Senin, 14 Januari 2013

Pembukaan "Rahasia-rahasia Gaib" Allah Swt. Melalui Pengutusan Rasul Allah & Lembaga-lembaga Fatwa Buatan Manusia




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 35

Pembukaan Rahasia-rahasia Gaib Allah Swt. Melalui Pengutusan Rasul Allah
&
Lembaga-lembaga Fatwa Buatan Manusia
  
Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam  bagian akhir Bab  sebelumnya telah  dijelaskan mengenai firman Allah berkenaan pendakwaan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai  satu-satunya kaum yang akan masuk surga, sedangkan kaum-kaum atau umat beragama lainnya adalah calon-calon  penghuni neraka, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَنۡ یَّدۡخُلَ الۡجَنَّۃَ اِلَّا مَنۡ کَانَ ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی ؕ تِلۡکَ اَمَانِیُّہُمۡ ؕ قُلۡ ہَاتُوۡا بُرۡہَانَکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾     بَلٰی ٭  مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ  لِلّٰہِ وَ ہُوَ  مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan mereka berkata:  Tidak akan pernah ada yang akan masuk surga, kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani.” Ini hanyalah angan-angan mereka belaka. Katakanlah: “Kemukakanlah bukti-bukti kamu, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.” Tidak demikian, bahkan yang benar ialah  barangsiapa berserah diri kepada  Allah dan ia berbuat ihsan maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:112-113).
     Orang-orang Yahudi dan Kristen kedua-duanya berkhayal kosong bahwa hanya orang Yahudi atau Kristen saja yang dapat meraih najat (keselamatan), karena menurut pengakuan mereka masing-masing mereka adalah “bangsa yang dianak-emaskan Tuhan” sebagai “anak-anak  Allah dan kekasih-Nya  (QS.5:19) dan oleh karena itu hanyalah mereka yang berhak mendapat najat (keselamatan – QS. 2:112), firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  وَ النَّصٰرٰی  نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ قُلۡ فَلِمَ یُعَذِّبُکُمۡ  بِذُنُوۡبِکُمۡ ؕ بَلۡ  اَنۡتُمۡ  بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani berkata:  Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: “Jika benar demikian mengapa Dia mengazab kamu karena dosa-dosamu? Tidak, bahkan kamu adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah Dia ciptakan.  Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan Dia mengazab siapa yang Dia kehendaki." Dan kepunyaan   Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa pun yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya-lah  kembali segala sesuatu. (Al-Māidah [5]:19).

Cara Meraih Kehidupan Surgawi di Dunia
Melalui Ajaran Islam (Al-Quran)

     Sehubungan dengan pendakwaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam ayat sebelumnya berkenaan dengan penghuni surga (QS.2:112),   pada ayat selanjutnya Allah Swt.  dengan tegas menolak pendakwaan mereka itu serta mengemukakan satu-satunya cara untuk meraih kehidupan surgawi di dunia dan di akhirat nanti  melalui ajaran Islam (Al-Quran), firman-Nya:
بَلٰی ٭  مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ  لِلّٰہِ وَ ہُوَ  مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Tidak demikian, bahkan yang benar ialah  barangsiapa berserah diri  (aslama) kepada  Allah dan ia berbuat ihsan maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:113).
   Aslama artinya berserah-diri sepenuhnya kepada Allah Swt. (QS.2:131-136; QS.2:209). Wajh berarti: wajah (muka); benda itu sendiri; tujuan dan motif; perbuatan atau tindakan yang kepadanya seseorang menujukan perhatian; jalan yang diinginkan, anugerah atau kebaikan (Aqrab-ul-Mawarid).
      Ayat ini memberi isyarat kepada ketiga taraf penting ketakwaan sempurna, yaitu: (1) fana (menghilangkan diri), (2)  baqa (kelahiran kembali), dan (3)  liqa (memanunggal dengan Allah Swt.).  Kata-kata aslama “berserah diri kepada Allah” berarti  segala kekuatan dan anggota tubuh orang-orang beriman,  dan apa-apa yang menjadi bagian dirinya, hendaknya diserahkan kepada Allah Swt. seutuhnya dan dibaktikan kepada-Nya (QS.6:162-164). Keadaan itu dikenal sebagai fana atau kematian yang harus ditimpakan seorang Muslim atas dirinya sendiri.
    Anak-kalimat kedua “dan ia berbuat ihsan” menunjuk kepada keadaan baqa atau kelahiran kembali, sebab bila seseorang telah melenyapkan dirinya (fana) dalam cinta Ilahi dan segala tujuan serta keinginan duniawi telah lenyap,   ia seolah-olah dianugerahi kehidupan baru yang dapat disebut baqa atau kelahiran kembali, maka ia hidup untuk Allah Swt.   dan bakti kepada umat manusia.
     Kata-kata penutup – tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih   -- menjelaskan taraf kebaikan ketiga dan tertinggi — yaitu taraf liqa atau memanunggal (menyatu) dengan Allah Swt.  yang dalam Al-Quran (QS.89:28) disebut pula “jiwa yang tenteram” atau nafs muthma’innah, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾   ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾   فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.  Maka masuklah dalam golong-an hamba-hamba-Ku,   dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [98]:28-31) 
  Nafs al-Mutmainnah  (jiwa yang tentram) merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.

Tiga Tingkatan Suluk (Perjalanan Ruhani)
Menuju Perjumpaan (Liqa) dengan Allah Swt.

  Jadi,  pada firman Allah Swt. dalam QS.2:113 sebelumnya,  tingkat aslama (berserah diri)  atau fana fillāh merupakan   tingkat  pertama dari 3 tingkat  suluk (perjalanan) menuju  perjumpaan dengan Allah Swt. di dalam kehidupan dunia ini juga, yakni liqa-illāh (bertemu dengan Allah Swt.)  setelah melalui tingkat kedua yaitu  baqa  (kelahiran kembali), firman-Nya:
بَلٰی ٭  مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ  لِلّٰہِ وَ ہُوَ  مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Tidak demikian, bahkan yang benar ialah  barangsiapa berserah diri  (aslama) kepada  Allah dan ia berbuat ihsan maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:113).
     Penjelasan Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut erat kaitannya dengan jawaban Allah Swt. terhadap pernyataan orang-orang Arab gurun yang berkata: āmannā (kami telah beriman),  menurut Allah Swt.  karena mereka baru pada tahan mengikrarkan Dua Kalimah Syahadat, karena itu seharusnya mereka berkata “aslamna” (kami telah Muslim), firman-Nya:
قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ  قُوۡلُوۡۤا  اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ  قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  اِنَّمَا  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ  شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ ہَدٰىکُمۡ  لِلۡاِیۡمَانِ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾   اِنَّ  اللّٰہَ  یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Orang-orang Arab gurun berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman,   tetapi katakanlah:  Aslamnā -- Kami telah berserah diri’, karena keimanan belum masuk ke dalam hati kamu.”  Tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari amal-amal kamu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.   Sesungguhnya orang beriman adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan terus berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.  Mereka itulah orang-orang yang benar.  Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan (memberitahukan) kepada Allah tentang agamamu? Padahal  Allah mengetahui apa yang ada di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  Mereka mengira telah memberi anugerah  kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islam. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, bahkan Allah-lah Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, jika kamu orang-orang yang benar.”  Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurāt 49]:15-19).

Masalah Keimanan Bukan Urusan
Lembaga Fatwa  Buatan Manusia

      Kembali kepada firman-Nya dalam QS.2:214  sebelum ini  mengenai  makna bahwa manusia merupakan  satu umat  dan  masalah berbagai  perselisihan yang terjadi di antara mereka, firman-Nya:
کَانَ النَّاسُ اُمَّۃً  وَّاحِدَۃً ۟ فَبَعَثَ اللّٰہُ النَّبِیّٖنَ مُبَشِّرِیۡنَ وَ مُنۡذِرِیۡنَ  ۪ وَ اَنۡزَلَ مَعَہُمُ  الۡکِتٰبَ بِالۡحَقِّ لِیَحۡکُمَ بَیۡنَ النَّاسِ فِیۡمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ ؕ وَ مَا اخۡتَلَفَ فِیۡہِ اِلَّا الَّذِیۡنَ اُوۡتُوۡہُ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ۚ فَہَدَی اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَا اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ مِنَ الۡحَقِّ بِاِذۡنِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ  یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Manusia dahulunya merupakan satu umat, lalu Allah mengutus nabi-nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Dia menurunkan beserta mereka Kitab dengan  haq, supaya Dia menghakimi di antara manusia dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, dan sekali-kali tidak ada yang memperselisihkannya kecuali orang-orang yang diberi Alkitab itu sesudah Tanda-tanda yang nyata datang kepada mereka, karena  kedengkian di antara mereka. Lalu Allah dengan izin-Nya telah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran yang mereka perselisihkan itu, dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. (Al-Baqarah [2]:214).
     Jelaslah, bahwa apabila Allah Swt. menghakimi atau memberi keputusan di kalangan umat manusia yang berselisih mengenai kemusyrikan mereka atau pun mengenai perselisihan yang terjadi di kalangan umat beragama serta sekte-sekte agama, tidak pernah diserahkan kepada lembaga-lembaga pembuat fatwa buatan manusia – seperti MUI, MUIS, dll. – melainkan selalu dengan perantaraan rasul Allah,  demikian pula halnya di Akhir Zaman ini (QS.7:35-37; QS.61:10), firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
     Maksud firman Allah Swt. dalam ayat ini adalah  bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman.
    Inilah sebabnya dalam Qs.49:15 sebelumnya Allah Swt. telah  mencela orang-orang Arab gurun yang  berkata “āmanna  --  kami telah beriman”, menurut Allah Swt. seharusnya  mereka berkata aslamnā (kami telah Islam/muslim), karena mereka belum memiliki keimanan yang hakiki sebagaimana yang diterangkan oleh ayat selanjutnya (QS.49:16).

Makna “Allah Memilih Rasul-Nya”  &
Pembukaan  Hal-hal Gaib Allah Swt.

     Kata-kata “Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. .   sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan.
   Demikian juga di Akhir Zaman ini untuk menghakimi atau memberi keputusan  berbagai macam perselisihan yang terjadi di kalangan umat manusia  dan umat beragama,  Allah Swt. telah menubuatan mengenai kedatangan Rasul Akhir Zaman, yang mengenai  kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan, padahal orangnya sama – seakan-akan kedatangannya merupakan kedatangan para rasul Allah (QS.77:12) --  karena hanya kepada rasul Allah sajalah Allah Swt. memberitahukan hal-hal gaib yang ada di hadirat-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾   اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).

Turunnya Azab Ilahi Akibat Mendustakan
dan Menentang Rasul Allah

  Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, sedangkan  rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat (QS.15:17-19; QS.37:7-11; QS.67:6; QS.72:9-10), sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
Jadi, wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka kepada umat manusia.
Makna lain dari kalimat “sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka” dapat mengisyaratkan kepada dukungan para malaikat Allah Swt. demi kesuksesan missi suci rasul Allah, termasuk dukungan malaikat-malaikat yang  bertugas mengendalikan kekuatan-kekuatan alam ini.
 Itulah sebabnya apabila rasul Allah dan orang-orang yang beriman kepadanya terus menerus didustakan dan dizalimi oleh para penentangnya maka berbagai bentuk azab Ilahi akan menimpa umat manusia, seperti yang   terjadi di Akhir Zaman ini di berbagai wilayah dunia, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾   وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾  وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya,  dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya,  dan  tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kebinasaan kota itu firman Kami menjadi sempurna  lalu Kami menghancur-leburkannya.  Dan betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, dan cukuplah Tuhan engkau Maha Mengetahui,  Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,15 Januari 2013






Tidak ada komentar:

Posting Komentar