بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Ash-Shāffāt
Bab 25
Makna Ashhābul-Kahf
(Para Penghuni Gua)
&
(Para Penghuni Gua)
&
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam beberapa
Bab sebelumnya telah dikemukakan
gambaran selanjutnya mengenai generasi penerus orang-orang Yahudi yang digambarkan dalam Surah Al-Kahf (QS.18:19-23), yakni mengisyaratkan kepada firman Allah Swt.
sebelum ini:
فَخَلَفَ
مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا
الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ
مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ
لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ اِلَّا
الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ ؕ وَ
الدَّارُ الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Maka datang menggantikan sesudah mereka,
suatu generasi pengganti
yang mewarisi Kitab Taurat itu,
mereka mengambil harta dunia yang
rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti
kami akan diampuni.” Dan jika datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari
mereka dalam Kitab bahwa mereka
tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq,
dan mereka
telah mempelajari apa
yang tercantum di dalamnya? Padahal kampung akhirat itu
lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti? (Al-A’rāf [7]:170.
Mengisyaratkan kepada generasi (umat Kristen) ini pulalah makna ar-raqīm (prasasti) yang diisyaratkan dalam Surah Al-Kahf, dimana sikap hidup keagamaan dan keduniawian mereka berbeda dengan “Ash-habul kahf”, walau pun sama-sama mengaku sebagai pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
Mengisyaratkan kepada generasi (umat Kristen) ini pulalah makna ar-raqīm (prasasti) yang diisyaratkan dalam Surah Al-Kahf, dimana sikap hidup keagamaan dan keduniawian mereka berbeda dengan “Ash-habul kahf”, walau pun sama-sama mengaku sebagai pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
اَمۡ
حَسِبۡتَ اَنَّ اَصۡحٰبَ
الۡکَہۡفِ وَ الرَّقِیۡمِ ۙ کَانُوۡا مِنۡ اٰیٰتِنَا عَجَبًا ﴿﴾
Apakah
engkau menyangka bahwa penghuni gua dan prasasti-prasasti itu adalah dari antara Tanda-tanda Kami yang menakjubkan? (Al-Kahf [18]:10).
Makna “Ashhābul Kahfi (Para Penghuni Gua)
Mengenai makna ar-raqīm (prasasti) -- yang
merupakan generasi penerus setelah Ashhabul- Kahf (para penghuni gua) – adalah golongan yang mengikuti ajaran Paulus mengenai “Trinitas” dan “Penebusan Dosa”
melalui “kematian terkutuk” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pada tiang Salib
(QS.2:117; QS.4:172; QS.5:18-19; QS.7:170; QS.9:30-32; QS.10:69; QS.17:112; QS.18:5-6)
-- telah dibahas dalam Bab sebelumnya,
selanjutnya akan dibahas lebih terinci lagi mengenai makna “Ashhābul-Kahf” (para penghuni gua), firman-Nya:
اِذۡ اَوَی
الۡفِتۡیَۃُ اِلَی الۡکَہۡفِ فَقَالُوۡا رَبَّنَاۤ اٰتِنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ رَحۡمَۃً وَّ ہَیِّیٔۡ لَنَا
مِنۡ اَمۡرِنَا رَشَدًا ﴿﴾ فَضَرَبۡنَا عَلٰۤی اٰذَانِہِمۡ فِی
الۡکَہۡفِ سِنِیۡنَ عَدَدًا ﴿ۙ﴾
Ketika
para pemuda mencari perlindungan ke dalam
gua itu lalu mereka berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahilah kami rahmat
dari sisi Engkau, dan lengkapilah
kami dengan petunjuk yang benar dalam urusan kami." Maka Kami mencegah mereka dari mendengar dalam
gua beberapa tahun lamanya. (Al-Kahf [18]:11-12).
Ungkapan bahasa Arab dharaba 'alā ‘udznihī
berarti “ia mencegahnya dari
mendengar”. Ungkapan itu berarti pula
"Kami membuat mereka tidur dengan mencegah dari masuk suara di telinga
mereka yang menyebabkan mereka bangun" (Lexicon Lane). Secara harfiah ayat ini berarti. "Kami
mencegah suara apa pun dari menembus ke dalam telinga."
Ada pun maksud
kalimat tersebut adalah bahwa akibat kezaliman para penguasa musyrik kerajaan
Romawi terhadap mereka – sehingga demi
mempertahankan Tauhid Ilahi yang
mereka imani, mereka terpaksa harus bersembunyi di dalam gua-gua – tepatnya
catacomb-catacomba -- dan untuk beberapa
tahun mereka sama sekali terasing dan
terpisah dari urusan-urusan dunia luar dan tidak mengetahui apa yang sedang
terjadi di sana.
Jadi ungkapan “Maka
Kami mencegah mereka dari mendengar
dalam gua beberapa tahun lamanya, “ bukan berarti bahwa mereka
itu benar-benar tidur pulas selama 309 tahun di dalam gua, sebagaimana yang
umumnya dipahami, dan ketika bangun penampilan mereka menjadi sangat menakutkan
(QS.18:19).
Para Pemeluk Ajaran
Asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Ashābul-kahf
(para penghuni gua) tersebut:
ثُمَّ بَعَثۡنٰہُمۡ
لِنَعۡلَمَ اَیُّ الۡحِزۡبَیۡنِ اَحۡصٰی لِمَا لَبِثُوۡۤا اَمَدًا ﴿٪﴾ نَحۡنُ
نَقُصُّ عَلَیۡکَ
نَبَاَہُمۡ بِالۡحَقِّ ؕ اِنَّہُمۡ فِتۡیَۃٌ اٰمَنُوۡا
بِرَبِّہِمۡ وَ زِدۡنٰہُمۡ ہُدًی ﴿٭ۖ﴾
Kemudian Kami membangkitkan mereka supaya Kami mengetahui
manakah di antara dua golongan yang
lebih tepat membuat perhitungan me-ngenai lamanya mereka tinggal. Kami ceriterakan kepada engkau kisah mereka dengan
benar, sesungguhnya mereka itu para pemuda
yang beriman kepada Tuhan-nya, dan Kami
tambahkan kepada mereka pe-tunjuk.
(Al-Kahf [18]:13-14).
Nampaknya ada dua golongan di antara orang-orang Kristen di golongan
zaman permulaan:
(a) mereka yang tidak mau berpura-pura
atau bersembunyi-sembunyi dan karena tidak mengenai kompromi dengan kekafiran dan kemusyrikan mereka menangung penindasan
akibat keimanan mereka dengan sabar
dan ketabahan. Orang-orang itu terpaksa mencari perlindungan di gua-gua;
(b) mereka yang menganggap, bahwa kebijaksanaan itu
lebih baik dari keberanian, menyembunyikan
keimanan serta menyelamatkan dirinya dari penindasan. "Dua golongan"
itu dapat pula menunjuk kepada mereka yang menindas dan yang ditindas.
Ayat 14 ini menunjukkan, bahwa banyak kisah khayalan telah tersiar mengenai
"penghuni-penghuni gua" di masa Nabi Besar Muhammad Saw.. Tetapi
hakikat yang sebenarnya mengenai mereka ialah
bahwa mereka itu para pemuda
yang memiliki akhlak mulia, yang
telah mempertaruhkan segala-galanya semata-mata untuk Tuhan mereka, dan juga bahwa
keimanan mereka berangsur-angsur
menjadi lebih kuat berkat adanya penindasan dan kezaliman.
Dengan demikian jelaslah bahwa kaum Nasrani di masa awal setelah
terjadinya peristiwa pengaliban Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s., mereka adalah para
penganut Tauhid Ilahi yang kuat,
sebagaimana ajaran asli diajarkan
oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ
اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ
عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ
وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ
اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾ اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ
تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam,
apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku
mengatakan apa yang sekali-kali bukan hakku.
Jika aku telah mengatakannya maka
sungguh Engkau mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang
ada dalam diri Engkau, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha
Mengetahui segala yang gaib. Aku
sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku,
yaitu: ”Beribadahlah
kepada Allah, Tuhan-ku dan
Tuhan kamu.” Dan aku menjadi saksi
atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau telah mewafatkanku maka
Engkau-lah Yang benar-benar menjadi
Pengawas atas mereka, dan Engkau
adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau mengazab mereka, maka
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni
mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (Al-Māidah ]5]:117-119).
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah
Wafat
Kalimat “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah “, ayat itu menunjuk kepada kebiasaan Gereja
Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada Maryam,
ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. Pertolongan Maryam dimohon dalam Litania (suatu
bentuk sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni,
dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab). Gereja Romawi ditanamkan akidah
bahwa beliau itu bunda Tuhan.
Gerejawan-gerejawan
di zaman lampau menganggap Maryam mempunyai sifat-sifat
Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan
paham kenaikan Maryam
ke langit dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan
beliau ke jenjang Ketuhanan dan
inilah apa yang dicela oleh umat Protestan
dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
Ungkapan bahasa Arab dalam teks yang
diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan sebagai:
Tidak patut bagiku atau tidak mungkin bagiku atau aku tidak berhak berbuat
demikian, dan sebagainya. Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. mengajarkan
menyembah hanya satu Tuhan (Matius 4:10 dan Lukas 4:8).
Kalimat “Dan
aku menjadi saksi atas mereka selama aku
berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau telah mewafatkanku maka
Engkau-lah Yang benar-benar menjadi
Pengawas atas mereka “ berarti bahwa selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hidup, beliau mengamati dengan cermat
pengikut-pengikut beliau dan menjaga agar mereka jangan menyimpang dari jalan
yang benar, tetapi setelah beliau wafat
maka beliau tidak mengetahui betapa mereka telah berbuat dan akidah-akidah palsu apa yang dianut
mereka.
Jadi, karena
sekarang pengikut-pengikut beliau telah
memperetuhan kan beliau dan ibu beliau, maka dapat disimpulkan dengan pasti
bahwa mereka telah sesat dan hal tersebut menghasilkan kesimpulan logis
lainnya yang pasti kebenarannya yaitu bahwa
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat, sebab sebagaimana
ditunjukkan oleh ayat itu, sesudah wafatnyalah
beliau disembah sebagai Tuhan (QS.4:172;QS.5:18 &73-74; QS.9:30-31).
Penolakan Nabi Besar Muhammad Saw.
Pada Hari Kebangkitan
Begitu pula
kenyataan bahwa menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan menyatakan tidak tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya sebagai dua tuhan selain Allah Swt. sesudah beliau meninggalkan mereka, membuktikan bahwa beliau tidak akan kembali lagi ke dunia.
Kenapa
demikian? Sebab apabila Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. benar-benar harus kembali ke dunia ini -- sebagaimana dipercayai oleh umumnya umat Kristen dan juga umat Islam – dan beliau melihat
dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan
beliau, maka beliau tidak dapat berdalih
kepada Allah Swt. bahwa beliau tidak
tahu-menahu tentang diri beliau telah dipertuhankan
mereka. Sebab jika sekiranya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. berbuat demikian,
jawaban beliau dengan berdalih tidak
tahu-menahu, akan sama halnya dengan benar-benar dusta.
Dengan
demikian ayat itu membuktikan secara
positif bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
telah wafat, dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia
ini. Lebih-lebih menurut hadits yang termasyhur, Nabi Besar Muhammad Saw. pun akan
menggunakan kata-kata seperti itu pula pada Hari
Kebangkitan terhadap segolongan umat Islam, sebagaimana kata-kata itu
diletakkan di sini pada mulut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bila kelak beliau
melihat pengikut beliau saw. digiring ke neraka. (Sahih Bukhari, Kitabut Tafsir, Tafsir Surah Al-Maidah, Bab Wa kuntu ‘alaihim Syahiidan- maa dumtu fiihim...Hadits nomor 4625).
Kenyataan tersebut memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad Saw. . juga (QS.3:56; QS.5:76; QS.21:35). Berikut adalah penolakan keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap mereka yang mempertuhankan beliau:
Kenyataan tersebut memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad Saw. . juga (QS.3:56; QS.5:76; QS.21:35). Berikut adalah penolakan keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap mereka yang mempertuhankan beliau:
Bukan setiap
orang yang berseru kepadaku: “Tuhan,
Tuhan” akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga, melainkan dia yang
melaksanakan kehendak Bapakku yang di sorga. Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: “Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namamu, dan mengusir serta
demi namamu, dan mengadakan banyak mujizat demi namamu juga?” Pada waktu
itulah aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah
dari padaku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
(Matius
7:21-23).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar,31 Desember 2012