Sabtu, 10 November 2012

Pentingnya Keberadaan "Imam" (Pemimpin) & Jama'ah yang Hakiki




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt 


Bab I

Pentingnya  Keberadaan “Imam” (Pemimpin) &
Jama’ah  yang Hakiki

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Baihaqi dan Ibn Mardawaih meriwayatkan bahwa Ibn ‘Abbas mengatakan Surah Ash-Shāffāt  diturunkan di Makkah. Menurut Qurthubi, para ulama pun sepakat menganggap bahwa Surah Ash-Shāffāt  ini telah diwahyukan pada waktu awal sekali di masa nubuwah (kenabian) Nabi Besar Muhammad saw.   di Makkah. Gaya bahasa dan isi Surahnya pun mendukung pandangan itu.
     Dalam Surah sebelumnya  (Surah  Yā Sīn) Nabi Besar Muhammad  saw. disebut Yā Sīn  yakni “Pemimpin yang sempurna.” Kepada beliau saw. telah diberikan Al-Quran, sebagai pemandu yang tak akan pernah membuat kesalahan, untuk seluruh manusia sampai Akhir Zaman. Masalah ini telah dibahas secara rinci dalam Blog “Purnama Galuh Pakuan”.
     Pada permulaan Surah Ash-Shaffat  --  yang artinya “jajaran-jajaran” atau “yang berjajar-jajar  --  dinyatakan, bahwa “Pemimpin yang sempurna” (Yā Sīn) tersebut dengan bantuan Al-Quran dan teladan agung dan mulia yang diperlihatkan oleh beliau saw. sendiri (QS.33:22)  akan berhasil mewujudkan suatu jemaat (jama’ah) terdiri dari orang-orang yang bertakwa.
     Surah ini mulai dengan suatu pernyataan tegas, bahwa di bawah asuhan  Nabi Besar Muhammad saw.   — “Pemimpin yang sempurna” — dari kalangan bangsa Arab jahiliyah akan lahir suatu jemaat (jama’ah) yang terdiri dari orang-orang mulia dan bertakwa,  yang bukan saja mereka sendiri akan memuliakan Allah Swt.   dan mendendangkan puji-pujian kepada-Nya, sehingga belantara padang pasir Arabia akan bergema dengan puji-pujian itu ,  tetapi dengan ajaran dan amal perbuatan akan mencegah orang-orang lain dari penyembahan berhala dan perbuatan-perbuatan jahat, sehingga Keesaan Tuhan akan berdiri tegak dengan kokoh kuat di Arabia,  dan dari sana cahaya Islam akan menyebar ke pelosok-pelosok dunia (QS.62:3-5), firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  وَ الصّٰٓفّٰتِ  صَفًّا ۙ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi (Aku bersumpah demi) mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat. (Ash-Shāffāt [37]:1-2).

Hakikat  Sumpah  Allah Swt.

   Huruf wau berarti:  juga; maka; sedangkan; sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali; kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid dan Lexicon Lane). Wau telah dipakai dalam ayat ini dan dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,” atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
  Dalam Al-Quran Allah Swt. telah bersumpah atas nama wujud-wujud atau benda-benda tertentu atau telah menyebut wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi, misalnya dalam QS.91:2-11. Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah dan bersumpah dengan nama Allah Swt., maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup atau menambah bobot atau meyakinkan pernyataannya.  Dengan berbuat demikian ia memanggil Allah Swt.  sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang benar bila tidak ada orang lain dapat memberikan persaksian atas kebenaran pernyataannya.
  Tetapi tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang dibuatnya itu tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan belaka melainkan dengan dalil kuat yang terkandung dalam sumpah itu sendiri. Kadang-kadang sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani dari apa yang nyata. Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah menyatakan suatu nubuatan yang dengan menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran Al-Quran. Demikianlah halnya di sini makna firman Allah Swt.:  Demi (Aku bersumpah demi) mereka yang berjajar-jajar dalam jajaran-jajaran yang rapat. (Ash-Shāffāt [37]:1-2).

Pentingnya Keberadaan
Seorang Imam dan Jama’ah yang Hakiki 

    Kalimat tersebut mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim yang senantiasa bersiap-siaga berdiri di garis depan menghadapi musuh,  atau berdiri berjajar-jajar  (bershaf-shaf) di belakang imamnya pada waktu shalat  fardu lima waktu setiap hari. Rujukan isyarat yang pertama  -- yakni orang-orang Muslim yang senantiasa bersiap-siaga berdiri di garis depan menghadapi musuh --  antara lain firman Allah Swt. berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اصۡبِرُوۡا وَ صَابِرُوۡا وَ رَابِطُوۡا ۟ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ لَعَلَّکُمۡ  تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ ﴾
Wahai orang-orang yang  beriman bersabarlah, tingkatkanlah kesabaran serta bersiap-siagalah di perbatasan dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu berhasil (Ali ‘Imran [3]:201).
     Rābithū berarti:  gigih dalam perlawanan musuh kamu atau ikatlah kuda kamu dalam keadaan siap-siaga di tapal batas; atau lazimkanlah dirimu tekun dan rajin dalam menjalankan kewajiban terhadap agamamu; atau jagalah waktu shalat (Lexicon Lane).
     Kelima syarat untuk kemenangan (sukses) yang disebut dalam ayat Al-Quran ini ialah: (1) memperlihatkan kesabaran dan kegigihan; (2) memperlihatkan kesabaran dan keteguhan hati lebih besar daripada musuh; (3) melazimkan diri dengan senantiasa tekun dan rajin dalam mengkhidmati agama dan masyarakat (4) senantiasa berjaga-jaga dengan waspada di perbatasan untuk tujuan pertahanan dan serangan; dan (5) menempuh kehidupan yang shalih.  
     Ribāth berarti pula hati manusia. Jadi dalam ayat ini orang-orang beriman diperintahkan Allah Swt. untuk senantiasa berada dalam keadaan siap-siaga dan berjaga-jaga untuk memerangi musuh-musuh di dalam dan di luar. Musuh dari dalam antara lain adalah hawa-nafsu,  dimana menurut Nabi Besar Muhammad saw. syaitan yang berada dalam tubuh manusia tersebut mengalir bersama darah dalam tubuhnya.

Bahaya “Musuh dari Dalam” &
Kemenangan Di Perang Badar

    Sehubungan dengan  musuh dari dalam” hal tersebut Nabi Besar Muhammad saw.  bersabda pula  mengenai  defisini “orang yang kuat”, bahwa orang yang kuat itu bukanlah yang bisa mengalahkan lawannya yang berada di luar tubuhnya dalam suatu  perkelahian atau perang,  melainkan orang yang bisa mengalahkan hawa-nafsunya sendiri.
    Sejarah Nabi Besar Muhammad saw. serta para Sahabah beliau saw. – demikian  juga sejarah umat Islam setelah  Nabi Besar Muhammad  saw. wafat  --  membuktikan  bahwa pelanggaran terhadap  salah satu  perintah Allah Swt.  dalam ayat terakhir Surah Ali ‘Imran tersebut telah menimbulkan kerugian besar bagi umat Islam, bahkan pada  saat Perang Uhud pelanggaran tersebut nyaris membuat Nabi Besar Muhammad saw. terbunuh oleh pasukan kaum kafir Quraisy  pimpinan Khalid  bin Walid,  yang menyerang balik, ketika  ia menyaksikan terjadinya “pelanggaran” dari sebagian para pemanah Muslim yang ditempatkan Nabi Besar Muhammad saw. di bukit Uhud terhadap perintah baliau saw., yang memerintahkan mereka untuk tidak meninggalkan kedudukan mereka di bukit uhud, walau pun mereka melihat pihak musuh dapat dikalahkan.
     Berikut adalah firman Allah Swt. mengenai kemenangan sementara umat Islam dalam Perang Uhud yang berubah menjadi suatu kekalahan yang bahkan nyaris membuat Nabi Besar Muhammad saw. terbunuh, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَدَقَکُمُ اللّٰہُ وَعۡدَہٗۤ  اِذۡ تَحُسُّوۡنَہُمۡ بِاِذۡنِہٖ ۚ حَتّٰۤی  اِذَا فَشِلۡتُمۡ وَ تَنَازَعۡتُمۡ فِی الۡاَمۡرِ وَ عَصَیۡتُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَاۤ اَرٰىکُمۡ مَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الدُّنۡیَا وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرِیۡدُ الۡاٰخِرَۃَ ۚ  ثُمَّ صَرَفَکُمۡ عَنۡہُمۡ لِیَبۡتَلِیَکُمۡ ۚ وَ لَقَدۡ عَفَا عَنۡکُمۡ  ؕ وَ اللّٰہُ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
 Dan  sungguh  Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya  hingga apabila kamu telah menampakkan kelemahan  dan bertengkar mengenai perintah Rasul itu, dan kamu durhaka  sesudah Dia memperlihatkan kepada-mu apa yang  kamu sukai yakni harta rampasan perang. Di antara kamu ada yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada pula yang menginginkan akhirat, kemudian Dia memalingkan kamu dari memperhatikan mereka supaya Dia menguji kamu, dan sungguh Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah memiliki  karunia besar  atas  orang-orang yang beriman. (Ali ‘Imran [3]:153).
    Janji  dalam kalimat “Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya“ tersebut mengisyaratkan kepada janji umum mengenai kemenangan dan kebahagiaan yang berulang-ulang diberikan kepada kaum Muslimin, terutama dalam ayat-ayat QS.3:124-126 yakni dalam peristiwa Perang Badar di mana  umat Islam yang berjumlah 313 orang,   dengan pertolongan Allah Swt. mereka  telah mampu mengalahkan pasukan kafir Quraisy pimpinan Abu Jahal, yang berjumlah 1000 orang.

Buah Ketakwaan dan Ketaatan

   Pasukan kaum  kafir Quraisy tersebut memiliki pengalaman berperang serta peralatan perang  yang jauh lebih baik daripada pihak orang-orang beriman yang sangat lemah dalam segala sesuatunya,  kecuali keunggulan  dalam masalah    ketakwaan kepada Allah Swt.  dan ketaatan Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat luar biasa, sehingga Suraqah bin Malik yang saat itu belum beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.  – dan Allah Swt. menyebutnya setan  yang menghasut  kaum kafir Makkah untuk   memerangi Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang beriman (QS.9:49)--  hatinya menjadi gentar  melihat semangat jihad yang diperlihatkan oleh orang-orang beriman tersebut, firman-Nya:
وَ اِذۡ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ  وَ قَالَ لَا غَالِبَ لَکُمُ  الۡیَوۡمَ مِنَ النَّاسِ  وَ اِنِّیۡ جَارٌ لَّکُمۡ ۚ فَلَمَّا تَرَآءَتِ الۡفِئَتٰنِ نَکَصَ عَلٰی عَقِبَیۡہِ وَ قَالَ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّنۡکُمۡ  اِنِّیۡۤ  اَرٰی مَا لَا تَرَوۡنَ  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اللّٰہَ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿٪﴾
Dan ingatlah ketika  syaitan menampakkan indah kepada mereka amal-amal mereka dan berkata:  Tidak seorang pun di antara manusia yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini, dan sesungguhnya aku pelindungmu.” Tetapi tatkala kedua pasukan itu berhadapan satu sama lain, ia berbalik  atas tumitnya sambil berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri darimu, sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya aku takut kepada Allah dan siksaan Allah sangat keras. (Al-Anfāl [8]:49).
     Diriwayatkan bahwa orang yang dimaksudkan syaitan dalam ayat ini adalah  Suraqah bin Malik bin Jusyam, yang menghasut orang-orang Makkah agar melawan orang-orang Islam, tetapi kemudian dia sendiri memeluk agama Islam. Lasykar Makkah masih di Makkah tatkala beberapa tokoh kabilah Quraisy menyatakan kekhawatiran bahwa jangan-jangan Banu Bakar, satu cabang Banu Kinanah,  yang bermusuhan dengan kaum Quraisy menyerang Makkah secara tak terduga di waktu mereka tidak ada di tempat atau menyerang lasykar Makkah dari belakang.
     Kekhawatiran Abu Jahal dan parta pemuka kaum kafir Quraisy Makkah tersebut diredakan oleh Suraqah bin Malik bin Jusam, salah seorang pemuka Banu Kinanah, yang meyakinkan mereka bahwa orang-orang dari sukunya tidak akan mendatangkan kemudaratan apa pun kepada mereka (Tafsir Ibnu Jarir, X, 13).
    Tetapi ketika Suraqah bin Malik bin Jusam menyaksikan tekad membaja orang-orang Islam  di Badar maka rasa takut menguasai dirinya, sebab  setelah melihat mereka ia memperoleh keyakinan bahwa tekad mereka  adalah menang atau mati. Persis demikianlah dirasakan oleh Utbah dan Umair pada Hari Badar dan ia memberitahukan kepada orang-orang Makkah, bahwa orang-orang Islam nampaknya “seperti orang-orang yang mencari kematian” (Thabari).
     Jadi, betapa ketakwaan dan ketaatan sempurna umat Islam kepada Allah Swt. dan  Nabi Besar Muhammad saw. dalam Perang Badar telah menimbulkan suatu kharisma atau wibawa atau pancaran aura yang demikian hebat, sehingga mempengaruhi  hati Suraqah bin Malik dan Utbah serta Umair, dan telah menyebabkan  umat Islam  berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy Makkah pimpinan Abu Jahal, dan bahkan Abu Jahal sendiri serta 7 orang pemuka lainnya – termasuk Utbah bin Umair –  terbunuh dalam Perang Badar, sedangkan Abu lahab mati di Makkah ketika mendengar berikan kekalahan tragis pasukan Abu Jahal dkk dalam perang Badar, sehingga lengkaplah jumlah 9 orang pembuat kerusakan di muka bumi sebagaimana yang juga terjadi di masa Nabi Shalih a.s. (QS.27:49).

Ketakwaan Dapat Menimbulkan Mukjizat

      Sehubungan dengan kemenangan umat Islam atas pasukan kafir Quraisy dalam Perang Badar tersebut Allah Swt. berfirman:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾

Maka bukan  kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar melainkan Allah-lah yang telah melempar, dan supaya Dia menganugerahi  orang-orang yang beriman  anugerah yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:18).
     Menurut Allah Swt. bahwa kemenangan di Badar itu sebenarnya bukan disebabkan oleh suatu kecakapan atau kemahiran pihak orang-orang Islam. Mereka terlalu sedikit, terlalu lemah, dan terlalu buruk persenjataan mereka untuk memperoleh kemenangan terhadap satu lasykar yang jauh lebih besar jumlahnya, jauh lebih baik persenjataannya, lagi pula jauh lebih terlatih.
  Perlemparan segenggam kerikil dan pasir oleh Nabi Besar Muhammad saw. mempunyai kesamaan yang ajaib dengan pemukulan air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s.. Sebagaimana  perbuatan Nabi Musa a.s.  itu seolah-olah merupakan isyarat bagi angin untuk bertiup dan bagi air-pasang naik kembali sehingga membawa akibat tenggelamnya Fir’aun serta lasykarnya di laut, demikian pula halnya pelemparan segenggam kerikil oleh Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan satu isyarat untuk angin bertiup kencang dengan membawa akibat kebinasaan Abu Jahal  -- yang pernah disebut oleh Nabi Besar Muhammad saw.  sebagai Fir’aun kaumnya --  dan lasykarnya di padang pasir itu.
     Dalam kedua kejadian tersebut bekerjanya kekuatan-kekuatan alam itu, bertepatan benar dengan tindakan-tindakan kedua rasul Allah itu, di bawah takdir khas Allah Swt.. Allah Swt. telah menyebut Perang Badar sebagai yang dalam Al-Quran  disebut yawmul furqān (hari pembeda – QS.  8:42-45; QS.3:14, 166-167).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 11 November 2012









 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar