بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 33
Pengutusan
Nabi Besar Muhammad Saw.
&
Nabi Besar Muhammad Saw.
&
"Persaudaraan Umat Manusia"
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir
Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai keberadaan Hari Keputusan di dunia ini melalui pengutusan Rasul Allah. Yakni. benar bahwa Hari
Keputusan yang hakiki mengenai semua amal
perbuatan dan berbagai kepercayaan serta agama
yang dianut manusia di dunia ini – yang di
berkenaannya mereka saling berselisih
sehingga terjadi perpecahan dan pertentangan di kalangan mereka dan saling
mengkafirkan -- akan terjadi pada Hari
Penghisaban di alam akhirat nanti, akan tetapi di dunia ini juga ada semacam Hari Kebangkitan dan Hari
Keputusan pula yaitu pada masa kedatangan para Rasul Allah, yang kedatangannya dijanjikan
di kalangan Bani Adam.
“Kaum Pengganti” (Khalifah)
di Kalangan Bani Adam
Yakni,
apabila suatu kaum karena kedurhakaan
mereka kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya sudah selesai masa ajal
(jangka waktu) mereka sebagai “kaum terpilih” maka Allah Swt. akan
membangkitkan “kaum lain” sebagai pengganti
kedudukan mereka, contohnya adalah Bani
Isma’il (umat Islam) menggantikan Bani
Israil sebagai “kaum terpilih” berikutnya, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ
فَاِذَا جَآءَ اَجَلُہُمۡ
لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً وَّ
لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا
وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ
اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi tiap-tiap
umat ada ajal (batas waktu), maka apabila telah datang batas
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.
Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari
antara kamu yang menceritakan
Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa
bertakwa dan memperbaiki diri,
tidak akan ada ketakutan menimpa
mereka dan tidak pula mereka akan bersedih
hati. Dan orang-orang
yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka
itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf
[7]:35-37).
Bila waktu yang ditetapkan untuk menghukum suatu kaum tiba – yang merupakan As-Sā’ah
(Kiamat) bagi kaum tersebut – maka waktu
itu tidak dapat dihindarkan, diulur-ulur, atau ditunda-tunda. Contohnya kaum
Nabi Nuh a.s., kaum Nabi Hud a.s., kaum Nabi Shaleh a.s., kaum Nabi Luth a.s.,
kaum Nabi Syu’aib a.s., yang kepada kaum-kaum purbakala tersebut Allah Swt.
telah menimpakan azab yang membinasakan mereka, karena berlaku durhaka kepada
para Rasul Allah yang diutus kepada mereka.
Demikian
juga halnya dengan Bani Israil dengan
dibangkitkannya Nabi Besar Muhammad Saw. di kalangan Bani Isma’il pun pada hakikatnya merupakan as-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat) bagi mereka -- sebagaimana dijanjikan Allah Swt. melalui Nabi Musa a.s. (Ulangan 15-19; QS.46:11)
– hanya saja Bani Israil tidak mengalami pembinasaan
total seperti yang menimpa kaum-kaum purbakala
sebelumnya, karena Allah Swt. telah
menetapkan takdir yang lain terhadap
mereka.
Makna “Bani Adam” (Keturunan
Adam)
Berkenaan
dengan sebutan “Hai Bani Adam” dalam QS.7:36,
hal ini patut mendapat perhatian istimewa. Seperti pada beberapa ayat
sebelumnya (yakni QS.7:27, 28 & 32 berkenaan dengan diturunkannya pakaian, tentang tipu-daya syaitan, dan tentang perhiasaan), seruan dengan kata-kata Hai
anak-cucu Adam, ditujukan kepada umat
di zaman Nabi Besar Muhammad saw. dan
kepada generasi-generasi yang akan
lahir kemudian, bukan kepada umat yang hidup di masa jauh silam dan yang datang
tak lama sesudah masa Nabi Adam a.s..
Sehubungan
dengan berkesinambungannya kedatangan “kaum-kaum terpilih” yang menggantikan
kedudukan kaum-kaum sebelumnya, Allah
Swt. pun telah memperingatkan umat
Islam sebagai kaum terpilih
berikutnya yang menggantikan
kedudukan Bani Israil (kaum Yahudi
dan Nasrani), firman-Nya:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ جَعَلَکُمۡ خَلٰٓئِفَ الۡاَرۡضِ وَ رَفَعَ بَعۡضَکُمۡ
فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَبۡلُوَکُمۡ فِیۡ مَاۤ اٰتٰکُمۡ ؕ اِنَّ رَبَّکَ سَرِیۡعُ الۡعِقَابِ ۫ۖ وَ اِنَّہٗ
لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾٪
Dan Dia-lah Yang menjadikan kamu penerus-penerus (khalāifa) di bumi, dan
Dia meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam derajat supaya Dia menguji kamu dengan apa
yang telah Dia berikan kepadamu. Sesungguhnya Tuhan engkau sangat cepat dalam menghukum,
dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha
Pengampun, Maha Penyayang. (Al-An’ām
[6]:166).
Ayat
ini sekaligus merupakan anjuran dan peringatan kepada kaum Muslimin. Mereka diberitahu bahwa kepada
mereka akan dianugerahkan kekuatan
serta kekuasaan, dan tugas mengatur urusan bangsa-bangsa akan diserahkan ke tangan
mereka. Mereka harus melaksanakan kewajiban
mereka dengan tidak-berat-sebelah dan
adil, sebab mereka harus mempertanggung-jawabkan tugas kewajiban mereka kepada Allah Swt.,
Wujud Yang Menjadikan mereka sebagai
“kaum terpilih” (khalifah) berikutnya dan sebagai “umat terbaik” yang diciptakan untuk kepentingan seluruhnumat
manusia (QS.2:144; QS.3:111).
“Hari Kebangkitan” Terbesar di Dunia
Hari
Kebangkitan dan Hari Keputusan
terbesar yang terjadi di dalam kehidupan manusia di dunia ini adalah pada saat
Allah Swt. membangkitkan Nabi Besar Muhammad Saw. atau Nabi yang seperti Musa (Ulangan
18:15-19; QS.46:11) Roh Kebenaran (Pariklutos/Penghibur)
atau Emeth
atau Ahmad
(QS.61:6-7), yang akan mengajak manusia
kepada “seluruh kebenaran” -- yaitu agama Islam (Injil Yahya/Yohanes
16:12-14; QS.5:4) -- karena Nabi Besar
Muhammad saw. adalah “Dia
yang datang dalam nama Tuhan”
sebagaimana dikatakan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 23:37-39).
Allah Swt. menyebut Hari Keputusan terbesar
di masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut Lailatul-Qadar (Malam Takdir – QS.97:1-6; QS.44:1-7)
karena pada masa pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. proses penyempurnaan hukum-hukum syariat telah mencapai puncak kesempurnaannya berupa
agama Islam (Al-Quran –
QS.5:4) -- sedangkan
pada masa pengutusan
Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s.
syariat terakhir dan tersempurna yang dijanjikan Allah Swt.
tersebut belum dapat wahyukan Swt.,
karena sampai masa itu umat manusia, termasuk Bani Israil, belum siap “memikulnya” (QS.7:144; Yahya
16:12-14), yang siap memikulnya adalah Insan Kamil (manusia sempurna) yaitu Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.33:73-74) yang bergelar Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41).
Atas dasar kenyataan itulah Allah Swt.
telah menyatakan dalam Al-Quran
bahwa barangsiapa mencari agama
selain agama Islam (Al-Quran) setelah pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw. maka agama itu tidak akan diterima dari mereka dan mereka di akhirat akan menjadi orang-orang
yang rugi (QS.3:86), karena agama
yang benar di sisi Allah adalah agama
Islam (Al-Quran – QS.3:30), sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّبۡتَغِ غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ
وَ ہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ کَیۡفَ یَہۡدِی اللّٰہُ قَوۡمًا
کَفَرُوۡا بَعۡدَ اِیۡمَانِہِمۡ وَ شَہِدُوۡۤا اَنَّ الرَّسُوۡلَ حَقٌّ وَّ جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan barangsiapa mencari agama yang bukan agama
Islam, maka agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan
di akhirat ia termasuk orang-orang yang
rugi. Bagaimana mungkin Allah
akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman,
dan mereka telah menjadi saksi pula
bahwa sesungguhnya rasul itu benar, dan juga telah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata? Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.(Ali ‘Imran [3]86-87).
Dua Kali Pengutusan
Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagai “Hakim yang
Adil”
Berdasarkan firman Allah dalam QS.62:3-4,
Allah Swt. akan mengutus Nabi Besar
Muhammad Saw. dua kali -- yakni
pertama di masa hidup beliau saw. sendiri di kalangan bangsa Arab yang butahuruf
serta jahiliyah, dan pengutusan beliau saw. yang kedua kalinya adalah
di Akhir Zaman ini dari kalangan umat Islam,
sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) – bukan dari kalangan Bani Israil, sebagaimana yang dipercayai
oleh umumnya umat Islam mengenai kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (Yesus Kristus):
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿ ﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿۳﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang
buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata; dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumū’ah [63]:3-5).
Dengan demikian pengutusan Rasul Akhir Zaman pun merupakan Hari Kebangkitan dan Hari
Keputusan pula,
yang dengan perantaraan Rasul
Akhir Zaman tersebut Allah Swt. bukan saja akan membangkitkan kembali umat
manusia yang dari segi akhlak dan ruhani
umat manusia telah mati (QS.57:17-18) tetapi juga dan Allah Swt pun akan memberi keputusan mengenai berbagai bentuk perselisihan agama dan kepercayaan
yang terjadi di kalangan umat beragama
serta sekte-sekte umat beragama –
termasuk di kalangan umat Islam – melalui pengutusan Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya dijanjikan, sesuai sunnah-Nya (QS.7:35-37), firman-Nya:
کَانَ النَّاسُ اُمَّۃً وَّاحِدَۃً
۟ فَبَعَثَ اللّٰہُ النَّبِیّٖنَ مُبَشِّرِیۡنَ وَ مُنۡذِرِیۡنَ ۪ وَ اَنۡزَلَ مَعَہُمُ الۡکِتٰبَ بِالۡحَقِّ لِیَحۡکُمَ بَیۡنَ
النَّاسِ فِیۡمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ ؕ وَ مَا اخۡتَلَفَ فِیۡہِ اِلَّا
الَّذِیۡنَ اُوۡتُوۡہُ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ بَغۡیًۢا
بَیۡنَہُمۡ ۚ فَہَدَی اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ
مِنَ الۡحَقِّ بِاِذۡنِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ
یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی
صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Manusia dahulunya merupakan satu umat, lalu Allah mengutus nabi-nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Dia menurunkan
beserta mereka Kitab dengan haq,
supaya Dia menghakimi di antara manusia
dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, dan sekali-kali tidak ada yang memperselisihkannya kecuali orang-orang yang diberi Alkitab itu sesudah Tanda-tanda yang nyata datang kepada mereka, karena kedengkian
di antara mereka. Lalu Allah dengan izin-Nya
telah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman kepada kebenaran yang mereka
perselisihkan itu, dan Allah memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. (Al-Baqarah
[2]:214).
Makna “Satu Umat”
Sebelum kedatangan seorang rasul Allah, semua orang adalah laksana satu
umat (satu kaum), dalam arti bahwa mereka semua orang-orang kafir. Tetapi bila seorang rasul Allah muncul, mereka itu walau pun satu sama lain berbeda
mereka merupakan satu barisan (satu
front) dalam melakukan perlawanan
kepadanya.
Kenyataan tersebut merupakan Sunnatullah yang selalu terjadi setiap
kali Allah Swt. mengutus rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), yang diabadikan dalam Kisah Monumental “Adam – Malaikat - Iblis” (QS.3:31-35), Adam
melambangkan rasul Allah (khalifah)
Allah; malaikat melambangkan orang-orang yang beriman kepada rasul Allah; dan iblis melambangkan para penentang
rasul Allah dari zaman ke zaman, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan penumpahan darah di bumi, sebagaimana yang disinyalir oleh malaikat
(QS.2:31).
Ungkapan “umat manusia adalah satu umat” atau kata-kata yang serupa
dipakai pada tujuh tempat dalam Al-Quran selain dalam ayat ini. Dalam QS.10:20, QS.21:93 dan QS.23:53 ungkapan itu berarti
“kesatuan nasional”, dan dalam QS.5:49; QS.16:94; QS.42:9; QS.43:34 dan dalam
ayat ini berarti “mempunyai identitas
yang sama dalam pikiran.”
“Perselisihan” yang tersebut dalam kalimat
“tidak ada yang memperselisihkannya” ini pada dua tempat terpisah, menunjukkan dua macam ketidaksepahaman yang berlain-lainan. Sebelum kedatangan seorang rasul Allah, orang-orang berselisih di antara mereka sendiri
mengenai perbuatan musyrik mereka.
Tetapi sesudah rasul Allah itu muncul
mereka mulai berselisih mengenai dakwah rasul Allah tersebut. Rasul Allah tersebut tidak menimbulkan perselisihan. Sebenarnya perselisihan telah ada di antara mereka
itu, hanya saja sesudah kedatangannya perselisihan itu mengambil bentuk baru.
Sebelum seorang rasul Allah datang
orang-orang meskipun berselisih paham
antara satu sama lain, nampaknya seperti satu
kaum, mereka mulai terpisah menjadi dua
blok yang sangat berbeda — orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir — sesudah rasul Allah itu datang.
Dipandang secara kolektif ayat ini menggambarkan 5 tingkat berlainan yang telah
dilalui umat manusia:
(1) Mula-mula ada kesatuan di antara manusia semuanya merupakan satu umat.
(2) Dengan bertambahnya penduduk dan meluasnya kepentingan mereka dan kian ruwetnya masalah-masalah yang dihadapi mereka, mereka mulai berselisih antara satu sama lain.
(3) Kemudian, Allah Swt. membangkitkan rasul-rasul Allah dan mewahyukan kehendak-Nya.
(4) Setiap wahyu-baru dijadikan sebab kekacauan dan pertikaian, terutama oleh kaum yang kepadanya Amanat Ilahi dialamatkan oleh rasul Allah.
(5) Allah Swt. akhirnya membangkitkan Nabi Besar Muhammad Saw. dengan Kitab-Nya terakhir beserta ajaran yang universal, berseru kepada seluruh umat manusia untuk berkumpul di sekitar panjinya.
(1) Mula-mula ada kesatuan di antara manusia semuanya merupakan satu umat.
(2) Dengan bertambahnya penduduk dan meluasnya kepentingan mereka dan kian ruwetnya masalah-masalah yang dihadapi mereka, mereka mulai berselisih antara satu sama lain.
(3) Kemudian, Allah Swt. membangkitkan rasul-rasul Allah dan mewahyukan kehendak-Nya.
(4) Setiap wahyu-baru dijadikan sebab kekacauan dan pertikaian, terutama oleh kaum yang kepadanya Amanat Ilahi dialamatkan oleh rasul Allah.
(5) Allah Swt. akhirnya membangkitkan Nabi Besar Muhammad Saw. dengan Kitab-Nya terakhir beserta ajaran yang universal, berseru kepada seluruh umat manusia untuk berkumpul di sekitar panjinya.
Nabi Besar Muhammad Saw. &
Ikatan Persaudaraan
Umat Manusia
Dengan demikian lingkaran umat manusia telah bertemu
dan dunia yang mulai dengan kesatuan umat manusia ditakdirkan untuk berakhir
dalam kesatuan umat manusia pula, yang lebih
baik dalam segala seginya daripada kesatuan
umat di masa awal (QS.2:214), firman-Nya:
قُلۡ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنِّیۡ رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ جَمِیۡعَۨا
الَّذِیۡ لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا
ہُوَ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۪ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہِ النَّبِیِّ
الۡاُمِّیِّ الَّذِیۡ یُؤۡمِنُ
بِاللّٰہِ وَ کَلِمٰتِہٖ وَ اتَّبِعُوۡہُ
لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu semua. Dia-lah Yang
Memiliki kerajaan seluruh langit dan
bumi, tidak ada Tuhan kecuali Dia. Dia menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi Ummi yang beriman
kepada Allah dan Kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’rāf
[7]:159). Lihat pula QS.21:108; QS.25:2;
QS.34:29.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,13 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar