Senin, 11 Februari 2013

Imam Mahdi a.s. "Hakaman 'Adlan" (Hakim yang Adil), Bukan Imam Mahdi "Penumpah Darah"





      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 




Bab 42


     Imam Mahdi a.s. – Hakaman ‘Adlan (Hakim yang Adil)

Bukan Imam Mahdi “Penumpah Darah

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya telah  dijelaskan tentang kesuksesan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “suri teladan terbaik” (QS.33:22) dalam berbagai  posisi  kehidupan  manusia, di antaranya ketika beliau  saw. diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak (kaum jahiliyah) beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur. Beliau  saw. bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Nabi Besar Muhammad saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin. Sebagaimana tergambar dalam komentar seorang penulis Non-Muslim berikut ini:
Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muham-madanism” karya Bosworth Smith).
     Dalam Surah Ash-Shāffāt ayat 12-18  Allah Swt. menyatakan ketika kepada orang-orang kafir dikatakan bahwa ajaran Al-Quran yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. akan menimbulkan perubahan besar di Arabia, dan orang-orang Arab yang telah mati ruhaninya itu bukan saja akan mendapatkan kehidupan baru, malahan karena mereka sendiri telah menerima kehidupan baru, dan mereka akan memberikan kehidupan baru itu kepada orang-orang lain juga, orang-orang kafir lantas mengejek dan mencemoohkan gagasan itu dan menyebutnya igauan orang gila atau gejala yang mustahil terjadi semustahil hidupnya kembali orang yang jasadnya telah mati, firman-Nya:
فَاسۡتَفۡتِہِمۡ  اَہُمۡ اَشَدُّ خَلۡقًا اَمۡ مَّنۡ خَلَقۡنَا ؕ اِنَّا خَلَقۡنٰہُمۡ مِّنۡ طِیۡنٍ لَّازِبٍ ﴿﴾   بَلۡ عَجِبۡتَ وَ  یَسۡخَرُوۡنَ ﴿۪﴾   وَ  اِذَا  ذُکِّرُوۡا لَا  یَذۡکُرُوۡنَ ﴿۪﴾   وَ  اِذَا  رَاَوۡا  اٰیَۃً  یَّسۡتَسۡخِرُوۡنَ ﴿۪﴾   وَ  قَالُوۡۤا  اِنۡ ہٰذَاۤ   اِلَّا  سِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۚۖ﴾   ءَ اِذَا مِتۡنَا وَ کُنَّا تُرَابًا وَّ  عِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ ﴿ۙ﴾   اَوَ اٰبَآؤُنَا الۡاَوَّلُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Maka tanyakanlah kepada mereka, apakah mereka  yang lebih sukar diciptakan ataukah orang  lainnya yang telah Kami ciptakan? Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari  tanah liat lengket.   Bahkan engkau merasa takjub, sedangkan mereka berolok-olok.  Dan apabila mereka diperingatkan, mereka tidak memperhatikan. Dan apabila mereka melihat suatu Tanda, mereka memperolok-oloknya.   Dan mereka berkata,  Ini tidak  lain melainkan sihir yang nyata.  Apakah apabila kami telah mati dan sudah menjadi debu dan tulang, apakah kami benar-benar  akan dibangkitkan lagi?  Apakah juga bapak-bapak kami dahulu?” (Ash-Shāffāt [37]:12-18).
     Dalam ayat-ayat Surah Ash-Shāffāt selanjutnya Allah Swt.  menjawab penolakan keras orang-orang kafir terhadap gejala kebangkitan ruhani melalui pengutusan rasul Allah tersebut,  dengan pernyataan lebih keras lagi, bahwa hal demikian itu pasti akan terjadi dan mereka akan mengalami kenistaan dan kehinaan, firman-Nya:
 قُلۡ  نَعَمۡ  وَ  اَنۡتُمۡ  دَاخِرُوۡنَ ﴿ۚ﴾   فَاِنَّمَا ہِیَ زَجۡرَۃٌ  وَّاحِدَۃٌ  فَاِذَا ہُمۡ یَنۡظُرُوۡنَ  ﴿﴾   وَ قَالُوۡا یٰوَیۡلَنَا ہٰذَا یَوۡمُ  الدِّیۡنِ ﴿﴾  ہٰذَا یَوۡمُ الۡفَصۡلِ الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿٪﴾      
Katakanlah: “Ya, dan kamu akan menjadi terhina.” Maka  sesungguhnya saat itu hanya  dengan  sebuah teriakan maka tiba-tiba mereka akan bangkit lagi dan mulai dapat melihat.  Dan  mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Inilah Hari Pembalasan. Dia berfirman:  ”Inilah Hari Keputusan  yang kamu selalu mendustakannya.” (Ash-Shaffat [37]:19-22).

Imam Mahdi Hakaman ‘Adlan (Hakim yang Adil) &
Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

    Keadaan buruk seperti itu pulalah di Akhir Zaman ini  yang akhirnya akan menimpa pihak-pihak yang mendustakan dan menentang Rasul Akhir Zaman, yang diutus Allah Swt. sebagai Hakaman ‘Adlan (Hakim yang adil), yang dengan petunjuk Allah Swt. melalui wahyu-Nya akan  memutuskan dengan benar berbagai perselisihan  yang terjadi di kalangan umat beragama, firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
Firman-Nya lagi:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدً   ﴿ۙ﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
   Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.  Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul itu membawa tugas dari Allah yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka.
    Atas atas dasar itulah Nabi Besar Muhammad Saw. telah menyebut Rasul Akhir Zaman tersebut -- selain sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)  atau   Al-Masih Mau’ud a.s. – juga sebagai Imam Mahdi a.s. -   Hakaman ‘Adlan (Hakim yang adil), bukan Imam MahdiPenumpah Darah” yang akan memutuskan perkara melalui cara-cara paksaan dan  kekerasan, sebagaimana yang secara keliru difahami, firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾   وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  Ia tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan  bagi Bani Israil. (Al-Zukhruf [43]:58-60). 

Persamaan Bani Isma’il (umat) Islam dengan
Bani Israil  (Yahudi dan Nasrani)

    Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Lawan bicara Allah Swt. dalam ayat 58  adalah Nabi Besar Muhammad saw., dan makna kalimat qaumuka (kaum engkau) adalah umat Islam, bukan  kaum musyrik Arabiya, sebab bangsa Arab jahiliyah sama sekali tidak berkepentingan dengan masalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau pun misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..
     Perlu juga dijelaskan, bahwa walau pun benar kalimat qaumuka (kaum engkau) tertuju kepada umat Islam, tetapi bukan umat Islam   di masa Nabi Besar Muhammad saw. dan di masa para Khufatur Rasyidah r.a. melainkan umat Islam di Akhir Zaman pada masa  pengutusan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.63:3-5), dalam wujud misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. (QS.43:58).
     Dengan demikian sempurnalah sabda Nabi Besar Muhammad saw. tentang adanya persamaan  -- seperti “persamaan sepasang sepatu” -- antara umat beliau saw. (umat Islam/Bani Ismail) dengan umat sebelumnya (Yahudi dan Nasrani/Bani Israil), yakni:
   (1)  Sebagaimana silsilah kenabian di kalangan Bani Israil dimulai dengan pengutusan Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.; demikian pula di kalangan Bani Ismail pun silsilah kenabian diawali dengan pengutusan misal Nabi Musa  a.s. yakni Nabi Besar Muhammad saw. (QS.46:11) dan diakhiri dengan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
     (2)   Sebagaimana pada masa kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di kalangan kaum Yahudi telah terpecah-belah dalam berbagai macam sekte atau firqah – yang utama adalah tiga golongan, yaitu:  golongan Farisi, golongan Saduki, dan golongan Essenes;  demikian pula  pada masa kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Al-Masih Mau’ud a.s.) pun,   kalangan umat Islam  dalam keadaan terpecah-belah  dalam berbagai sekte dan firqah,   yang utama ada 3 golongan yakni: Golongan Ahlus-Sunnah, golongn Syiah, dan golongan  penganut Tashawuf.
      (3)  Semua para pemuka sekte-sekte di kalangan kaum Yahudi sepakat melakukan pendustaan dengan mengeluarkan berbagai fatwa dusta dan melakukan penentangan – bahkan berupaya membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban (QS.4:158-159);  hal yang sama terjadi juga terhadap misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., sebagaiman a digambarkan  dalam   QS. 43:58-59.
      (4) Makna “tuhan-tuhan” dalam pernyataan mereka  "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?"   mengisyaratkan kefanatikan buta mereka terhadap para apa pun yang dikatakan atau difatwakan pemimpin firqah (sekte) yang menentang Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. maupun yang menentang misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman ini, berikut firman Allah Swt. mengenai hal tersebut:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾  اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾  ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipa-lingkan dari Tauhid?    Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padaha mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.    Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.  Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama walau-pun orang-orang musyrik tidak menyukainya. (At-Taubah [9]:30-33).
     ‘Uzair atau Ezra hidup pada abad kelima sebelum Masehi. Beliau keturunan Seraya, imam agung, dan karena beliau sendiri pun anggota Dewan Imam dan dikenal sebagai Imam Ezra. Beliau termasuk seorang tokoh terpenting di masanya dan mempunyai pengaruh yang luas sekali dalam mengembangkan agama Yahudi. Beliau mendapat kehormatan khas di antara nabi-nabi Israil.
     Orang-orang Yahudi di Medinah dan suatu mazhab Yahudi di Hadramaut, mempercayai beliau sebagai anak Allah. Para Rabbi (pendeta-pendeta Yahudi) menghubungkan nama beliau dengan beberapa lembaga-lembaga penting. Renan mengemukakan dalam mukadimah bukunya “History of the People of Israel” bahwa bentuk agama Yahudi yang-pasti dapat dianggap berwujud semenjak masa Ezra. Dalam kepustakaan golongan Rabbi, beliau dianggap patut jadi wahana pengemban syariat seandainya syariat itu tidak dibawa oleh Nabi Musa a.s.  Beliau bekerjasama dengan Nehemya dan wafat pada usia 120 tahun di Babil (Yewish Encyclopaedia   & Encyclopaedia Biblica).

Kemusyrikan & Perpecahan Umat Beragama

       Ahbar adalah ulama-ulama Yahudi dan Ruhban adalah para rahib agama Nasrani, sebutan-sebutan tersebut   ada juga di kalangan umat Islam, yakni golongan  ‘ulama dan golongan  sufi atau faqir yang menjadi sentral terjadinya perpecahan di kalangan umat Islam, sebagaimana yang dikemukan firman Allah Swt. berikut ini:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah,  itulah agama yang lurus,  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,    Yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan,  tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Al-Rum [30]:31-33).
        Tuhan adalah  Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri. Di dalam agama inilah seorang bayi dilahirkan akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari).
        Hanya semata-mata percaya kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan, -- yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki --  adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu shalat adalah yang harus mendapat prioritas utama.
      Penyimpangan dari agama sejati menjuruskan umat di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa di antara mereka. Kenyataan tersebut terjadi pula di kalangan umat Islam di Akhir Zaman ini, yakni terjerumus kepada sejenis “kemusyrikan  berupa  terjadinya perpecahan umat akibat “menyembah” para pemuka sekte dan firqah  di lingkungan umat Islam, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا  شِیَعًا لَّسۡتَ مِنۡہُمۡ فِیۡ شَیۡءٍ ؕ اِنَّمَاۤ  اَمۡرُہُمۡ  اِلَی اللّٰہِ ثُمَّ یُنَبِّئُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya   orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan menjadi golongan-golongan, engkau  sedikit pun tidak mempunyai kepentingan dengan mereka. Sesungguhnya  urusan mereka terserah kepada Allah, kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. (Al-An’ām [6]:160).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,12 Februari  2013


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar