بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 4
Pertolongan Tersembunyi Allah Swt.
Kepada Umat Islam dalam Perang Uhud
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab III telah dijelaskan mengenai
“kemenangan sementara” umat Islam dalam Perang
Uhud berubah menjadi kekalahan yang
sangat menyedihkan, yang nyaris menewaskan Nabi Besar Muhammad saw., akibat pelanggaran sebagian para
pemanah Muslim yang ditempatkan di bukit
Uhud terhadap perintah Nabi Besar
Muhammad saw. agar jangan meninggalkan pos mereka, sebelum kemenangan benar-benar diraih oleh
umat Islam, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَدَقَکُمُ اللّٰہُ وَعۡدَہٗۤ
اِذۡ تَحُسُّوۡنَہُمۡ بِاِذۡنِہٖ ۚ حَتّٰۤی اِذَا فَشِلۡتُمۡ وَ تَنَازَعۡتُمۡ فِی
الۡاَمۡرِ وَ عَصَیۡتُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَاۤ اَرٰىکُمۡ مَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ
مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الدُّنۡیَا وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الۡاٰخِرَۃَ
ۚ ثُمَّ صَرَفَکُمۡ عَنۡہُمۡ
لِیَبۡتَلِیَکُمۡ ۚ وَ لَقَدۡ عَفَا عَنۡکُمۡ
ؕ وَ اللّٰہُ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ تُصۡعِدُوۡنَ وَ لَا تَلۡوٗنَ عَلٰۤی اَحَدٍ وَّ الرَّسُوۡلُ
یَدۡعُوۡکُمۡ فِیۡۤ اُخۡرٰىکُمۡ
فَاَثَابَکُمۡ غَمًّۢا بِغَمٍّ لِّکَیۡلَا تَحۡزَنُوۡا عَلٰی مَا فَاتَکُمۡ وَ لَا
مَاۤ اَصَابَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ
خَبِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Allah benar-benar telah memenuhi
janji-Nya kepadamu, ketika kamu
membunuh mereka dengan izin-Nya, hingga apabila kamu telah menampakkan kelemahan dan bertengkar mengenai perintah Rasul itu, dan kamu durhaka sesudah Dia memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai yakni harta rampasan perang. Di antara kamu ada yang menginginkan dunia
dan di antara kamu ada pula yang
menginginkan akhirat, kemudian Dia
memalingkan kamu dari memperhatikan mereka supaya Dia menguji kamu, dan sungguh Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah memiliki karunia besar
atas orang-orang yang beriman. Yaitu ketika kamu melarikan diri dan kamu
tidak menoleh ke belakang kepada seorang jua pun padahal Rasul
yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu dari bagian belakang kamu, lalu Dia mengganjar kamu dengan kesedihan atas kesedihan supaya kamu jangan berdukacita mengenai apa yakni kemenangan yang telah
luput darimu dan jangan pula bersedih
mengenai apa yang telah menimpamu, dan Allah Maha Mengetahui mengenai apa yang kamu kerjakan. (Ali ‘Imran [3]:153-154).
Akibat Buruk Melanggar
perintah Allah Swt.
dan Nabi Besar
Muhammad saw.
Janji dalam ayat
“Dan sungguh
Allah benar-benar telah memenuhi
janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya”
mengisyaratkan kepada janji umum mengenai kemenangan dan kebahagiaan
yang berulang-ulang diberikan kepada kaum
Muslimin, terutama dalam ayat-ayat QS.3:124-126.
Ayat
selanjutnya “…hingga apabila kamu telah menampakkan
kelemahan dan bertengkar mengenai perintah Rasul
itu, dan kamu durhaka sesudah Dia memperlihatkan kepadamu apa
yang kamu sukai yakni
harta rampasan perang”, menunjuk kepada sekelompok pemanah yang ditempatkan di garis belakang pasukan
Muslim di bukit Uhud,
dan memaparkan bahwa mereka tidak dapat menahan
godaan hati untuk ikut-serta dalam berkecamuknya pertempuran yang sungguh-sungguh
supaya memperoleh bagian rampasan perang,
karena mereka menyangka pasukan
Muslim benar-benar telah memperoleh kemenangan
sepenuhnya.
Kegagalan mereka dalam menguasai nafsu untuk memperoleh hartap-rampasan
perang (ghanimah) itu, merupakan satu perbuatan
pengecut di pihak mereka. Memang sesungguhnya, hatilah yang merupakan tempat bersemayam sifat keberanian dan keperwiraan
yang sebenarnya, sebagaimana sabda Nabi Besar Muhammad saw. ketika menerangkan
masalah ketakwaan, sambil menunjuk dadanya sendiri beliau saw. berulang-ulang bersabda: “Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini!”
Kata perintah dalam kalimat “dan bertengkar mengenai perintah
Rasul itu“ dapat mengacu kepada perintah
Nabi Besar Muhammad saw. yang
diberikan kepada regu pemanah di
bukit itu untuk tidak meninggalkan pos
mereka tanpa izin beliau, atau kepada maksud dan arti yang dikandung oleh perintah itu, yakni beliau saw. benar-benar telah bermaksud mengatakan
kepada mereka supaya tetap tinggal di
tempat itu sekalipun kemenangan telah tercapai. Sebagian
mengatakan bahwa beliau saw. betul-betul bermaksud demikian dan sebagian lagi
berpendapat tidak.
Kalimat “…dan kamu durhaka sesudah
Dia memperlihatkan kepadamu apa
yang kamu sukai…” Orang-orang Islam yang ditempatkan pada bukit itu tidak
menghiraukan pemimpin mereka, ‘Abdullah bin Jubair, yang sesuai dengan perintah
Nabi Besar Muhammad saw. berseru kepada mereka supaya tidak meninggalkan pos
mereka sekalipun kemenangan telah nampak. Mereka tidak dapat menguasai diri,
sehingga akibatnya perbuatan mereka itu telah menyebabkan penderitaan besar menimpa kaum Muslimin.
“Makar Tandingan”
Allah Swt. dalam
Saat Kesedihan
Umat Islam
Kata-kata “Di
antara kamu ada yang menginginkan dunia
dan di antara kamu ada pula yang
menginginkan akhirat,” itu mengisyaratkan kepada pemanah-pemanah
yang telah meninggalkan pos mereka. Anak kalimat dalam bahasa Arab ini dapat
pula berarti, beberapa anggota regu menginginkan dunia, yaitu ingin ikut-serta dalam pertempuran dan
mengumpulkan rampasan perang, sedang yang lain (‘Abdullah bin Jubair dan anak
buahnya yang tidak meninggalkan pos mereka) menghendaki akhirat, yakni mereka
ingat akan akibat pelanggaran terhadap perintah Nabi Besar Muhammad saw.. Sebagian berpandangan picik, sedangkan
sebagian lagi berpandangan jauh.
Kata-kata “ketika kamu
melarikan diri dan kamu
tidak menoleh ke belakang kepada seorang jua pun padahal Rasul
yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu [dari
bagian belakang kamu]”, itu menunjuk kepada peristiwa yang terjadi
dalam perang Uhud ketika kaum Muslimin
diserang dari belakang dan dari depan,
sehingga barisan mereka menjadi
berantakan, dan dalam kekalutan itu
banyak dari antara mereka melarikan diri
ke berbagai jurusan.
Mula-mula, ketika mereka mendengar bahwa
musuh datang dari belakang, mereka balik kembali untuk menyerang musuh tetapi
ketika itu kebetulan satu pasukan Muslim yang besar datang dari arah itu juga.
Dalam keadaan kacau-balau tersebut orang-orang Muslim itu sendiri disangka
musuh oleh kawan lalu diserang. Begitu besar kekacauan dan kekalutan itu
sehingga bahkan suara Rasulullah saw.
pun tidak terhiraukan.
Ada
pun makna kalimat “lalu Dia mengganjar kamu dengan kesedihan atas kesedihan“
rangkaian peristiwanya adalah, Nabi Besar Muhammad saw. telah menempatkan satu regu pemanah di atas bukit. Mereka meninggalkan pos mereka
sebelum waktunya karena menyangka bahwa kemenangan
telah tercapai. Akibatnya, kemenangan
yang hampir diraih kaum Muslimin itu
berubah menjadi kekalahan.
Hal
ini tentu saja menimbulkan kesedihan
pada mereka. Itulah kesedihan
pertama. Kesedihan kedua, atau
berikutnya, adalah yang dirasakan mereka ketika, mendengar kabar angin bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah wafat (terbunuh). Allah Swt. telah mengatur demikian, yakni kesedihan karena laporan palsu tentang wafat Nabi Besar Muhammad saw. datang
kemudian sesudah kesedihan oleh kekalahan
yang telah diderita kaum Muslimin, agar kesedihan
yang kedua menghilangkan pengaruh kesedihan
pertama, karena melihat Nabi Besar Muhammad saw. ada dalam keadaan selamat. Kata-kata ghamman bi ghammin juga berarti “kesedihan di atas kesedihan.”
Kata-kata “apa yang telah luput dari kamu”
berarti kemenangan yang hampir ada dalam genggaman kaum Muslimin, sedangkan
“apa yang telah menimpa kamu” berarti kemalangan yang diderita mereka dan kerugian orang-orang Muslim
yang syahīd.
Kepengecutan Orang-orang Munafik Madinah
Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan
mengenai “pertolongan-Nya” terhadap umat Islam yang sedang tenggelam dalam
kesedihan akibat kekalahan yang tiidak diduga mereka, firman-Nya:
ثُمَّ اَنۡزَلَ عَلَیۡکُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ الۡغَمِّ اَمَنَۃً نُّعَاسًا یَّغۡشٰی طَآئِفَۃً مِّنۡکُمۡ ۙ وَ
طَآئِفَۃٌ قَدۡ اَہَمَّتۡہُمۡ
اَنۡفُسُہُمۡ یَظُنُّوۡنَ
بِاللّٰہِ غَیۡرَ الۡحَقِّ ظَنَّ الۡجَاہِلِیَّۃِ ؕ یَقُوۡلُوۡنَ ہَلۡ لَّنَا مِنَ
الۡاَمۡرِ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ قُلۡ اِنَّ الۡاَمۡرَ کُلَّہٗ
لِلّٰہِ ؕ یُخۡفُوۡنَ فِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ مَّا لَا یُبۡدُوۡنَ لَکَ ؕ
یَقُوۡلُوۡنَ لَوۡ کَانَ لَنَا مِنَ الۡاَمۡرِ شَیۡءٌ مَّا قُتِلۡنَا ہٰہُنَا ؕ
قُلۡ لَّوۡ کُنۡتُمۡ فِیۡ بُیُوۡتِکُمۡ لَبَرَزَ الَّذِیۡنَ کُتِبَ عَلَیۡہِمُ
الۡقَتۡلُ اِلٰی مَضَاجِعِہِمۡ ۚ وَ لِیَبۡتَلِیَ اللّٰہُ مَا فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ
وَ لِیُمَحِّصَ مَا فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ
﴿﴾
Kemudian Dia
menurunkan rasa aman kepada kamu setelah kesedihan itu, yakni
suatu kantuk yang meliputi
segolongan di antaramu, sedangkan segolongan
lagi di Madinah mencemaskan
diri mereka sendiri. Mereka menyangka
yang tidak benar mengenai Allah, suatu
sangkaan jahiliyah.
Mereka berkata: “Adakah bagi kami sesuatu bagian kekuasaan dalam urusan
itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan
itu seluruhnya milik Allah.” Mereka menyembunyikan
dalam hatinya apa yang tidak mereka
nyatakan kepada engkau. Mereka berkata: ”Seandainya kami memiliki sesuatu
bagian kekuasaan dalam urusan
itu, niscaya rekan-rekan kami tidak terbunuh di sini.”
Katakanlah: “Seandainya pun kamu tetap tinggal di rumah-rumahmu,
niscaya orang-orang yang kepada mereka telah ditetapkan kewajiban berperang, mereka itu akan keluar juga ke
tempat-tempat kematian-nya,” supaya Allah melaksanakan keputusan-Nya, dan supaya Allah menguji apa-apa yang ada di
dalam dadamu dan juga supaya
Dia membersihkan apa-apa yang ada di dalam hatimu, dan Allah Maha Mengetahui apa
pun yang ada di dalam dada. (Ali ‘Imran [3]:155).
Yang dimaksud
dalam ayat ini pun adalah Perang Uhud.
Abu Thalhah r.a. berkata: “Saya mengangkat kepala pada hari Uhud, dan
perlahan-lahan menengok ke sekitar, dan pada hari itu saya lihat tiada seorang
pun di antara kami yang kepalanya tidak menunduk karena kantuk” (Tafsir
Ibnu Katsir, jld. II,
hlm. 303). Karena tidur atau kantuk
adalah sebuah ciri rasa aman
dan tenteram dalam hati, Al-Quran
menyebut peristiwa itu sebagai rahmat
Ilahi. Peristiwa itu terjadi ketika galau pertempuran benar-benar telah
selesai dan orang-orang Muslim kembali ke bukit yang dekat.
Yang diisyaratkan kalimat “sedangkan segolongan lagi di Madinah mencemaskan diri mereka sendiri“ adalah orang-orang munafik yang telah meninggalkan diri di garis belakang
di Madinah. Mereka lebih mementingkan keamanan
mereka sendiri daripada kehormatan Islam dan keselamatan Nabi Besar Muhammad saw. serta kaum Muslimin.
Kata-kata mereka: “niscaya kami tidak akan terbunuh di sini,” yang
datang beberapa baris kemudian, berarti:
“Bila kami mempunyai hak suara
dalam memutus perkara, dan bila saran kami telah diterima maka kami, yakni saudara-saudara kami, tidak akan mati
terbunuh dalam pertempuran.”
Jawaban Sindiran
Kaum Munafik
Kalimat itu merupakan sindiran bahwa
kaum Muslimin sudah berbuat tolol dengan bertolak ke medan perang
melawan musuh yang jauh lebih kuat, sedang mereka (kaum munafik) telah berbuat bijak menahan diri dari ikut berangkat
bersama mereka. Menurut gaya bahasa Al-Quran, bunuh diri sendiri
kadang-kadang berarti membunuh saudara-saudara atau sahabat-sahabatnya
(QS.2:55, 86).
Kata “tempat-tempat kematian”
telah dipakai di sini menunjuk kepada sifat
hina lagi pengecut kaum munafik
di satu pihak dan kepada kesetiaan
dan ketabahan orang-orang
beriman di pihak lain. Kata itu mengingatkan orang-orang munafik bahwa
sementara mereka melarikan diri dan
pulang ke Medinah dengan berpikir bahwa perang
dalam keadaan demikian berarti pasti mati.
Demikian pula orang-orang mukmin mempunyai keimanan yang tangguh bahwa, sekali pun mereka itu (yakni
orang-orang munafik) sejak awal tidak ikut serta, mereka (yakni orang-orang
beriman) akan dengan gembira
berangkat ke medan pertempuran — atau tempat
kematian, seperti anggapan orang-orang munafik. Semua hal itu terjadi agar
Allah Swt. membersihkan orang-orang beriman.
Selanjutnya Allah
Swt. berfirman mengenai orang-orang
munafik Madinah dan juga mengenai sekelompok pemanah orang-orang Muslim
yang melanggar perintah Nabi Besar
Muhammad saw., sehingga kemenangan sementara pasukan Muslim
berubah menjadi kekalahan:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَلَّوۡا مِنۡکُمۡ یَوۡمَ الۡتَقَی الۡجَمۡعٰنِ ۙ
اِنَّمَا اسۡتَزَلَّہُمُ الشَّیۡطٰنُ بِبَعۡضِ مَا کَسَبُوۡا ۚ وَ لَقَدۡ عَفَا
اللّٰہُ عَنۡہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
غَفُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿﴾٪
Sesungguhnya orang-orang
di antara kamu yang berpaling pada
hari ketika dua pasukan bertemu, sesungguhnya syaitanlah yang menggelincirkan mereka dikarenakan sebagian
perbuatan mereka. Dan sungguh
Allah benar-benar telah memaafkan
mereka, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun, Maha Penyantun. (Ali
‘Imran [3]:156).
Yang
diisyaratkan dalam kalimat “Sesungguhnya orang-orang di antara kamu yang berpaling
pada hari ketika dua pasukan
bertemu“ adalah Perang Uhud. Sedangkan kata
menggelincirkan yang disebut dalam ayat kalimat “sesungguhnya
syaitanlah yang menggelincirkan mereka dikarenakan sebagian perbuatan mereka“ mengacu kepada
pembangkangan terhadap perintah yang diberikan kepada pasukan
pemanah yang ditempatkan di bukit atau kepada sebagian orang Muslim yang
melarikan diri dari medan pertempuran.
Kata-kata
“sebagian perbuatan mereka“ itu mengandung pujian tidak langsung terhadap prajurit-prajurit pemanah di bukit
itu, yang karena menyalahtafsirkan
perintah Nabi Besar Muhammad saw. telah meninggalkan posnya dan berarti
bahwa hanya “sebagian” mereka sajalah yang telah menyebabkan kecemaran
sementara ini, dalam hal-hal lainnya mereka sebenarnya setia dan patuh kepada
Nabi Besar Muhammad saw..
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar