elath) di Pantai Laut Merah. Letaknya pada sayap timur Laut
Merah. di Teluk Aelanitic (yang namanya diambil dari nama tempat itu sendiri)
yang disebutkan sebagai salah satu dari tahap terakhir pengembaraan kaum Bani
Israil (1 Raja-raja 9:26 & II Tawarikh 8:17). Zaman Nabi
Sulaiman a.s. kota itu jatuh
ke tangan kaum Bani Israil, tetapi
boleh jadi kemudian, direbut dari tangan mereka. Kemudian Uzziah merebutnya
kembali, tetapi di bawah Ahaz kota itu terlepas lagi (Encyclopaedia Biblica
& Jewish Encyclopaedia).
Syura’an selain “bermunculan di permukaan air” berarti
juga mereka (ikan-ikan itu) datang
berbondong-bondong. Dan karena pada hari
Sabat orang-orang pantang (dilarang) menangkap ikan, ikan-ikan
mengetahui secara naluri waktu yang aman
dan karena itu perasaan aman secara naluri
ini telah membuat ikan-ikan itu bermunculan ke permukaan air atau mendekati
pantai dalam jumlah yang besar pada hari Sabat. Keadaan ini ternyata merupakan godaan yang terlalu besar bagi
orang-orang Yahudi dan mereka mengadakan persiapan untuk menangkap ikan pada hari
Sabat, dan dengan demikian mereka menodai kekeramatan hari itu.
Bani Israil “Kaum Terpilih” yang Kemudian Menjadi
“Kaum yang Dilaknat”
Allah Swt.
Kalimat کُوۡنُوۡا قِرَدَۃً
خٰسِئِیۡنَ -- “Jadilah kamu
kera-kera yang hina!” Kata
“kera” telah dipakai secara kiasan,
artinya orang-orang Bani Israil menjadi nista
dan hina seperti kera, perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk melainkan dalam watak
dan jiwa. “Mereka tidak
sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt. telah memakai ungkapan itu secara
kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
Bila
Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya
menjadi kera maka kata yang biasa
dipergunakan adalah khashi'ah, bukan khasi’in, yang dipakai untuk
wujud-wujud berakal.
Penggunaan kata itu dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa sebagaimana kera itu
binatang hina, begitu pula orang-orang Bani Israil senantiasa akan dihinakan di dunia ini dan sungguh pun
mereka mempunyai sumber-sumber daya besar
dalam harta dan pendidikan, mereka
tidak akan memiliki suatu kubu pertahanan
di bumi secara permanen, arti akar kata menunjukkan kenistaan dan kehinaan
dan pula kerendahan martabat. Firman-Nya lagi:
قُلۡ ہَلۡ
اُنَبِّئُکُمۡ بِشَرٍّ مِّنۡ ذٰلِکَ مَثُوۡبَۃً عِنۡدَ اللّٰہِ ؕ مَنۡ لَّعَنَہُ
اللّٰہُ وَ غَضِبَ عَلَیۡہِ وَ جَعَلَ مِنۡہُمُ الۡقِرَدَۃَ وَ الۡخَنَازِیۡرَ وَ عَبَدَ الطَّاغُوۡتَ ؕ
اُولٰٓئِکَ شَرٌّ مَّکَانًا وَّ
اَضَلُّ عَنۡ سَوَآءِ السَّبِیۡلِ﴿ ﴾
Katakanlah:
“Maukah aku beritahukan kepada kamu yang lebih buruk daripada itu mengenai
pembalasan dari sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknati Allāh, kepadanya Dia murka dan menjadikan sebagian dari mereka kera-kera, babi-babi dan
yang menyembah syaitan. Mereka itu berada di tempat yang buruk dan
tersesat jauh dari jalan lurus. (Al-Māidah [5]:61).
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa kata-kata “kera”
dan “babi” telah dipergunakan di sini dalam artian kiasan. Kebiasaan tertentu merupakan ciri khas binatang-binatang tertentu pula. Ciri-ciri khas itu tidak
dapat digambarkan sepenuhnya kalau binatang
yang mempunyai kebiasaan itu tidak disebut namanya dengan jelas.
Kera terkenal karena sifat penirunya dan babi ditandai oleh kebiasaan-kebiasaan
kotor dan tidak bermalu dan juga
oleh kebodohannya. Ungkapan, “yang
menyembah kepada syaitan,” menunjukkan bahwa kata-kata “kera” dan “babi”
telah dipergunakan di sini secara kiasan.
Pendek kata, firman-Nya dalam
QS.7:167 dan juga beberapa ayat
berikutnya menunjukkan bahwa kaum
yang dikatakan sebagai “kera-kera yang hina” dalam ayat sebelumnya itu
tidak sungguh-sungguh berubah menjadi
kera, melainkan mereka itu tetap makhluk manusia walaupun mereka
menjalani peri kehidupan yang hina
dan dipandang rendah oleh orang-orang
lain juga sebagai akibat kedurhakaan yang berulang-ulang mereka lakukan kepada
Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, terutama Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sehingga kedua Rasul Allah tersebut telah
mengutuk mereka:
لُعِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ
وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا
یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ
ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari
kalangan Bani Israil telah
dilaknat oleh
lidah Daud dan Isa ibnu Maryam,
hal demikian itu karena mereka
senantiasa durhaka dan melampaui
batas. Mereka tidak
pernah saling mencegah
dari kemungkaran yang di-kerjakannya, benar-benar sangat
bu-ruk apa yang senantiasa mereka
kerjakan. Engkau
melihat kebanyakan dari mereka
menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang
telah mereka dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah me-reka akan kekal. (Al-Māidah
[5]:79-81).
Allah Swt. telah mengabadikan mereka
dalam Surah Al-Fatihah ayat 7 dengan sebutan الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ -- “orang yang atas mereka Allah murka” atau “orang-orang yang dimurkai Allah”, sedangkan yang bersikap
sebaliknya dari mereka, yakni yang melampaui
batas dalam menghormati Rasul Allah sehingga telah mempertuhankan mereka (QS.7:30-33) –
khususnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. –
Allah Swt. menyebut الضَّآلِّیۡنَ --
“mereka yang sesat” dari Tauhid Ilahi.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Juli 2013
Tetapi penyelidikan sejarah akhir-akhir ini telah membuktikan, bahwa sesudah beliau pulih dari rasa terkejut dan luka-luka akibat penyaliban, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menempuh perjalanan jauh ke negeri-negeri sebelah timur dan akhirnya sampai ke Kasymir untuk menyampaikan amanat Ilahi
BalasHapusNabi isa tidak pernah di salib. Yang di salib adalah yudas iskariot. Dalam alquran audah allah jelaskan. Jadi tolong di perbaiki tulisannya...