بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 32
Rasul Allah Adalah Pelaksana Penghakiman
Allah Swt.
Pada “Hari Keputusan“ di Dunia
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai kegagalan upaya-upaya memadamkan api Tauhid Ilahi yang dinyalakan
oleh Nabi Besar Muhammad saw., melalui
berbagai upaya “mulut” mereka -- baik di masa awal pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. di wilayah Arabia
(QS.9:30-33) mau pun di masa kedatangan beliau saw. secara ruhani di Akhir Zaman ini dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s. – firman-Nya:
یُرِیۡدُوۡنَ لِیُطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ اللّٰہُ مُتِمُّ
نُوۡرِہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿۸﴾ ہُوَ
الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿۹﴾
Mereka berkehendak memadamkan Cahaya Allah dengan
mulut mereka tetapi Allah akan menyempurnakan Cahaya-Nya,
walaupun orang-orang kafir tidak
menyukai. Dia-lah Yang mengutus
Rasul-Nya dengan petunjuk dan
dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
menyukai (Ash-Shaf [61]:9-10).
Pewarisan “Negeri yang Dijanjikan” di Akhir Zaman
Nabi
Besar Muhammad Saw. mau pun Al-Quran telah berulang-ulang disebut “Cahaya
Allah” oleh Allah Swt. dalam Al-Quran (QS.4:175; QS.5:16-17; QS.7:158;
QS.64:9), sehingga Allah Swt. telah menyebut beliau saw. sebagai “nur di atas nur “(QS.24:36) serta
menyebut beliau saw. “matahari yang
memancarkan cahaya cemerlang” (QS.33:46-48).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat
bahwa QS.61:10 tersebut kena untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab di zaman
beliau semua agama muncul dan para pemuka agama-agama tersebut
berlomba-lomba untuk menyebarkan agama mereka masing-masing, namun keunggulan Islam di atas semua agama tersebut melalui perjuangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Al-Masih Mau’ud a.s., dan para Khalifatul-Masih
akan menjadi kepastian, walau pun tabligh Islam dilakukan tanpa paksaan
dan kekerasan, dan sekali pun Jemaat Ahmadiyah terus menerus mendapat
berbagai perlakuan zalim dari berbagai pihak yang sangat tidak menyukai (membanci) keberadaan Jemaat Ilahi tersebut.
Insya Allah, pada akhirnya janji Allah Swt. mengenai pewarisan “negeri yang dijanjikan” – Kanaan atau
Palestina – akan menjadi kenyataan, sebagai bukti bahwa yang dimaksud dengan “hamba-hamba Allah yang shaleh” yang benar-benar berpegang-teguh
pada Tauhid
Ilahi di Akhir Zaman ini adalah umat
Islam kalangan Jemaat Ahmadiyah
(QS.98:1-9), firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا لِّقَوۡمٍ عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menuliskan dalam Kitab
Zabur sesudah pemberi peringatan itu, bahwa negeri itu akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih. Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah.
Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Katakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan
kepadaku, bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya kamu
berserah diri” (Al-Anbiya [21]:106-109).
Sunatullah yang Tidak Pernah
Berubah
Pewarisan “negeri yang dijanjikan”
kepada umat Islam melalui perjuangan suci Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Al-Masih
Mau’ud a.s. dan Jemaat
Ahmadiyah di bawah pimpinan para Khalifatul Masih tersebut, sesuai dengan Sunnatullah (Sunah Allah) yang tidak
akan pernah berubah, yakni melalui perjuangan Rasul Allah yang kedatangannya
di Akhir Zaman ini dijanjikan Allah Swt. kepada semua
pengikut agama-agama dengan nama
(sebutan) yang bermacam-macam tetapi orangnya
satu (QS.77:1-12) dan itu adalah Pendiri Jemaat Ahmadiyah, yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s..
Dari sekian banyak bukti-bukti atau tanda-tanda
kebenaran pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Rasul Akhir Zaman adalah didustakan serta ditentang secara zalim oleh
semua pihak yang merasa dirugikan
oleh pengutusan beliau sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s., sesuai dengan firman Allah dalam
Surah Ash-Shāffāt – yang merupakan pokok pembahasan dalam Blog ini -- firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad Saw. yang
telah berhasil membentuk satu jamaah
orang-orang bertakwa yang
hakiki, yakni para Sahabat r.a., yang
bahkan Nabi Besar Muhammad saw. sendiri merasa takjub terhadap mereka:
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ اَہُمۡ اَشَدُّ
خَلۡقًا اَمۡ مَّنۡ خَلَقۡنَا ؕ اِنَّا خَلَقۡنٰہُمۡ مِّنۡ طِیۡنٍ لَّازِبٍ ﴿﴾ بَلۡ عَجِبۡتَ وَ یَسۡخَرُوۡنَ ﴿۪﴾ وَ اِذَا ذُکِّرُوۡا لَا یَذۡکُرُوۡنَ ﴿۪﴾ وَ اِذَا رَاَوۡا
اٰیَۃً یَّسۡتَسۡخِرُوۡنَ ﴿۪﴾ وَ قَالُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ
اِلَّا سِحۡرٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۚۖ﴾ ءَ اِذَا مِتۡنَا وَ کُنَّا تُرَابًا وَّ
عِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ ﴿ۙ﴾ اَوَ اٰبَآؤُنَا الۡاَوَّلُوۡنَ ﴿ؕ﴾ قُلۡ نَعَمۡ وَ
اَنۡتُمۡ دَاخِرُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فَاِنَّمَا ہِیَ زَجۡرَۃٌ
وَّاحِدَۃٌ فَاِذَا ہُمۡ
یَنۡظُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا یٰوَیۡلَنَا ہٰذَا یَوۡمُ
الدِّیۡنِ ﴿﴾ ہٰذَا یَوۡمُ الۡفَصۡلِ الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿٪﴾
Maka tanyakanlah
kepada mereka, apakah mereka yang lebih sukar diciptakan ataukah orang lainnya yang telah Kami ciptakan?
Sesungguhnya Kami telah menciptakan
mereka dari tanah liat
lengket. Bahkan engkau merasa takjub, sedangkan
mereka berolok-olok Dan apabila mereka diperingatkan, mereka tidak
memperhatikan. Dan apabila mereka melihat
suatu Tanda, mereka memperolok-oloknya.
Dan mereka berkata, ”Ini tidak lain melainkan sihir
yang nyata. Apakah apabila kami telah mati dan sudah
menjadi debu dan tulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan lagi? Apakah juga bapak-bapak kami dahulu? Katakanlah: “Ya, dan kamu akan menjadi
terhina.” Maka sesungguhnya saat kebangkitan
itu hanya dengan sebuah
teriakan maka tiba-tiba mereka akan
bangkit lagi dan mulai dapat melihat. Dan mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Inilah Hari Pembalasan.” Dia
berfirman: ”Inilah Hari Keputusan yang kamu selalu
mendustakannya.” (Ash-Shāffāt [37]:12-22).
Hari Kebangkitan dan Hari Keputusan
Di Dunia melalui Pengutusan Rasul Allah
Memang benar bahwa Hari Keputusan yang hakiki mengenai semua amal perbuatan dan berbagai kepercayaan serta agama
yang dianut manusia di dunia ini – yang di
berkenaannya mereka saling berselisih
sehingga terjadi perpecahan dan pertentangan di kalangan mereka dan saling
mengkafirkan -- akan terjadi pada Hari
Penghisaban di alam akhirat nanti, akan tetapi di dunia ini juga ada semacam Hari
Kebangkitan dan Hari Keputusan pula yaitu pada masa
kedatangan para Rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan di kalangan Bani
Adam (QS.7:35-36).
Hari
Kebangkitan dan Hari Keputusan terbesar
yang terjadi di dalam kehidupan manusia di dunia ini adalah pada saat Allah
Swt. membangkitkan Nabi Besar Muhammad Saw. atau Nabi yang seperti Musa (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) Roh
Kebenaran (Pariklutos/Penghibur)
atau Emeth
atau Ahmad
(QS.61:6-7), yang akan mengajak manusia
kepada “seluruh kebenaran” -- yaitu agama Islam (Injil Yahya/Yohanes
16:12-14; QS.5:4) -- karena Nabi Besar
Muhammad saw. adalah “Dia
yang datang dalam nama Tuhan”
sebagaimana dikatakan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Matius 23:37-39).
Allah Swt. menyebut Hari Keputusan terbesar
di masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut Lailatul-Qadar (Malam Takdir – QS.97:1-6; QS.44:1-7)
karena pada masa pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. proses penyempurnaan hukum-hukum syariat telah mencapai puncak kesempurnaannya berupa
agama Islam (Al-Quran –
QS.5:4) -- sedangkan
pada masa pengutusan Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa ibnu
Maryam a.s. syariat terakhir dan tersempurna
yang dijanjikan Allah Swt. tersebut belum dapat wahyukan Swt., karena sampai masa itu umat manusia, termasuk
Bani Israil, belum siap “memikulnya”
(QS.7:144; Yahya 16:12-14), yang siap memikulnya adalah Insan
Kamil (manusia sempurna) yaitu Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.33:73-74) yang bergelar Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41).
Atas dasar kenyataan itulah Allah Swt.
telah menyatakan dalam Al-Quran
bahwa barangsiapa mencari agama
selain agama Islam (Al-Quran) setelah pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw. maka agama itu tidak akan diterima dari mereka dan mereka di akhirat akan menjadi orang-orang
yang rugi (QS.3:86), karena agama
yang benar di sisi Allah adalah agama
Islam (Al-Quran – QS.3:30), sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), firman-Nya:
اِنَّ الدِّیۡنَ عِنۡدَ
اللّٰہِ الۡاِسۡلَامُ ۟ وَ مَا اخۡتَلَفَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا
مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ
بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ سَرِیۡعُ
الۡحِسَابِ ﴿﴾
Sesungguhnya
agama yang benar di sisi Allah adalah
Islam, dan sekali-kali tidaklah
berselisih orang-orang yang diberi Kitab melainkan setelah ilmu datang kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Dan barang-siapa kafir kepada Tanda-tanda Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat dalam meng-hisab. (Ali
‘Imran [3]:20).
Semua
agama senantiasa menanamkan kepercayaan Tauhid Ilahi dan kepatuhan kepada kehendak-Nya, namun demikian hanya dalam Islam sajlah paham kepatuhan kepada kehendak
Ilahi mencapai kesempurnaan, sebab
kepatuhan sepenuhnya meminta pengejewantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt. dan hanya pada Islam sajalah pengenjewantahan demikian telah terjadi.
Jadi dari semua tatanan keagamaan
hanya Islam yang berhak disebut agama Tuhan pribadi (agama Allah) dalam
arti yang sebenarnya.
Semua agama yang benar, lebih atau
kurang, dalam bentuknya yang asli
adalah agama Islam, dan para
pengikut agama-agama itu adalah Muslim
dalam arti kata secara harfiah (QS.22:79), tetapi nama Al-Islam
tidak diberikan sebelum tiba saat bila proses penyempurnaan hukum-hukum agama menjadi lengkap dalam segala ragam seginya (QS.2:107), karena nama itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai
kesempurnaan dalam Al-Quran (QS.5:4).
Pentingnya
Memeluk Agama Islam
Bersadarkan pengertian makna Islam
itulah Allah Swt. dalam ayat
lain berfirman mengenai pentingnya umat manusia untuk memeluk agama
Islam yang diwahyukan Allah Swt.
kepada Nabi Besar Muhammad saw. – yakni Paraclete (Roh Kebenaran – Yohanes 16:12-14)-- firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّبۡتَغِ غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ
وَ ہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ کَیۡفَ یَہۡدِی اللّٰہُ قَوۡمًا
کَفَرُوۡا بَعۡدَ اِیۡمَانِہِمۡ وَ شَہِدُوۡۤا اَنَّ الرَّسُوۡلَ حَقٌّ وَّ جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan barangsiapa mencari agama yang bukan agama
Islam, maka agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan
di akhirat ia termasuk orang-orang yang
rugi. Bagaimana mungkin Allah
akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman,
dan mereka telah menjadi saksi pula
bahwa sesungguhnya rasul itu benar, dan juga telah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang
zalim.(Ali ‘Imran [3]86-87).
Tentu saja suatu kaum yang mula-mula beriman kepada kebenaran seorang nabi Allah dan menyatakan keimanan mereka kepada nabi itu secara
terang-terangan dan menjadi saksi
atas Tanda-tanda Ilahi yang
menyertainya, tetapi kemudian menolaknya
karena takut kepada manusia atau karena pertimbangan duniawi lainnya, mereka
kehilangan segala hak untuk mendapat lagi petunjuk
kepada jalan yang lurus. Atau, ayat
itu dapat pula mengisyaratkan kepada mereka yang beriman kepada para nabi
terdahulu tetapi menolak Nabi Besar Muhammad Saw..
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,12 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar