بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 35
Pembukaan Rahasia-rahasia
Gaib Allah Swt. Melalui Pengutusan Rasul Allah
&
Lembaga-lembaga Fatwa Buatan Manusia
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir
Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai firman Allah berkenaan
pendakwaan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai satu-satunya kaum yang akan masuk surga, sedangkan kaum-kaum atau umat
beragama lainnya adalah calon-calon penghuni neraka, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَنۡ یَّدۡخُلَ
الۡجَنَّۃَ اِلَّا مَنۡ کَانَ ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی ؕ تِلۡکَ اَمَانِیُّہُمۡ ؕ
قُلۡ ہَاتُوۡا بُرۡہَانَکُمۡ اِنۡ
کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ بَلٰی ٭ مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ وَ ہُوَ مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ
لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan mereka berkata: ”Tidak akan pernah ada yang akan masuk surga, kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani.” Ini hanyalah angan-angan mereka belaka. Katakanlah:
“Kemukakanlah bukti-bukti kamu, jika
kamu sungguh orang-orang yang benar.”
Tidak demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri kepada
Allah dan ia berbuat ihsan
maka baginya ada ganjaran di sisi
Tuhan-nya, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan
bersedih. (Al-Baqarah [2]:112-113).
Orang-orang Yahudi dan Kristen
kedua-duanya berkhayal kosong bahwa
hanya orang Yahudi atau Kristen saja yang dapat meraih najat
(keselamatan), karena menurut pengakuan mereka masing-masing mereka adalah “bangsa yang dianak-emaskan Tuhan”
sebagai “anak-anak Allah dan kekasih-Nya” (QS.5:19) dan
oleh karena itu hanyalah mereka yang berhak
mendapat najat (keselamatan – QS.
2:112), firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ وَ النَّصٰرٰی
نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ قُلۡ فَلِمَ
یُعَذِّبُکُمۡ بِذُنُوۡبِکُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ
بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ
اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani berkata: ”Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: “Jika benar demikian mengapa Dia mengazab kamu karena
dosa-dosamu? Tidak, bahkan
kamu adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah Dia ciptakan.
Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan Dia mengazab siapa yang Dia kehendaki." Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan
seluruh langit dan bumi dan apa pun
yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya-lah kembali segala sesuatu. (Al-Māidah
[5]:19).
Cara Meraih Kehidupan
Surgawi di Dunia
Melalui Ajaran Islam
(Al-Quran)
Sehubungan dengan pendakwaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam ayat sebelumnya berkenaan
dengan penghuni surga (QS.2:112), pada
ayat selanjutnya Allah Swt. dengan tegas
menolak pendakwaan mereka itu serta
mengemukakan satu-satunya cara untuk
meraih kehidupan surgawi di dunia dan
di akhirat nanti melalui ajaran Islam (Al-Quran), firman-Nya:
بَلٰی ٭ مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ وَ ہُوَ مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ
لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Tidak demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri (aslama)
kepada Allah dan ia berbuat ihsan maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya, tidak ada ketakutan atas mereka dan
tidak pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:113).
Aslama artinya berserah-diri sepenuhnya kepada Allah Swt. (QS.2:131-136;
QS.2:209). Wajh berarti: wajah (muka); benda itu sendiri; tujuan dan
motif; perbuatan atau tindakan yang kepadanya seseorang menujukan perhatian;
jalan yang diinginkan, anugerah atau kebaikan (Aqrab-ul-Mawarid).
Ayat ini memberi isyarat kepada ketiga taraf penting ketakwaan sempurna, yaitu: (1) fana (menghilangkan diri),
(2) baqa (kelahiran kembali), dan
(3) liqa (memanunggal dengan Allah
Swt.). Kata-kata aslama “berserah diri kepada Allah” berarti segala kekuatan
dan anggota tubuh orang-orang
beriman, dan apa-apa yang menjadi bagian
dirinya, hendaknya diserahkan kepada
Allah Swt. seutuhnya dan dibaktikan kepada-Nya (QS.6:162-164). Keadaan itu
dikenal sebagai fana atau kematian
yang harus ditimpakan seorang Muslim
atas dirinya sendiri.
Anak-kalimat
kedua “dan ia berbuat ihsan” menunjuk
kepada keadaan baqa atau kelahiran
kembali, sebab bila seseorang telah melenyapkan
dirinya (fana) dalam cinta Ilahi
dan segala tujuan serta keinginan duniawi telah lenyap, ia seolah-olah dianugerahi kehidupan baru yang dapat disebut baqa
atau kelahiran kembali, maka ia hidup untuk Allah Swt. dan bakti
kepada umat manusia.
Kata-kata
penutup – “tidak ada ketakutan
atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih“ -- menjelaskan taraf kebaikan ketiga dan tertinggi
— yaitu taraf liqa atau memanunggal
(menyatu) dengan Allah Swt. yang
dalam Al-Quran (QS.89:28) disebut pula “jiwa
yang tenteram” atau nafs muthma’innah, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ
الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾
ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾
فَادۡخُلِیۡ فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah
kepada Tuhan engkau, engkau ridha
kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada
engkau. Maka masuklah dalam golong-an
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr
[98]:28-31)
Nafs al-Mutmainnah (jiwa yang tentram) merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya
dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut
pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak
dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati perubahan
ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di
tempat lain jalan dibukakan baginya
untuk masuk ke surga.
Tiga Tingkatan Suluk
(Perjalanan Ruhani)
Menuju Perjumpaan
(Liqa) dengan Allah Swt.
Jadi,
pada firman Allah Swt. dalam QS.2:113 sebelumnya, tingkat aslama
(berserah diri) atau fana fillāh merupakan tingkat
pertama dari 3 tingkat suluk (perjalanan) menuju perjumpaan
dengan Allah Swt. di dalam kehidupan dunia ini juga, yakni liqa-illāh (bertemu dengan Allah Swt.) setelah melalui tingkat kedua yaitu baqa (kelahiran kembali), firman-Nya:
بَلٰی ٭ مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ وَ ہُوَ مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ
لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Tidak demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri (aslama)
kepada Allah dan ia berbuat ihsan maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya, tidak
ada ketakutan atas mereka dan tidak
pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:113).
Penjelasan Allah Swt. dalam firman-Nya
tersebut erat kaitannya dengan jawaban Allah Swt. terhadap pernyataan orang-orang Arab gurun yang berkata: āmannā (kami telah beriman), menurut Allah Swt. karena mereka baru pada tahan mengikrarkan Dua Kalimah
Syahadat, karena itu seharusnya mereka berkata “aslamna” (kami telah Muslim), firman-Nya:
قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ قُوۡلُوۡۤا اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ
فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ لَا یَلِتۡکُمۡ
مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ
جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ
اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا ؕ
قُلۡ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ
عَلَیۡکُمۡ اَنۡ ہَدٰىکُمۡ لِلۡاِیۡمَانِ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
اِنَّ
اللّٰہَ یَعۡلَمُ غَیۡبَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ
بَصِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Orang-orang
Arab gurun
berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah:
“Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Aslamnā
-- Kami telah berserah diri’, karena keimanan
belum masuk ke dalam hati kamu.” Tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari
amal-amal kamu, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya orang beriman adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian tidak ragu-ragu dan terus berjihad dengan harta dan jiwa mereka
di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan (memberitahukan) kepada
Allah tentang agamamu? Padahal Allah mengetahui apa yang ada di seluruh
langit dan bumi. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” Mereka
mengira telah memberi anugerah kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islam. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, bahkan Allah-lah
Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, jika kamu orang-orang
yang benar.” Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di seluruh
langit dan bumi. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurāt 49]:15-19).
Masalah Keimanan Bukan Urusan
Lembaga
Fatwa Buatan Manusia
Kembali kepada firman-Nya dalam QS.2:214
sebelum ini mengenai
makna bahwa manusia merupakan satu umat
dan
masalah berbagai perselisihan yang terjadi di antara
mereka, firman-Nya:
کَانَ النَّاسُ اُمَّۃً وَّاحِدَۃً ۟ فَبَعَثَ اللّٰہُ النَّبِیّٖنَ مُبَشِّرِیۡنَ
وَ مُنۡذِرِیۡنَ ۪ وَ اَنۡزَلَ
مَعَہُمُ الۡکِتٰبَ بِالۡحَقِّ لِیَحۡکُمَ
بَیۡنَ النَّاسِ فِیۡمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ ؕ وَ مَا اخۡتَلَفَ فِیۡہِ اِلَّا
الَّذِیۡنَ اُوۡتُوۡہُ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ بَغۡیًۢا
بَیۡنَہُمۡ ۚ فَہَدَی اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ
مِنَ الۡحَقِّ بِاِذۡنِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ
یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی
صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Manusia dahulunya merupakan satu umat, lalu Allah mengutus nabi-nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Dia menurunkan
beserta mereka Kitab dengan haq,
supaya Dia menghakimi di antara
manusia dalam hal-hal yang mereka
perselisihkan, dan sekali-kali tidak
ada yang memperselisihkannya kecuali orang-orang yang diberi Alkitab itu sesudah Tanda-tanda yang
nyata datang kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Lalu Allah dengan izin-Nya telah memberi petunjuk orang-orang yang beriman
kepada kebenaran yang mereka
perselisihkan itu, dan Allah memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. (Al-Baqarah
[2]:214).
Jelaslah, bahwa apabila Allah
Swt. menghakimi atau memberi keputusan di kalangan umat manusia yang berselisih mengenai kemusyrikan mereka atau pun mengenai perselisihan yang terjadi di kalangan umat beragama serta sekte-sekte
agama, tidak pernah diserahkan kepada lembaga-lembaga
pembuat fatwa buatan manusia –
seperti MUI, MUIS, dll. – melainkan selalu dengan perantaraan rasul Allah, demikian pula halnya di Akhir Zaman ini (QS.7:35-37; QS.61:10), firman-Nya:
مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ
اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ
الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی
الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪
فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ
اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di
dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia memisahkan yang buruk
dari yang baik. Dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu
ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
Maksud firman Allah Swt. dalam ayat
ini adalah bahwa percobaan dan kemalangan
yang telah dialami kaum Muslimin
hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan
percobaan-percobaan itu akan
terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah
iman.
Inilah sebabnya dalam Qs.49:15
sebelumnya Allah Swt. telah mencela
orang-orang Arab gurun yang berkata “āmanna -- kami
telah beriman”, menurut Allah Swt. seharusnya
mereka berkata aslamnā (kami
telah Islam/muslim), karena mereka belum memiliki keimanan yang hakiki sebagaimana yang diterangkan oleh ayat
selanjutnya (QS.49:16).
Makna “Allah Memilih Rasul-Nya”
&
Pembukaan Hal-hal Gaib
Allah Swt.
Kata-kata “Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya
siapa yang Dia kehendaki“ tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi
tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. . sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih
yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan.
Demikian juga di Akhir Zaman ini untuk menghakimi
atau memberi keputusan berbagai macam perselisihan yang terjadi di kalangan umat manusia dan umat beragama, Allah Swt. telah menubuatan mengenai kedatangan Rasul
Akhir Zaman, yang mengenai
kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama
yang berlainan, padahal orangnya sama – seakan-akan kedatangannya merupakan
kedatangan para rasul Allah
(QS.77:12) -- karena hanya kepada rasul Allah sajalah Allah Swt.
memberitahukan hal-hal gaib yang ada
di hadirat-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ
اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui
yang gaib, maka Dia tidak
menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada
Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di
hadapannya dan di belakangnya,
supaya Dia mengetahui
bahwa sungguh mereka
telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu.
(Al-Jin
[72]:27-29).
Turunnya Azab Ilahi Akibat Mendustakan
dan Menentang Rasul Allah
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi
pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan
mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat ini merupakan ukuran
yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia
gaib yang dibukakan kepada seorang rasul
Allah dan rahasia-rahasia gaib
yang dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada
kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah
dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, sedangkan rahasia-rahasia
yang diturunkan kepada orang-orang
bertakwa dan orang-orang suci lainnya
tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang
dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah,
karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi,
keadaannya aman dari pemutar-balikkan
atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat (QS.15:17-19;
QS.37:7-11; QS.67:6; QS.72:9-10), sedang rahasia-rahasia
yang dibukakan kepada orang-orang
bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
Jadi, wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan
atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka kepada umat
manusia.
Makna lain dari kalimat “sesungguhnya
barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa
sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka” dapat
mengisyaratkan kepada dukungan para malaikat
Allah Swt. demi kesuksesan missi suci
rasul Allah, termasuk dukungan malaikat-malaikat yang bertugas mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam ini.
Itulah sebabnya apabila rasul Allah dan orang-orang yang beriman kepadanya terus menerus didustakan dan dizalimi oleh para penentangnya
maka berbagai bentuk azab Ilahi akan
menimpa umat manusia, seperti yang
terjadi di Akhir Zaman ini di
berbagai wilayah dunia, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ
ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا
یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا
تَزِرُ وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ
مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ
قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا
فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی
بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ
عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa
telah mendapat petunjuk maka
sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah
dirinya, dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu
hanya kemudaratan atas dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul
beban orang lain. Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang
rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan
suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan
yang saleh, tetapi mereka durhaka di
dalamnya, maka berkenaan dengan kebinasaan
kota itu firman Kami menjadi sempurna
lalu Kami menghancur-leburkannya.
Dan betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, dan
cukuplah Tuhan engkau Maha Mengetahui, Maha
Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,15 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar