Minggu, 24 Februari 2013

Gambaran "Nikmat-nikmat Surga" di Akhirat Bermakna Ruhani





      بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 



Bab 49
 


 Gambaran “Nikmat-nikmat Surga
 di Akhirat Bermakna Ruhani

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya  dijelaskan tentang  firman Allah Swt. mengenai orang-orang takabur yang menolak Tauhid Ilahi yang diajarkan oleh para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّہُمۡ  کَانُوۡۤا  اِذَا  قِیۡلَ  لَہُمۡ  لَاۤ  اِلٰہَ   اِلَّا  اللّٰہُ ۙ یَسۡتَکۡبِرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ یَقُوۡلُوۡنَ  اَئِنَّا  لَتَارِکُوۡۤا  اٰلِہَتِنَا لِشَاعِرٍ  مَّجۡنُوۡنٍ ﴿ؕ﴾   بَلۡ جَآءَ بِالۡحَقِّ وَ صَدَّقَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾   اِنَّکُمۡ  لَذَآئِقُوا  الۡعَذَابِ  الۡاَلِیۡمِ ﴿ۚ﴾   وَ مَا تُجۡزَوۡنَ  اِلَّا مَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Tidak ada tuhan selain Allah”, mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah   kami benar-benar harus meninggalkan tuhan-tuhan kami  karena  seorang  penyair gila?” Tidak demikian, bahkan ia telah datang dengan kebenaran dan telah menggenapi [kebenaran] semua rasul. Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. Dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali apa yang kamu telah kerjakan, (Ash-shāffāt [37]:36-40).

Bantahan Tuduhan Sebagai “Penyair Gila” &
Penganugerahan Nikmat-nikmat Ilahi

        Dalam ayat-ayat tersebut Abu Jahal dan kawan-kawannya telah menyebut Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “seorang penyair gila” (QS.15:7; QS.44:15; QS.68:52-53), dan mereka menganggap Al-Quran sebagai sekumpulan syair-syair gubahan beliau saw., namun dengan tegas Allah Swt. menyatakan tentang Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran: “bahkan ia telah datang dengan kebenaran dan telah menggenapi [kebenaran] semua rasul, dan untuk memperkuat pernyataan-Nya tersebut selanjutnya Allah Swt. menyatakan mengenai nasib buruk yang akan dialami oleh para penentang Nabi Besar Muhammad saw.: Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. Dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali apa yang kamu telah kerjakan (QS.37:39-40).
      Pernyataan Allah Swt. tersebut sesuai dengan Sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya  mengenai kehinaan para penentang rasul Allah dan mengenai kemenangan  rasul Allah pada akhirnya, firman-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾   کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujādilah [58]:21-22).
   Sebaliknya dengan nasib buruk para penentang rasul Allah tersebut, selanjutnya Allah Swt. dalam Surah Ash-Shāffāt  memberikan lukisan singkat mengenai nikmat-nikmat Ilahi yang dianugerahkan kepada hamba-hamba Allah yang bertakwa dan terpilih.
     Keterangan mengenai nikmat dan berkat Ilahi yang akan dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman, diikuti oleh keterangan mengenai siksaan yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang menolak kebenaran dan berbuat zalim terhadap nabi-nabi Allah, firman-Nya:
اِلَّا عِبَادَ  اللّٰہِ  الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿ ﴾   اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ  رِزۡقٌ  مَّعۡلُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فَوَاکِہُ ۚ وَ  ہُمۡ  مُّکۡرَمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾  فِیۡ   جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿ۙ ﴾  عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾
Kecuali hamba-hamba  Allah yang tulus ikhlas,  mereka  memperoleh  rezeki yang telah diketahui, buah-buahan dan mereka  dimuliakan  dalam kebun-kebun nikmat,  duduk di atas singgasana, berhadap-hadapan,  (Ash-shāffāt [37]:41-45).

Makna Mukhlishīn

     Kata mukhlashīn mengenai hamba-hamba Allah Swt. dalam  ayat tersebut  berasal dari kata  khalasha  (khalish)  yang   artinya antara lain:   murni, bersih, tidak kecampuran, jernih dan lain-lain, dan  sehubungan dengan Tauhid Ilahi kata khalish sering diterjemahkan  tulus ikhlas”. Sehubungan dengan hal itu berikut firman-Nya mengenai tugas utama pengutusan para rasul Allah yaitu mengajarkan tauhid Ilahi yang hakiki, terutama Nabi Besar  Muhammad saw. yang  dalam  firman-Nya berikut ini beliau saw. sebut sebagai “bayyinah” (bukti yang nyata):
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  لَمۡ  یَکُنِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  مِنۡ  اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی تَاۡتِیَہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ۙ﴿﴾ رَسُوۡلٌ مِّنَ اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً  ۙ﴿﴾   فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ ؕ﴿﴾  وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ  اِلَّا مِنۡۢ  بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Orang-orang kafir dari Ahli-kitab dan orang-orang musyrik- tidak akan berhenti dari kekafiran hingga datang kepada mereka bukti yang nyata, yaitu     seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci,  yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi. Dan  orang-orang yang diberi Kitab  tidak berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata, padahal mereka tidak diperin-tahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya  dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah [98]:1-6).
 Dīn dalam kalimat mukhlishīna lahu dīn berarti: ketaatan; penguasaan; perintah; rencana; ketakwaan; kebiasaan atau adat; perilaku atau tindak-tanduk (Lexicon Lane), dengan demikian sesuai dengan arti-arti kata khalasha (khalis) bahwa semuanya yang dimaksud dengan dīn --  yang juga artinya agama – bahwa semua rasul Allah, terutama sekali Nabi Besar Muhammad saw.,    menyeru semua manusia – termasuk golongan ahli Kitab dan orang-orang musyrik – untuk beribadah kepada  Allah Swt dengan “tulus ikhlas dalam ketaatan  kepada-Nya  dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus.
  Orang-orang yang pemahaman dan pengamalan agamanya seperti  itu, Allah Swt. menyebut mereka dalam Surah Ash-Shaffat  ayat 41 “hamba-hamba Allah yang mukhlis”, dan mengenai mereka itu selanjutnya Allah Swt. berfirman “mereka memperoleh  rezeki yang telah diketahui, buah-buahan dan mereka  dimuliakan dalam kebun-kebun  nikmat,   duduk di atas singgasana, berhadap-hadapan“.

Falsafah Gambaran Nikmat-nikmat Surgawi

      Sebelum lebih lanjut membahas nikmat-nikmat surgawi yang akan dianugerahkan Allah Swt. kepada “hamba-hamba-Nya yang mukhlish”, terlebih dulu akan dijelaskan mengenai hakikat nikmat-nikmat surgawi di alam akhirat, karena pada umumnya berbagai gambaran nikmat-nikmat surgawi yang dikemukakan  Allah Swt. dalam Al-Quran secara keliru telah diartikan   dalam makna harfiah (jasmani), padahal pemahaman seperti itu bertentangan dengan firman Allah Swt. dan sabda Nabi Besar Muhammad saw.. Allah Swt. berfirman mengenai nikmat-nikmat surgawi, firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾   اَفَمَنۡ کَانَ مُؤۡمِنًا کَمَنۡ کَانَ فَاسِقًا ؕؔ لَا  یَسۡتَوٗنَ ﴿﴾  اَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَہُمۡ جَنّٰتُ الۡمَاۡوٰی ۫ نُزُلًۢا بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mere-ka kerjakan. Maka apakah seorang yang beriman  sama seperti orang fasik (durhaka)? Mereka tidak sama. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh maka bagi mereka ada surga-surga tempat tinggal, sebagai jamuan untuk apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah [32]:18-20).
     Waktu  Nabi Besar Muhammad saw. menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga (jannah),  beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda – sesuai dengan pernyataan  Allah Swt. dalam ayat di atas:
Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
       Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.  Demikian juga halnya dengan gambaran siksaan di dalam neraka.
Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan.  Firman-Nya   dalam   As-Sajdah ayat 18  pun  dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Nikmat-nikmat  surgawi tersebut itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”  (As-Sajdah [32]:18).


(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 25 Februari  2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar