بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 52
Hubungan
Taubat Nashūha dengan
Beriman Kepada Penyeru dari Allah
(Rasul Allah)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
dijelaskan mengenai makna maghfirah yang dipajatkan oleh para penghuni surga di dalam surga, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ
اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ
لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh
jadi Tuhan kamu akan menghapuskan dari
kamu keburukan-keburukan kamu dan akan
memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak akan
menghinakan Nabi maupun orang-orang
yang beriman besertanya, cahaya
mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di
sebelah kanannya, mereka akan
berkata: “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah
bagi kami cahaya kami, dan maafkanlah
kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(At-Tahrim
[66]:9).
Ada
pernyataan Allah Swt. yang sangat menarik dalam firman Allah Swt.
mengenai para penghuni surga
tersebut, setelah mengemukakan pentingnya melakukan taubat nashūha -- yang membuat mereka layak mendapat penghapusan
keburukan-keburukan atau kekurangan-kekurangan mereka oleh Allah
Swt. dan akan memasukan mereka ke
dalam “kebun-kebun yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai” -- yakni:
یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
…..pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang beriman besertanya, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah
kanannya…(At-Tahrim [66]:9).
Penyebutan nabi dan orang-orang
beriman yang beserta nabi itu
mengandung makna yang sangat dalam serta mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan taubat nashūha sebelumnya, serta
mempunyai hubungan dengan kalimat selanjutnya:
cahaya mereka akan
berlari-lari di hadapan mereka
dan di
sebelah kanannya.
Hubungan Taubat
Nashūha dengan Rasul Allah
Dengan demikian jelaslah bahwa
pengabulan taubat nashūha sangat erat hubungannya dengan beriman kepada rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan,
firman-Nya:
اِنَّ فِیۡ
خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ
لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ
وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ
ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾
Sesungguhnya
dalam penciptaan seluruh langit dan bumi
serta pertukaran malam dan siang
benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil
berbaring atas rusuk mereka,
dan mereka memikirkan mengenai
penciptaan seluruh langit dan bumi seraya berkata: “Ya Tuhan kami, sekali-kali tidaklah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia, Maha
Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
Pelajaran yang terkandung
dalam penciptaan seluruh langit dan bumi
dan dalam pergantian malam dan siang ialah manusia
diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani
dan jasmani (duniawi) melalui ibadah kepada Allah Swt. melalui pengamalan syariat. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa
terang benderang dan kebahagiaan, bagaikan kegelapan malam berganti dengan terang-benderangnya siang.
Tatanan agung yang dibayangkan
pada ayat-ayat sebelumnya tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam
ini telah dijadikan untuk menghidmati
manusia, tentu saja kejadian manusia
sendiri mempunyai tujuan yang agung
dan mulia pula (QS.51:57; QS.95:5).
Apabila orang merenungkan tentang kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu, ia
akan sangat terkesan dengan mendalam
oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya
(Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan: “Ya Tuhan kami, sekali-kali tidaklah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia,” kecuali orang-orang yang buta mata ruhaninya (QS.17:73; QS.20:125-129; QS.22:46-49).
Azab Ilahi & “Penyeru” dari Allah
Setelah
berhasil melihat Tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. dan melihat berkobarnya
berbagai bentuk “api kemurkaan”
Allah Swt. akibat berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan manusia
terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah Swt. – baik hukum-hukum
alam mau pun hukum-hukum syariat (QS.30:42) -- selanjutnya orang-orang yang mempergunakan akal itu berdoa:
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا
لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
“Wahai Tuhan
kami, sesungguhnya barangsiapa yang
Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh
Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali
tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.” (Ali
‘Imran [3]:193).
Berbagai kobaran api kemurkaan Allah Swt. yang berkecamuk di dunia tersebut
mengingatkan mereka akan Sunnatullah yang tercantum dalam Kitab
Suci (terutama Al-Quran), bahwa Allah
Swt. tidak pernah menurunkan azab kepada manusia sebelum terlebih dulu mengutus seorang rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.6:132;
QS.11:118; QS.17:16; QS.20:134-136; QS.26:29; QS.28:60).
Itulah sebabnya “orang-orang berakal” tersebut
meyakini bahwa rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan
tersebut telah ada, karena itu mereka selanjutnya berkata:
رَبَّنَاۤ
اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا
بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا
فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ ﴿ ﴾ۚ رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ
وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿ ﴾
Wahai Tuhan
kami, sesungguhnya kami telah mendengar
seorang Penyeru menyeru kami kepada keimanan seraya berkata: "Berimanlah
kamu kepada Tuhan-mu" maka kami
telah beriman. Wahai Tuhan kami, ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan
kami, dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang berbuat kebajikan. Wahai
Tuhan kami, karena itu berikanlah kepada
kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.” (Ali ‘Imran [3]:193-195).
Pengabulan Doa Pengikut Rasul
Allah
Dzunub (dzanb) berbeda dengan itsm dan jurm yang artinya dosa yang dilakukan yang pasti mendapat hukuman, sedangkan dzunub umumnya menunjuk
kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat
melukiskan relung-relung gelap dalam hati, ke tempat itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan sebaik-baiknya (QS.3:17.),
sedangkan sayyi’at (kesalahan) yang
secara relatif merupakan kata yang
bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan
awan debu yang menyembunyikan cahaya
matahari ruhani dari pemandangan kita (QS.2:82).
Menanggapi permohonan doa “orang-orang
berakal” tersebut Allah Swt. berfirman:
فَاسۡتَجَابَ
لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ
اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ
ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ
سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡوَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ
ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
Maka Tuhan
mereka telah mengabulkan doa
mereka seraya berfirman: “Sesungguhnya
Aku tidak akan menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagian kamu adalah dari sebagian lain, maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari rumah-rumah-nya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang terbunuh,
niscaya Aku akan menghapuskan dari
mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku akan
memasukkan me-reka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah, dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:196).
Kalimat “maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari rumah-rumah-nya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan
yang terbunuh“ hanya
merujuk kepada keadaan orang-orang yang beriman kepada rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan
(QS.7:35-37) akibat mendapat perlakuan
zalim dari para penentang rasul Allah
tersebut, sebagamana yang diprediksi oleh para malaikat ketika Allah Swt.
berkehendak menjadikan seorang Khalifah-Nya
di bumi (QS.2:31-35).
Ada pun bentuk pengabulan doa orang-orang beriman yang teraniaya di jalan Allah tersebut dikemukakan oleh firman Allah
Swt. selanjutnya:
لَاُکَفِّرَنَّ
عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡوَ
لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ
عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
“…niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka
keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku
akan memasukkan
mereka ke dalam kebun-kebun yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah,
dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik
ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:196).
Jadi, jelaslah bahwa taubat
nashūha bukan suatu perkara yang
mudah, karena sangat memerlukan karunia Allah Swt., dan hubungan taubat nashūha tersebut erat hubungannya dengan rasul
Allah yang dikemukakan dalam firman-Nya sebelum ini:
یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
…..pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang beriman besertanya, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di
sebelah kanannya…(At-Tahrim [66]:9).
Nabi
Allah dan Dua Golongan Orang-orang Beriman yang Besertanya
Firman Allah Swt. tersebut erat hubungannya
dengan pernyataan Allah Swt. dalam Surah
Al-Wāqi’ah, bahwa umat manusia di akhirat akan terbagi menjadi 3 golongan, yakni dua
golongan penghuni surga -- (1) golongan yang paling dahulu, (2)
golongan kanan -- dan satu
golongan lagi adalah penghuni
api neraka, karena mereka tidak
beriman kepada Allah Swt. dan kepada Rasul
Allah yang diutus kepada mereka, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
ۙ﴿﴾ اِذَا وَقَعَتِ الۡوَاقِعَۃُ ۙ﴿﴾ لَیۡسَ
لِوَقۡعَتِہَا کَاذِبَۃٌ ۘ﴿۲﴾ خَافِضَۃٌ رَّافِعَۃٌ ۙ﴿﴾ اِذَا رُجَّتِ
الۡاَرۡضُ رَجًّا ۙ﴿﴾ وَّ بُسَّتِ
الۡجِبَالُ بَسًّا ۙ﴿﴾ فَکَانَتۡ
ہَبَآءً مُّنۡۢبَثًّا ۙ﴿﴾ وَّ کُنۡتُمۡ اَزۡوَاجًا
ثَلٰثَۃً ؕ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila peristiwa yang pasti terjadi itu terjadi. Tidak ada seorang pun mendustakan kejadian
itu. Peristiwa itu akan merendahkan sebagian, dan akan meninggikan sebagian lain. Apabila bumi
digoncang dengan goncangan hebat, dan gunung-gunung akan dihancur-leburkan maka akan menjadi seperti zarah-zarah debu yang beterbangan. Dan kamu menjadi tiga golongan. (Al-Wāqi’ah [56]:1-8).
Makna kalimat “Apabila peristiwa yang pasti terjadi itu terjadi“ dapat mengisyaratkan
kepada: (a) Qiamat itu pasti terjadi (b) kebangkitan terakhir; (c)
kehancuran mutlak bagi penyembahan berhala di negeri Arab dan kekalahan sepenuhnya dan kegagalan mutlak bagi kaum musyrikin Quraisy; (d) kemunculan
seorang Pembaharu agung, yakni Nabi
Besar Muhammad saw..
“Peristiwa yang pasti terjadi” (ayat 2) itu akan menimbulkan revolusi besar dalam kehidupan manusia.
Suatu dunia baru akan terwujud; si tinggi dan si berkuasa akan direndahkan,
sedangkan si tertekan dan si tertindas
akan dijunjung harkatnya: “Peristiwa itu akan merendahkan sebagian, dan akan meninggikan sebagian
lain” (ayat 4).
Ada pun ayat “Apabila bumi digoncang dengan goncangan hebat, dan
gunung-gunung akan dihancur-leburkan
maka akan menjadi seperti zarah-zarah debu yang beterbangan“,
mengisyaratkan bahwa seluruh negeri Arab akan digoncangkan sampai ke sendi-sendinya.
Kepercayaan, alam pikiran, nilai-nilai budi pekerti, adat kebiasaan, cara
hidup, dan lain-lain yang lama akan
mengalami perubahan total. Pada
hakikatnya, orde lama akan mati untuk
memberi tempat kepada orde yang sama
sekali baru atau langit
baru dan bumi baru (QS.14:49-53).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 Februari 2013