Sabtu, 17 November 2012

Pertolongan Tersembunyi Allah Swt. Kepada Umat Islam Dalam Perang Uhud




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab 4

Pertolongan Tersembunyi Allah Swt.
Kepada Umat Islam dalam Perang Uhud 
 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma



Dalam bagian akhir Bab III telah dijelaskan mengenai “kemenangan sementara” umat Islam dalam Perang Uhud berubah menjadi kekalahan yang sangat menyedihkan, yang nyaris menewaskan Nabi Besar Muhammad saw., akibat pelanggaran sebagian para pemanah Muslim yang ditempatkan  di bukit Uhud terhadap perintah Nabi Besar Muhammad saw. agar jangan meninggalkan pos mereka, sebelum kemenangan benar-benar diraih oleh  umat Islam,   firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَدَقَکُمُ اللّٰہُ وَعۡدَہٗۤ  اِذۡ تَحُسُّوۡنَہُمۡ بِاِذۡنِہٖ ۚ حَتّٰۤی  اِذَا فَشِلۡتُمۡ وَ تَنَازَعۡتُمۡ فِی الۡاَمۡرِ وَ عَصَیۡتُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَاۤ اَرٰىکُمۡ مَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الدُّنۡیَا وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الۡاٰخِرَۃَ ۚ  ثُمَّ صَرَفَکُمۡ عَنۡہُمۡ لِیَبۡتَلِیَکُمۡ ۚ وَ لَقَدۡ عَفَا عَنۡکُمۡ  ؕ وَ اللّٰہُ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  اِذۡ تُصۡعِدُوۡنَ وَ لَا تَلۡوٗنَ عَلٰۤی اَحَدٍ وَّ الرَّسُوۡلُ یَدۡعُوۡکُمۡ فِیۡۤ  اُخۡرٰىکُمۡ فَاَثَابَکُمۡ غَمًّۢا بِغَمٍّ لِّکَیۡلَا تَحۡزَنُوۡا عَلٰی مَا فَاتَکُمۡ وَ لَا مَاۤ  اَصَابَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya, hingga apabila kamu telah menampakkan kelemahan  dan bertengkar mengenai perintah  Rasul itu, dan kamu durhaka sesudah Dia memperlihatkan kepadamu apa yang  kamu sukai  yakni harta rampasan perang. Di antara kamu ada yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada pula yang menginginkan akhirat, kemudian Dia memalingkan kamu dari memperhatikan mereka supaya Dia menguji kamu, dan sungguh Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah memiliki  karunia besar  atas  orang-orang yang beriman.   Yaitu ketika kamu melarikan diri  dan kamu tidak menoleh ke belakang kepada seorang jua pun padahal Rasul  yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu  dari bagian belakang kamu, lalu Dia mengganjar kamu  dengan   kesedihan atas kesedihan supaya kamu jangan berdukacita mengenai apa yakni kemenangan yang telah luput darimu dan jangan pula bersedih mengenai apa yang telah menimpamu, dan  Allah Maha Mengetahui mengenai apa  yang kamu kerjakan.  (Ali ‘Imran [3]:153-154).

Akibat Buruk Melanggar perintah Allah Swt.
dan  Nabi Besar Muhammad saw.

   Janji   dalam ayat  Dan  sungguh  Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya mengisyaratkan kepada janji umum mengenai kemenangan dan kebahagiaan yang berulang-ulang diberikan kepada kaum Muslimin, terutama dalam ayat-ayat QS.3:124-126.
   Ayat  selanjutnya  “…hingga apabila kamu telah menampakkan kelemahan  dan bertengkar mengenai perintah  Rasul itu, dan kamu durhaka  sesudah Dia memperlihatkan kepadamu apa yang  kamu sukai  yakni harta rampasan perang”, menunjuk kepada sekelompok pemanah yang ditempatkan di garis belakang pasukan Muslim di bukit  Uhud, dan memaparkan bahwa mereka tidak dapat menahan godaan hati untuk ikut-serta  dalam berkecamuknya pertempuran yang sungguh-sungguh supaya memperoleh bagian rampasan perang, karena mereka menyangka pasukan Muslim benar-benar telah memperoleh kemenangan sepenuhnya.
   Kegagalan mereka dalam menguasai nafsu untuk memperoleh hartap-rampasan perang (ghanimah) itu, merupakan satu perbuatan pengecut di pihak mereka. Memang sesungguhnya, hatilah yang merupakan tempat bersemayam sifat keberanian dan keperwiraan yang sebenarnya, sebagaimana sabda Nabi Besar Muhammad saw. ketika menerangkan masalah ketakwaan, sambil menunjuk dadanya sendiri  beliau saw. berulang-ulang bersabda: “Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini!
  Kata  perintah  dalam kalimat “dan bertengkar mengenai perintah  Rasul itu“ dapat mengacu kepada perintah  Nabi Besar Muhammad saw.  yang diberikan kepada regu pemanah di bukit itu untuk tidak meninggalkan pos mereka tanpa izin beliau, atau kepada maksud dan arti yang dikandung oleh perintah itu, yakni beliau saw.  benar-benar telah bermaksud mengatakan kepada mereka supaya tetap tinggal di tempat itu  sekalipun kemenangan telah tercapai. Sebagian mengatakan bahwa beliau saw. betul-betul bermaksud demikian dan sebagian lagi berpendapat tidak.
   Kalimat “…dan kamu durhaka sesudah Dia memperlihatkan kepadamu apa yang  kamu sukai…”  Orang-orang Islam  yang ditempatkan pada bukit itu tidak menghiraukan pemimpin mereka, ‘Abdullah bin Jubair, yang sesuai dengan perintah Nabi Besar Muhammad saw. berseru kepada mereka supaya tidak meninggalkan pos mereka sekalipun kemenangan telah nampak. Mereka tidak dapat menguasai diri, sehingga  akibatnya   perbuatan mereka  itu telah menyebabkan penderitaan besar menimpa kaum Muslimin.

Makar Tandingan” Allah Swt. dalam
Saat Kesedihan Umat Islam

    Kata-kata   Di antara kamu ada yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada pula yang menginginkan akhirat,”  itu mengisyaratkan kepada pemanah-pemanah yang telah meninggalkan pos mereka. Anak kalimat dalam bahasa Arab ini dapat pula berarti, beberapa anggota regu menginginkan dunia, yaitu  ingin ikut-serta dalam pertempuran dan mengumpulkan rampasan perang, sedang yang lain (‘Abdullah bin Jubair dan anak buahnya yang tidak meninggalkan pos mereka) menghendaki akhirat, yakni mereka ingat akan akibat pelanggaran terhadap perintah Nabi Besar Muhammad saw..  Sebagian berpandangan picik, sedangkan sebagian lagi berpandangan jauh.
    Kata-kata   ketika kamu melarikan diri  dan  kamu tidak menoleh ke belakang kepada seorang jua pun padahal Rasul  yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu  [dari bagian  belakang kamu]”,  itu menunjuk kepada peristiwa yang terjadi dalam perang Uhud ketika  kaum Muslimin diserang dari belakang dan dari  depan, sehingga  barisan mereka menjadi berantakan, dan  dalam kekalutan itu banyak dari antara  mereka melarikan diri ke berbagai jurusan.
     Mula-mula, ketika mereka mendengar bahwa musuh datang dari belakang, mereka balik kembali untuk menyerang musuh tetapi ketika itu kebetulan satu pasukan Muslim yang besar datang dari arah itu juga. Dalam keadaan kacau-balau tersebut orang-orang Muslim itu sendiri disangka musuh oleh kawan lalu diserang. Begitu besar kekacauan dan kekalutan itu sehingga bahkan suara Rasulullah saw.  pun tidak terhiraukan.
Ada pun makna kalimat “lalu Dia mengganjar kamu  dengan   kesedihan atas kesedihan“ rangkaian peristiwanya adalah, Nabi Besar Muhammad saw.  telah menempatkan satu regu pemanah di atas bukit. Mereka meninggalkan pos mereka sebelum waktunya karena menyangka bahwa kemenangan telah tercapai. Akibatnya, kemenangan yang hampir diraih kaum Muslimin itu berubah menjadi kekalahan.
Hal ini tentu saja menimbulkan kesedihan pada mereka. Itulah kesedihan pertama. Kesedihan kedua, atau berikutnya, adalah yang dirasakan mereka ketika, mendengar kabar angin bahwa Nabi Besar Muhammad saw.   telah wafat (terbunuh). Allah Swt. telah mengatur demikian, yakni kesedihan karena laporan palsu tentang wafat Nabi Besar Muhammad saw.   datang kemudian sesudah kesedihan  oleh kekalahan yang telah diderita kaum Muslimin, agar kesedihan yang kedua menghilangkan pengaruh kesedihan pertama, karena melihat Nabi Besar Muhammad saw.  ada dalam keadaan selamat. Kata-kata ghamman bi ghammin juga berarti “kesedihan di atas kesedihan.”
  Kata-kata “apa yang telah luput dari kamu” berarti  kemenangan yang hampir ada dalam genggaman kaum Muslimin, sedangkan “apa yang telah menimpa kamu” berarti kemalangan yang diderita mereka dan kerugian orang-orang Muslim yang syahīd.

Kepengecutan Orang-orang Munafik Madinah

   Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai “pertolongan-Nya” terhadap umat Islam yang sedang tenggelam dalam kesedihan akibat kekalahan yang tiidak diduga mereka, firman-Nya:
  ثُمَّ اَنۡزَلَ عَلَیۡکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ الۡغَمِّ اَمَنَۃً نُّعَاسًا یَّغۡشٰی طَآئِفَۃً مِّنۡکُمۡ ۙ وَ طَآئِفَۃٌ قَدۡ اَہَمَّتۡہُمۡ  اَنۡفُسُہُمۡ  یَظُنُّوۡنَ بِاللّٰہِ غَیۡرَ الۡحَقِّ ظَنَّ الۡجَاہِلِیَّۃِ ؕ یَقُوۡلُوۡنَ ہَلۡ لَّنَا مِنَ الۡاَمۡرِ  مِنۡ شَیۡءٍ ؕ قُلۡ   اِنَّ الۡاَمۡرَ  کُلَّہٗ  لِلّٰہِ ؕ یُخۡفُوۡنَ فِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ مَّا لَا یُبۡدُوۡنَ لَکَ ؕ یَقُوۡلُوۡنَ لَوۡ کَانَ لَنَا مِنَ الۡاَمۡرِ شَیۡءٌ مَّا قُتِلۡنَا ہٰہُنَا ؕ قُلۡ لَّوۡ کُنۡتُمۡ فِیۡ بُیُوۡتِکُمۡ لَبَرَزَ الَّذِیۡنَ کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقَتۡلُ اِلٰی مَضَاجِعِہِمۡ ۚ وَ لِیَبۡتَلِیَ اللّٰہُ مَا فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ وَ لِیُمَحِّصَ مَا فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ ﴿﴾
Kemudian  Dia menurunkan rasa aman kepada kamu  setelah kesedihan itu, yakni suatu kantuk yang meliputi segolongan di antaramu, sedangkan segolongan lagi  di Madinah  mencemaskan diri mereka sendiri. Mereka menyangka yang tidak benar mengenai Allah, suatu  sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Adakah bagi kami sesuatu bagian kekuasaan dalam urusan itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya milik Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak  mereka nyatakan  kepada engkau. Mereka berkata:  Seandainya kami memiliki  sesuatu bagian kekuasaan  dalam urusan itu, niscaya rekan-rekan kami tidak terbunuh di sini.” Katakanlah: “Seandainya  pun   kamu tetap tinggal di rumah-rumahmu, niscaya orang-orang yang kepada mereka  telah ditetapkan kewajiban berperang,  mereka itu akan keluar juga  ke tempat-tempat kematian-nya,” supaya Allah melaksanakan keputusan-Nya, dan supaya Allah menguji apa-apa yang ada di dalam dadamu dan juga supaya Dia membersihkan apa-apa yang ada di dalam hatimu, dan Allah Maha Mengetahui   apa pun yang ada di dalam dada. (Ali ‘Imran [3]:155).
   Yang dimaksud dalam ayat ini pun adalah Perang Uhud. Abu Thalhah r.a. berkata: “Saya mengangkat kepala pada hari Uhud, dan perlahan-lahan menengok ke sekitar, dan pada hari itu saya lihat tiada seorang pun di antara kami yang kepalanya tidak menunduk karena kantuk” (Tafsir Ibnu Katsir, jld. II, hlm. 303). Karena tidur atau kantuk  adalah sebuah ciri rasa aman dan tenteram dalam hati, Al-Quran menyebut peristiwa itu sebagai rahmat Ilahi. Peristiwa itu terjadi ketika galau pertempuran benar-benar telah selesai dan orang-orang Muslim kembali ke bukit yang dekat.
  Yang diisyaratkan kalimat “sedangkan segolongan lagi  di Madinah  mencemaskan diri mereka sendiri“ adalah orang-orang munafik yang telah meninggalkan diri di garis belakang di Madinah. Mereka lebih mementingkan keamanan mereka sendiri daripada kehormatan Islam dan keselamatan Nabi Besar Muhammad saw.   serta kaum Muslimin.
  Kata-kata mereka: “niscaya kami tidak akan terbunuh di sini,” yang datang beberapa baris kemudian, berarti:  Bila kami mempunyai hak suara dalam memutus perkara, dan bila saran kami telah diterima maka kami, yakni  saudara-saudara kami, tidak akan mati terbunuh dalam pertempuran.”

Jawaban Sindiran Kaum Munafik

   Kalimat itu merupakan sindiran bahwa kaum Muslimin sudah berbuat tolol dengan bertolak ke medan perang melawan musuh yang jauh lebih kuat, sedang mereka (kaum munafik) telah berbuat bijak menahan diri dari ikut berangkat bersama mereka. Menurut gaya bahasa Al-Quran, bunuh diri sendiri kadang-kadang berarti membunuh saudara-saudara atau sahabat-sahabatnya (QS.2:55, 86).
    Kata “tempat-tempat kematian” telah dipakai di sini menunjuk kepada sifat hina lagi pengecut kaum munafik di satu pihak dan kepada kesetiaan dan ketabahan orang-orang beriman  di pihak lain. Kata itu mengingatkan orang-orang munafik bahwa sementara mereka melarikan diri dan pulang ke Medinah dengan berpikir bahwa perang dalam keadaan demikian berarti pasti mati.
  Demikian pula orang-orang mukmin mempunyai keimanan yang tangguh bahwa, sekali pun mereka itu (yakni orang-orang munafik) sejak awal tidak ikut serta, mereka (yakni orang-orang beriman) akan dengan gembira berangkat ke medan pertempuran — atau tempat kematian, seperti anggapan orang-orang munafik. Semua hal itu terjadi agar Allah Swt.  membersihkan orang-orang beriman.
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang munafik Madinah dan juga mengenai sekelompok pemanah orang-orang Muslim yang melanggar perintah Nabi Besar Muhammad saw., sehingga  kemenangan sementara pasukan Muslim berubah menjadi kekalahan:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَلَّوۡا مِنۡکُمۡ یَوۡمَ الۡتَقَی الۡجَمۡعٰنِ ۙ اِنَّمَا اسۡتَزَلَّہُمُ الشَّیۡطٰنُ بِبَعۡضِ مَا کَسَبُوۡا ۚ وَ لَقَدۡ عَفَا اللّٰہُ عَنۡہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  حَلِیۡمٌ ﴿﴾٪
Sesungguhnya  orang-orang di antara kamu yang berpaling pada hari ketika dua pasukan bertemu,  sesungguhnya syaitanlah yang menggelincirkan mereka dikarenakan  sebagian  perbuatan mereka. Dan  sungguh  Allah benar-benar telah memaafkan mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. (Ali ‘Imran [3]:156). 
    Yang diisyaratkan dalam kalimat “Sesungguhnya  orang-orang di antara kamu yang berpaling pada hari ketika dua pasukan bertemu   adalah Perang Uhud. Sedangkan kata menggelincirkan   yang disebut dalam ayat  kalimat “sesungguhnya syaitanlah yang menggelincirkan  mereka dikarenakan  sebagian perbuatan mereka“ mengacu kepada pembangkangan terhadap perintah yang diberikan kepada pasukan pemanah yang ditempatkan di bukit atau kepada sebagian orang Muslim yang melarikan diri dari medan pertempuran.
    Kata-kata  sebagian  perbuatan mereka“ itu   mengandung pujian tidak langsung terhadap prajurit-prajurit pemanah di bukit itu, yang karena menyalahtafsirkan perintah Nabi Besar Muhammad saw. telah meninggalkan posnya dan berarti bahwa hanya “sebagian” mereka sajalah yang telah menyebabkan kecemaran sementara ini, dalam hal-hal lainnya mereka sebenarnya setia dan patuh kepada Nabi Besar Muhammad saw..

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 18 November 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar