بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 30
Makna "Bekas
Sujud Pada Wajah" &
Empat Martabat Nikmat Keruhanian
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai tantangan
melakukan mubahalah (pertandingan doa)
yang diajukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. kepada delegasi orang-orang Kristen dari Najran,
sebagai satu-satunya cara yang paling aman untuk membuktikan benar-tidaknya ketuhanan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang
dipercayai mereka (QS.3:62), namun
mereka menolak tantangan
tersebut, hal itu merupakan salah satu bukti bahwa ajaran Islam (Al-Quran) yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad
Saw. tidak menyukai cara-cara kekerasan
dan pemaksaan kehendak (QS.5:4; QS.9:6), firman-Nya:
لَاۤ اِکۡرَاہَ فِی الدِّیۡنِ ۟ۙ قَدۡ
تَّبَیَّنَ الرُّشۡدُ مِنَ الۡغَیِّ ۚ فَمَنۡ یَّکۡفُرۡ بِالطَّاغُوۡتِ وَ
یُؤۡمِنۡۢ بِاللّٰہِ فَقَدِ اسۡتَمۡسَکَ بِالۡعُرۡوَۃِ الۡوُثۡقٰی ٭ لَا
انۡفِصَامَ لَہَا ؕ وَ اللّٰہُ سَمِیۡعٌ
عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Tidak ada paksaan dalam agama. Sungguh jalan benar itu nyata bedanya dari
kesesatan, karena itu barangsiapa
kafir kepada thāghūt dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada suatu
pegangan yang sangat kuat lagi tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:257).
Bahkan dalam situasi peperangan pun ajaran Islam (Al-Quran) melarang melakukan paksaan terhadap pihak lawan yang tetap lebih menyukai kemusyrikan daripada Tauhid Ilahi, firman-Nya:
وَ اِنۡ اَحَدٌ مِّنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ اسۡتَجَارَکَ فَاَجِرۡہُ حَتّٰی یَسۡمَعَ کَلٰمَ اللّٰہِ ثُمَّ اَبۡلِغۡہُ مَاۡمَنَہٗ ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ قَوۡمٌ لَّا یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Dan jika salah
seorang di antara orang-orang musyrik
meminta perlindungan kepada engkau,
berilah dia perlindungan hingga dia dapat mendengar firman Allah,
kemudian bila tidak cenderung untuk beriman sampaikanlah
dia ke tempatnya yang aman, hal itu karena mereka kaum yang tidak mengetahui. (At-Taubah [9]:6).
Ayat ini dengan jelas
membuktikan kenyataan bahwa perang
terhadap kaum musyrik dilancarkan,
bukan dengan tujuan memaksa mereka
memeluk Islam, sebab menurut ayat
itu, bahkan di masa berlakunya keadaan
perang pun, orang-orang musyrik diizinkan
datang ke perkemahan atau markas orang-orang Islam, jika mereka
ingin menyelidiki kebenaran.
Kemudian, setelah kebenaran itu diajarkan
kepada mereka dan mereka telah mengenal ajaran
Islam, mereka harus diantarkan ke tempat keamanan mereka, seandainya mereka tidak merasa cenderung untuk memeluk
Islam. Di hadapan ajaran-ajaran
yang begitu jelas, sangatlah tidak adil melancarkan tuduhan bahwa Islam tidak
toleran atau mempergunakan kekerasan,
atau membiarkan — seolah-olah tidak
melihat — kekerasan dipakai sebagai alat
tablighnya.
Tanda Orang-orang yang “Bersama”
Nabi Besar Muhammad Saw.
Kalimat
asyiddā-u ‘alal-kuffār -- mereka
keras terhadap orang-orang kafir” dalam firman Allah Swt. berikut ini sama
sekali tidak berarti boleh melakukan paksaan dan kekerasan dalam mendakwahkan agama
Islam, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ
الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih-sayang di
antara mereka, engkau melihat mereka rukuk
serta sujud mencari karunia
dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat
pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat,
kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Ar-Rūm [48]:30).
Dalam firman Allah Swt. “Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan
orang-orang bersamanya sangat keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih-sayang di
antara mereka” dikemukakan dua macam ciri khas penting bagi suatu bangsa
maju dan jaya, yang berusaha
meninggalkan jejak mereka yang terpuji di atas jalur peristiwa sejarah
dunia.
Di lain tempat dalam Al-Quran (QS.5:55)
orang-orang Muslim sejati dan baik
telah dilukiskan sebagai yang baik hati
dan rendah hati terhadap orang-orang mukmin dan keras serta tegas
terhadap orang-orang kafir. Pada
kalimat selanjutnya digambarkan mengenai
tujuan peribadahan dan pengorbanan yang mereka lakukan di jalan
Allah:
تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا
یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ
“engkau melihat
mereka rukuk serta sujud
mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal
mereka terdapat pada wajah mereka dari
bekas-bekas sujud.”
Makna “ Bekas Sujud” pada Wajah &
Millat (Agama) Nabi Ibrahim a.s.
Ada pun makna dari kalimat “ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada
wajah mereka dari bekas-bekas sujud“
sama sekali tidak merujuk kepada noda
atau bercak hitam yang umumnya terdapat pada kening (jidat) orang-orang Islam yang
rajin melakukan shalat, sebagai akibat seringnya kulit kening bergesekan dengan tempat
sujud ketika melakukan melakukan sujud.
Kenapa demikian? Sebab kalau benar bahwa noda
atau bercak hitam pada kening
merupakan “ciri pengenal” yang dimaksud oleh firman Allah Swt. tersebut, tetapi
pada kenyataannya banyak pula orang-orang yang sekali pun rajin melaksanakan
shalat fardu, shalat sunat dan shalat-salat nafal (tambahan) lainnya, tetapi
pada keningnya tidak terdapat noda atau bercak hitam.
Jika noda
atau bercak-bercak hitam di wajah
benar-benar merupakan tanda dari “orang-orang yang bersama” Nabi Besar Muhammad
Saw., maka tanda-tanda seperti itu sangat rawan dimanipulasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, sebab “bekas-bekas sujud” yang hakiki, yang
merupakan tanda-tanda ketakwaan
kepada Allah Swt. bukan hal-hal yang dapat dimanipulasi
oleh manusia untuk maksud-maksud yang tidak
terpuji dan tidak bertanggungjawab,
agar dianggap sebagai orang-orang shalih
atau orang-orang yang bertakwa kepada
Allah Swt., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَتَّقُوا اللّٰہَ یَجۡعَلۡ لَّکُمۡ
فُرۡقَانًا وَّ یُکَفِّرۡ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah Dia
akan menjadikan bagimu pembeda, dan Dia
akan menghapuskan darimu keburukan-keburukan kamu, Dia akan mengampunimu, dan Allah Memiliki
karunia yang sangat besar. (Al-Anfāl [8]:30).
Furqān berarti: (1) sesuatu yang
membedakan antara yang benar dan yang salah; (2) bukti atau bahan bukti atau
dalil; (3) bantuan atau kemenangan, dan (4) fajar (Lexicon Lane). Kalimat selanjutnya merupakan akibat-akibat
lainnya dari ketakwaan yang akan
dianugerahkan Allah Swt. kepada
orang-orang yang bertakwa, yaitu: (1)
kelemahan-kelemahan akhlak dan ruhani mereka akan lenyap, (2) mendapat
pengampunan (maghfirah) Allah Swt. dalam berbagai langkahnya di jalan Allah
dari berbagai kelemahan; (3) akan memperoleh karunia-karunia lain yang Allah Swt. kehendaki bagi mereka.
Lagi pula kata yang dipakai dalam ayat
tersebut adalah wujūh (wajah-wajah) -- bukan kening (jidat) – artinya seluruh bagian muka (wajah – QS.3:107; QS.10:27-28; QS.14:51; QS.23:105; QS.39:61;
QS.68:44;QS.80:39-43; QS.88:3-11), bahkan dapat pula mengisyaratkan kepada
seluruh tubuh seseorang. Itulah
sebabnya Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyebut para pemuka kaum (mala-a
QS.10:89) pun dengan sebutan wujūh pula (QS.4:48; QS.17:8).
Demikian pula yang dimaksud dengan kata ruku dan
sujud pada kalimat “dari
bekas-bekas sujud” bukanlah posisi ruku’
dan sujud
dalam shalat, melainkan sujud mengisyaratkan kepada penyerahan diri total kepada Allah Swt., sehubungan dengan hal tersebut dalam ayat
lain Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad Saw.:
قُلۡ اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ
رَبِّیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ
دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ اِبۡرٰہِیۡمَ
حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّ صَلَاتِیۡ وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ لِلّٰہِ
رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Tuhan-ku kepada
jalan lurus, agama yang teguh, agama
Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah
dari orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, kehidupan-ku, dan kematianku hanyalah untuk Allah, Tuhan
seluruh alam; Tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah
aku diperintahkan, dan akulah orang pertama yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164).
Mengenai sikap hidup Nabi Ibrahim a.s. dalam
menjalani kehidupan beliau di jalan Allah Swt – yang disebut millat
Nabi Ibrahim a.s. atau sikap
hidup Ibrahim Nabi Ibrahim a.s. --
Allah Swt. berfirman:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ اِبۡرٰہٖمَ اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ؕ
Dan siapakah yang berpaling dari agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri?
Dan sungguh Kami benar-benar telah me-milihnya di dunia
dan sesungguhnya di akhirat pun dia
termasuk orang-orang yang saleh. Ingatlah
ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya: “Berserah
dirilah”, ia berkata: ”Aku telah berserah diri kepada Tuhan
seluruh alam.” Dan Ibrahim
mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub
seraya berkata: “Hai
anak-anakku, sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan berserah diri.” (Al-Baqarah [2]:131-133).
Aslim atau Sujud Sempurna Nabi Besar Muhammad Saw.
Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud
dengan kata “sujud” pada kalimat “ciri-ciri pengenal mereka tampak dari dari bekas-bekas sujud”
(QS.48:30) adalah sebutan lain dari kata “aslim”
(berserah-diri sepenuhnya) kepada Allah Swt., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِی السِّلۡمِ کَآفَّۃً
۪ وَ لَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّیۡطٰنِ ؕ اِنَّہٗ لَکُمۡ عَدُوٌّ
مُّبِیۡنٌ ﴿﴾ فَاِنۡ زَلَلۡتُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡکُمُ الۡبَیِّنٰتُ
فَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke
dalam kepatuhan seutuhnya dan janganlah
mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya
ia adalah musuh yang nyata bagi kamu.
Tetapi jika kamu tergelincir
sesudah datang kepadamu Tanda-tanda yang nyata, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Al-Baqarah [2]:209).
Kembali kepada
firman Allah Swt. sebelumnya kepada Nabi Besar Muhammad Saw.:
قُلۡ اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ
رَبِّیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ
دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ اِبۡرٰہِیۡمَ
حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّ صَلَاتِیۡ وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ لِلّٰہِ
رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Tuhan-ku
kepada jalan lurus, agama yang teguh, agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, kehidupan-ku, dan kematianku hanyalah untuk Allah, Tuhan
seluruh alam; Tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah
aku diperintahkan, dan akulah orang pertama yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164).
Shalat, korban, hidup, dan mati meliputi
seluruh bidang amal perbuatan
manusia, dan Nabi Besar Muhammad Saw. disuruh menyatakan bahwa semua segi kehidupan di dunia ini
dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt. semua amal ibadah beliau dipersembahkan
kepada Allah Swt., semua pengorbanan dilakukan beliau saw. untuk Dia; segala penghidupan dihibahkan beliau
saw. untuk berbakti kepada-Nya, maka
bila di jalan agama beliau mencari maut (kematian), itu pun guna meraih keridhaan-Nya.
Aslim
(kepatuh-taatan) sempurna atau sujud sempurna yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim a.s. kepada Allah Swt. itu
pulalah yang menyebabkan beliau dijadikan Allah Swt. sebagai imam
bagi umat manusia, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah maka
dilaksanakannya sepenuhnya. Dia
berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau imam bagi
manusia.” Ia, Ibrahim, berkata: “Dan
jadikanlah juga imam dari kalangan keturunanku.” Dia ber-firman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah
[2]:125).
Empat Martabat Nikmat Keruhanian
Jadi, kembali kepada makna wujuh (wajah) sujud dalam kalimat “ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas
sujud” dalam Qs.48:30
maksudnya adalah ketakwaan
kepada Allah Swt., sebagai buah (hasil) dari mentaati
secara sempurna Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad Saw. (QS.3:3:32; QS.33:33),
sehingga mereka disebut “orang-orang yang
beserta” Nabi Besar Muhammad Saw. dalam awal ayat tersebut, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ
الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی
الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ بَیۡنَہُمۡ
تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا
یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ
وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ
وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih-sayang di
antara mereka, engkau melihat mereka rukuk
serta sujud mencari karunia
dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat
pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud….. (Ar-Rūm [48]:30).
Mengisyaratkan
kepada tanda kebesertaan mereka
dengan Nabi Muhammad saw. dari segi keruhanian
itu pulalah firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ
الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ۶۹﴾ ذٰلِکَ
الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah
dan Rasul ini maka mereka akan
termasuk di antara orang-orang
yang Allah memberi
nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang
shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang
Maha Mengetahui. (Al-Nisā [4]:70-71).
Ayat ini sangat penting sebab ia
menerangkan semua jalur kemajuan ruhani
yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syuhada
(saksi-saksi)dan shalih-shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad Saw.
(QS.3:32; QS.33:22).
Hal ini merupakan kehormatan khusus
bagi Nabi Besar Muhammad Saw. semata. Tidak ada nabi lain menyamai
beliau dalam perolehan nikmat ini.
Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi
secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para
rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq
dan saksi-saksi (syuhada) di sisi
Tuhan mereka” (QS.57: 20).
Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa,
kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid,
dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Rasulullāh saw. dapat
naik ke martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang
mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman dalam empat golongan dalam ayat ini, dan
telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah
dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan
tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan
khusus. Kenabian khusus, yakni
kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi
kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
Kesimpulan Makna “Bekas-bekas Sujud”
dan “Wujūh” Yang
Hakiki
Demikianlah makna hakiki tentang “bekas-bekas sujud” yang terdapat wujūh
(wajah-wajah) “orang-orang yang bersama”
Nabi Besar Muhammad Saw. (QS.48:30), hal tersebut sama sekali tidak ada
hubungannya dengan noda atau bercak hitam yang terdapat pada jidat yang keberadaannya dapat direkayasa -- yang juga dimiliki
oleh orang-orang yang menyukai tindakan pemaksaan dan kekerasan dalam masalah agama, yang bertentangan dengan ajaran Islam dan Sunnah
Nabi Besar Muhammad Saw., sehingga merusak citra
suci ajaran Islam (Al-Quran) dan uswatun hasanah dan Nabi Besar Muhammad Saw..
Tindakan-tindakan pemaksaan dan kekerasan
yang dilakukan mereka atas nama agama
Islam itu memberi peluang besar
kepada orang-orang sejenis Nakoula
Basseley Nakoula, pembuat film INNOCENCE
OF MUSLIMS, atau pembuat karikatur-karikatur atau pun para
pembuat artikel-artikel yang menghina Nabi Besar Muhammad saw. untuk terus berkarya
-- yang terbaru adalah publikasi penghinaan berupa kartun Nabi Muhammad
oleh majalah Satir Perancis "Charlie Hebdo" -- karena kedunguan (innocent) mereka
sendiri, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ
الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی
الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ بَیۡنَہُمۡ
تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا
یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih-sayang di
antara mereka, engkau melihat mereka rukuk
serta sujud mencari karunia
dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat
pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat, dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat,
kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada ba-tangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Ar-Rūm [48]:30).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar